Pemilu 2014: Nurani Cerdas untuk Pilih Caleg Potensial

0
2,657 views
RIP Romo B. Herry Priyono SJ.

BARUSAN saya mendapat kiriman data audio berisi kotbah dari Romo Herry Priyono SJ, dosen filsafat dan ahli sosiologi politik-ekonomi STF Driyarkara Jakarta. Menurut pastor Jesuit lulusan London School of Economics (LSE) dan University of Philippines (UP) ini, sistem coblosan kali ini menjadikan kita pusing tujuh keliling karena peliknya ‘prosedur’ hingga memusingkan kita harus pilih siapa dan bagaimana.

Kotbah Romo Herry Priyono SJ ini disampaikan dalam sebuah misa hari Minggu di sebuah paroki di Jakarta. Dari seorang rekan Jesuit di Yogya, saya mendapatkan kiriman audio kotbah yang menarik ini dan karena itu pula  ingin saya bagikan kepada publik pembaca yang terhormat.

Dengan satu harapan tentu saja, agar kita tidak salah pilih orang dan partai. Tujuannya juga jelas yakni agar kita bisa mendapatkan para caleg terpilih dan ideal dalam Pemilu 2014 ini. Mereka itu –sesuai harapan kita bersama– para celeg terpilih dengan integritas pribadi yang berkualitas, moralitasnya terjaga, konsep politiknya jelas dan hanya berorientasikan pada ‘kepentingan bersama’: yakni demi Indonesia yang semakin lebih baik lagi’.

Caleg ideal adalah mereka yang mendahulukan kepentingan bangsa daripada kepentingan dan  ‘titipan sponsor’ dari partai pengusungnya sendiri.

Tentu saja, para caleg ideal kita itu haruslah figur dengan sejumlah kriteria berikut ini:

  • Nasionalis.
  • Tidak fanatik terhadap agama tertentu
  • Tidak tersangkut kasus-kasus korupsi atau sogokan/upeti dan mark-up projek
  • Berwawasan lingkungan dan bukan perusak lingkungan.
  • Tidak pernah  terlibat kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lampau.

Berikut ini saya sampaikan catatan penting atas kotbah Romo Herry Priyono SJ yang sebelumnya saya dengar dalam bentuk data audio ini.

Moralitas cerdik
Romo Herry Priyono SJ memulai gagasan kotbahnya dengan  ‘status questionis’: kita harus memilih siapa dan partai politik apa. Untuk menjawab pertanyaan ini, Romo Herry mengawali kotbahnya dengan Yesus yang peduli dengan urusan masyarakat. Ia bukannya ‘duduk, diam, merenung’ berlama-lama, melainkan sebaliknya yakni berjalan berkeliling menjumpai orang-orang dan berdiskusi banyak hal tentang kehidupan bersama yang lebih baik.

Selanjutnya, Romo Herry mulai bicara tentang imbauan pastoral dari Gereja Katolik Indonesia yang dalam hal ini pernah disuarakan oleh KWI awal Januari 2014 ini.

Inti pesan KWI dalam menyikapi Pemilu 2014 ini jelas. Kami rangkumkan beberapa hal dari berbagai sumber yang ada, selain tentu saja yang utama adalah ‘isi’ kotbah Romo Herry Priyono SJ tersebut:

  • Jangan golput, karena dengan ber-golput kita (baca: Umat Katolik Indonesia) malah membiarkan peluang indah untuk bisa ‘ikut menata kembali” Indonesia di masa depan;
  • Golput berarti kita dengan sengaja malah membiarkan ‘masa depan Indonesia’ itu terlepas dari ‘campur tangan’ kita;
  • Sekalipun hanya satu suara yang bisa kita sumbangkan dan itu pun dari kelompok  minoritas, namun dengan mencoblos maka kita sudah ikut berpartisipasi dan ikut ‘campur tangan’ untuk menentukan langkah ke depan Indonesia;
  • Tuntunannya sangat jelas, yakni pakailah moralitas yang cerdik –demikian kata Romo Herry Priyono SJ dalam kotbahnya— serya mengutip pesan pastoral KWI menyambut Pemilu 2014;
  • Moralitas yang cerdik itu tak lain adalah memilih secara cerdas berdasarkan hati nurani.

Bukan selera “gue banget!”
Hari Rabu tanggal 9 April menjadi hari penting bagi bangsa Indonesia, karena setiap WNI yang sudah punya hak pilih diundang untuk berpartisipasi dalam ‘menentukan bersama’ arah perjalanan Indonesia ke depan. Karena itu, demikian kata Romo Herry Priyono SJ dalam kotbahnya, Gereja Katolik Indonesia (baca: KWI) dengan amat sangat mengimbau seluruh Umat Katolik Indonesia agar berbondong-bondong menuju TPS untuk mewujudkan tanggungjawab politiknya sebagai warga negara atas perjalanan hidup berbangsa dan bernegara ke depan.

Jadi, janganlah golput; melainkan dengan suka cita datang ke TPS untuk nyoblos.

Menurut Romo Herry, nyoblos di TPS tidak sama dengan memilih-milih baju kesukaan saat shopping di mal. Kala berbelanja baju atau apa pun yang kita sukai di pusat perbelanjaan, maka yang berlaku adalah selera pribadi atau minat personal akan barang-barang yang memang dimauinya untuk dibeli.

“Nyoblos di TPS itu beda. Semangatnya bukan ‘gue banget!’ seperti lazimnya remaja Ibukota yang beli baju sesuai minat dan gaya mereka. Melainkan harus bersemangatkan moralitas yang cerdik, begitu kata Gereja,” kata Romo Herry dalam kotbatnya.

Dengan demikian, berbeda dari selera ‘gue banget!’, dalam nyoblos di TPS yang berlaku bukan lagi selera pribadi atas orang ini atau itu dan partai ini atau itu. “Pertimbangan pokoknya bukanlah si A ini cantik atau ganteng; melainkan apakah orang-orang ini (caleg) dan partai yang akan saya pilih ini punya jejak rekam yang baik atau tidak,” kata Romo Herry.

Seperti Yesus dalam hidupnya yang sering  ‘berkeliaran’ terjun ke Yerusalem dan berurusan dengan banyak hal keduniawian, maka memilih caleg pun harus mengacu apakah caleg ideal tersebut sedikit banyak telah mengikuti pola ‘teladan’ gaya hidup seperti Yesus apa tidak. Jadi, marilah kita memilih  caleg yang suka ‘blusukan’ masuk ke dalam relung-relung keseharian hidup masyarakat.

Kalau mendapatkan sosok  caleg yang hanya duduk,  manis, diam, namun bisa dapat duit  DPR, tentu itu figur caleg seperti itu bukan ideal kita. Dengan demikian, cantik atau tampan bukan lagi ‘urusan penting’ dalam coblosan ini. Sekali lagi –kata Romo Herry Priyono SJ—“Ini bukan soal ‘selera gue banget!’ melainkan urusan penting menata Indonesia ke depan yang semakin lebih baik”.

Kiat praktis pilih caleg siapa
Menurut Romo Herry Priyono SJ, ada beberapa pedoman praktis untuk menentukan pilihan tepat dan benar saat coblosan di Pemilu Legislatif,hari Rabu tanggal 9 April 2014.

  1. Sama sekali bukan berdasarkan  selera ‘Gue Banget!’. Melainkan harus berdasarkan moralitas cerdik.
  2. Bukan soal cantik atau tampan.
  3. Lebih prinsipiil adalah apakah para caleg ideal atau idola pribadi itu sudah mencerminkan gaya dan sikap hidup pribadi yang tidak memperkaya diri; melainkan aktif  berjuang demi kepentingan rakyat atau memperjuangkan kebaikan bersama (bonnum commune);
  4. Dengan demikian menjadi lebih jelas: kalau pun pada hari-hari kampanye ini para caleg itu juga  sering melakoni gaya  blusukan ke tengah masyarakat, maka pertanyaannya: apakah itu hanya sekedar ‘gincu politik’ atau memang gaya hidupnya sudah lama seperti itu? Kalau sudah lama, berarti itu otentik; tidak dibuat-buat hanya demi kepentingan kampanye.
  5. Jadi wawasan Umat Katolik yang datang ke TPS untuk nyoblos haruslah ini: mencari caleg yang berhatinurani ingin memperjuangkan kebaikan bersama demi Indonesia yang lebih baik.
  6. Caleg yang bukan korup atau pernah tersandung kasus korupsi.
  7. Caleg yang tidak punya jejak buruk  dalam kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu atau menyitir istilah khas Romo Franz Magnis-Suseno SJ: “Jangan pilih mereka yang tangannya berlumuran darah”;
  8. Caleg yang bukan perusak lingkungan atau pernah tersangkut urusan perusakan lingkungan.
  9. Caleg dan parpol yang tidak berperilaku fanatik atau penrah terkait dengan gerakan atau aksi-aksi yang mendukung kekerasan atas nama agama.

Pilih partai atau orangnya?
Menurut Romo Herry Priyono SJ, dalam sistem pemilihan caleg  kali ini sosok figur seseorang dikesankan akan ‘tenggelam’ oleh besarnya parpol. Karena itu, fokus pilihan sebaiknya lebih mengarah ke parpolnya dulu dan baru kemudian memilih calegnya.

Itu karena sehebat apa pun sosok caleg itu, namun kalau tidak ‘direstui’ parpol, maka ya akan lewat saja.

Tapi beda kasusnya ketika sudah masuk tahapan Pemilu Presiden pada Juli 2014 nanti. Di sini, kata Romo Herry Priyono SJ, figur sosok pribadi lebih bicara daripada sosok partainya. Menurut Romo Herry, pedoman praktisnya adalah pilihlah capres yang sudah terbukti berkomitmen untuk memperbaiki tatanan masyarakat menjadi lebih baik lagi.

Sekarang ini, bukansaatnya lagi mengobral  janji-janji lagi yang lebih laku dijual, tapi melongok kisah praktik hidup kepemimpinannya apakah sudah membuktikan sikap politiknya demi kepentingan umum yang lebih besar atau tidak.

Hal sama sebenarnya berlaku juga untuk memilih secara cerdas dan bertanggungjawab atas caleg.

Muka lama  dan baru

Hanya saja persoalannya menjadi pelik karena hampir sebagian besar terdiri dari muka-muka lama. Nah, inilah sedikit banyak ada unsur ‘gambling’nya yakni bagaimana kita bisa memilih caleg berkualitas.

Menurut Romo Herry, muka baru jauh lebih ‘menjanjikan’ daripada memilih caleg muka lama. Setidaknya karena muka-muka baru itu sikap hidupnya belum ‘tercemar’ dan masih bisa ‘dibentuk’ lagi.

Apa pun yang Anda pilih di TPS hari Rabu tanggal 9 April 2014 adalah ‘rahasia’ Anda sendiri. Yang penting, cobloslah dengan semangat nurani yang cerdas dan bertanggungjawab.

Photo credit: Pastor Dr. Herry Priyono SJ (Ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here