Senin, 12 September 2022
- 1Kor. 11:17-26.
- Mzm. 40:7-8a,8b-9,10,17.
- Luk. 7:1-10.
PERBUATAN baik yang kita lakukan tidak hilang begitu saja. Akan ada saat yang tepat kebaikan itu berbalik menjadi berkat dalam perjalanan hidup kita.
Meski kita melakukan tindakan baik dengan tulus dan tidak mengharapkan balasan dari apa yang kita lakukan, namun keadilan Allah akan menunjukkan kepada kita buah-buah keutamaan hidup yang kita hayati dan hidupi.
Berbeda dengan orang yang punya pamrih, perbuatan baik hanya sekadar bungkus dari maksud yang terpendam di dalam hatinya.
Jika maksud tidak kunjung terpenuhi, muncul kekecewaan dan langsung berubah sikap dan tabiatnya.
Seorang sahabat bercerita dalam perjalanan turne ban motornya bocor. Kondisi jalanan berlumpur dan hujan deras.
Ia berusaha mencapai kampung terdekat dengan mendorong motornya, karena medan yang sulit maka perlu waktu yang lumayan lama.
Sesampai di kampung itu, ia singgah di rumah pertama yang ada di pinggir jalan.
Keluarga itu sangat baik menerimanya; bahkan mereka menawari supaya tukaran kendaraan dulu dan mereka akan mengganti ban yang bocor.
Ia sungguh merasa dibantu dan ditolong keluarga itu, hingga perjalanannya bisa kembali lancar.
Selang beberapa bulan ketika sahabat saya ini mengantar komuni di rumah sakit dekat pastoran, ia bertemu dengan bapak itu lagi. Anaknya kena DB dan perlu transfusi darah.
Seakan jodoh, darah yang dicari sama dengan darah milik sahabatku, dan teman di pastoran. Maka dua kantong yang diperlukan terpenuhi oleh sahabatku dan temannya.
Berbuat baik kepada siapa pun itu, tidak akan sia-sia, namun akan kembali menjadi berkat bagi hidup kita.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Mereka datang kepada Yesus dan dengan sangat mereka meminta pertolongan-Nya, katanya: ‘Ia layak Engkau tolong, sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami’.”
Jika melihat percakapan Yesus dengan perwira, Yesus memuji iman yang besar bukan karena praktek rohani yang luar biasa, atau melakukan tindakan yang besar-besar, misalnya menyumbang bait Allah yang banyak.
Yang dikatakan perwira itu sederhana: Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Ia merasa tidak pantas di hadapan Yesus, meskipun dia seorang periwira.
Iman yang besar tidak ditunjukkan dengan kedudukan yang besar pula. Perwira itu tidak meminta untuk dirinya, tetapi untuk bawahannya. Ia melakukan demi orang lain, bukan karena terpaksa, tetapi dengan tulus.
Ia meminta Yesus karena dirinya tidak mampu melakukannya. Ia melakukan yang terbaik bagi bawahannya, tetapi hanya dengan tindakan yang sederhana dan kecil.
Iman yang besar berarti melakukan yang bisa dilakukan untuk membantu sesama yang kecil dan membutuhkan pertolongan.
Iman yang besar berarti melakukan semuanya itu dengan tulus ikhlas dan tanpa paksaan.
Bagaimana dengan diriku?
Adakah keyakinan dalam diriku dalam setiap tindakan yang aku lakukan?
Amin… semangat ban bocor dah biasa krn saya penglajo pantura Pemalang-Tegal bendino isuk sore josss