Percik Firman : Betapa Leganya Wanita Itu

0
398 views

Kamis, 17 September 2020

Bacaan Injil: Luk 7:36-50

“Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!” (Luk 7:50)

Saudari/a ku ytk.,

SIAPAKAH orang yang tidak mau selamat? Siapakah orang yang tidak mau hidup bahagia? Siapakah orang yang tidak mau dibebaskan dari cap negatif dari masyarakat? 

Secara jujur, setiap orang pasti mau selamat. Mau hidup bahagia. Mau dikenal sebagai orang baik, bukan dikenal sebagai orang yang jahat. Iya nggak?

Dalam masyarakat ada orang yang dikenal karena hidupnya baik. Masakannya enak. Sikapnya peduli dan suka membantu teman. Senyumnya ramah. Suka menerima tamu di rumahnya. Dia pinter bermain musik. Dia ahli main teater. Dia ahli melukis. Dia suka menulis. Dan sebagainya.

Ada pula yang dikenal karena hidupnya yang tidak baik. Orang menjadi viral karena terlibat korupsi. Suka mengganggu rumah tangga temannya. Terlibat dalam pembunuhan yang berencana. Terlibat dalam prostitusi online. Terlibat dalam kasus narkoba. Dan sebagainya.

Seseorang bisa menjadi terkenal atau viral di tengah masyarakat, entah karena hal yang baik maupun hal yang tidak baik. Dalam bacaan Injil hari ini dikisahkan adanya seorang wanita yang dikenal sebagai orang berdosa. Dia datang menemui Yesus, yang waktu itu Dia diundang makan di rumah seorang Farisi. Diuraikan wanita tersebut ”dikenal di kota itu sebagai orang berdosa” (Luk 7:37). 

Semua orang memang berdosa. Tetapi wanita itu ’dikenal sebagai orang berdosa’, karena dia bukan wanita baik-baik. Sepertinya dia adalah pelacur. Bisa jadi, sebelumnya dia telah mendengar ajaran Yesus dan sikap-Nya yang peduli dan berbelaskasih. 

Karena tersentuh oleh kata-kata dan tindakan Yesus, wanita itu mencari Yesus. Dia tidak malu pada orang banyak. Bahkan berani menerobos cap-cap negatif yang diberikan masyarakat padanya.

Bacaan Injil menjabarkan pertobatan wanita yang berdosa, yang dengan perbuatannya menunjukkan kasihnya yang besar kepada Tuhan Yesus. Yesus bukannya membenarkan perbuatan wanita itu. Tetapi, Yesus menunjukkan kasih kepada orang yang melakukan dosa besar, bertobat dan meminta belas kasih-Nya. 

Betapa leganya wanita itu ketika Yesus berkata, ”Dosa-dosamu diampuni… Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!”

Menurut tradisi Latin, Injil Lukas tidak menyebutkan nama wanita ini, karena memang sesuai dengan gaya penulisannya yang halus dan hati-hati. 

Santo Gregorius Agung merefleksikan pertobatan wanita itu dengan menarik. “Sebab matanya yang dulu mengidamkan hal-hal dunia, kini ia jadikan aus oleh tangis penyesalan. Ia yang dulu menampilkan rambutnya untuk mempercantik wajahnya, kini ia menyeka air matanya dengan rambutnya…. Ia yang dulu menyombongkan diri dengan mulutnya, kini mencium kaki Tuhan, dan menekankan bibirnya di kaki Penebusnya”.

Lebih lanjut, “Dia yang dulu menggunakan minyak urapan  untuk mengharumkan tubuhnya; apa yang tak layak digunakan untuk dirinya sendiri, kini secara terpuji dipersembahkannya kepada Tuhan… Sebagaimana banyak kenikmatan yang dulu dimilikinya untuk dirinya sendiri, demikianlah banyak persembahan yang diberikan dengan rincinya dari dirinya sendiri. 

Ia mengubah begitu banyak kesalahannya menjadi banyak kebajikan yang setimpal, sehingga sebanyak itu dari dirinya dapat sepenuhnya melayani Allah dengan pertobatannya, seperti dahulu ia telah menghina Allah dengan dosa-dosanya….”.

Tuhan Yesus memandang ungkapan pertobatan wanita itu sebagai tanda iman dan kasihnya kepada Allah. Sabda Tuhan hari ini juga mengingatkan kita, agar kita tidak memiliki sikap menyerupai orang Farisi, yang memandang rendah orang berdosa, bahkan mengkritik Tuhan yang mau mengampuni orang berdosa. 

Bagaimana sebaiknya sikap kita? Kita perlu waspada akan kelemahan kita sendiri, tidak memandang rendah orang lain yang melakukan kesalahan, dan tidak lekas menghakimi orang lain.

Santo Gregorius menasihati, “Ketika memandang orang-orang berdosa, kita harus pertama-tama meratapi diri kita sendiri karena malapetaka yang mereka alami, sebab mungkin kita telah mengalami kejatuhan yang serupa, dan pasti cenderung pada kejatuhan yang serupa tersebut. 

Tetapi penting bahwa kita dengan seksama membedakan, karena kita wajib untuk membuat pembedaan (menjauhkan diri) dengan sifat-sifat buruk, tetapi untuk memiliki belas kasih dalam sifat-sifat mendasar….”.

Mari kita introspeksi diri dan merefleksikan hidup kita saat ini. Berkah Dalem dan Salam Teplok dari bumi Mertoyudan. Jangan lupa bahagia. # Y. Gunawan, Pr

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here