Percik Firman: Keselamatan Jiwa

0
448 views

Sabtu Imam, 5 September 2020

Bacaan Injil: Luk 6:1-5

“Kata Yesus lagi kepada mereka: ‘Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat” (Luk 6:5)

Saudari/a ku ytk.,

PADA suatu hari pernah ada seorang ibu yang datang ke pastoran berkonsultasi pada saya. Dia bercerita menjadi korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Suaminya sering berlaku kasar dan memukulnya. Bahkan pernah mengancam mau membunuh dengan senjata tajam. Anak-anaknya juga pernah diancam mau dibunuh.

Dalam situasi demikian Gereja memberikan langkah pastoral tertentu. Demi keselamatan nyawa si ibu itu, saya menyarankan agar untuk sementara waktu si ibu pindah rumah, ikut salah satu anaknya di kota lain. Pisah ranjang dengan suaminya untuk sementara waktu.

Kita tahu bahwa Gereja Katolik tidak mengenal dan tidak mengizinkan perceraian. Karena perkawinan adalah sebuah panggilan hidup yang suci dan luhur. Apa yang sudah disatukan Allah, tidak dapat diceraikan oleh manusia dengan alasan apapun, kecuali oleh kematian yang wajar.

Ketika ada situasi yang mengancam jiwa atau nyawa salah satu pasangan, maka Gereja ikut peduli dan berpihak pada korban. Gereja hadir menyelamatkan jiwanya. Kami sebagai imam mempunyai tanggung jawab moral dan pastoral untuk melindungi dan berpihak pada korban.

Prinsip utama dari hukum dalam Gereja Katolik adalah keselamatan jiwa. Itu yang paling utama. Maka ditegaskan dalam Kitab Hukum Kanonik no. 1752 demikian: “…. dengan menepati kewajaran kanonik dan memperhatikan keselamatan jiwa-jiwa, yang dalam Gereja harus selalu menjadi hukum yang tertinggi.”

Dalam bacaan Injil pada hari Sabtu hari ini, Tuhan Yesus mengkritik sikap orang Farisi yang menyalahkan dan menghakimi para murid Yesus yang memetik bulir gandum pada hari Sabat. Sebenarnya bulir gandum hanyalah sarapan kering, namun orang-orang Farisi tidak mau membiarkan mereka memakannya dengan tenang. 

Orang-orang Farisi tidak bertengkar dengan mereka karena mereka mengambil gandum milik orang lain. Tetapi bertengkar dengan mereka karena mereka melakukannya pada hari Sabat.

Memetik bulir gandum dari tangkainya pada hari sabat memang dilarang oleh tradisi nenek moyang mereka. Mengapa? Karena perbuatan ini dianggap sebagai kegiatan menuai alias bekerja. Pada hari sabat orang tidak boleh bekerja. Padahal, para murid sedang lapar. Lantas bagaimana?

Yesus memberikan ajaran dan cara pandang baru tentang hari sabat secara bijaksana: 

Pertama, tindakan para murid itu dapat disamakan dengan tindakan Daud dan pengikutnya. Peraturan itu terpaksa dilanggar oleh karena kebutuhan yang mendesak yakni rasa lapar secara fisik (demi keselamatan/kesehatan).

Kedua, para imam pun diperbolehkan melakukan pekerjaan di kenisah Yerusalem pada hari Sabat berdasarkan prinsip bahwa hukum mengenai kenisah di atas hukum mengenai hari Sabat. Melalui ungkapan ini, mau dikatakan bahwa Yesus jauh lebih besar daripada hari Sabat.

Ketiga, Tuhan lebih menyukai kasih setia daripada sekedar aturan. Ini merupakan kritik atas pertimbangan nilai yang salah dari orang-orang Farisi.

Pertanyaan refleksinya, situasi batin macam apa yang sedang menguasai hidup Anda hari-hari ini? Mudah menghakimi orang lain atau peduli berbelas kasih pada orang lain? Bersediakah Anda ikut membantu meringankan orang yang sedang mengalami masalah dalam hidupnya?

Selamat merenungkan dan menikmati akhir pekan. Terimakasih atas dukungan, perhatian dan doa Anda untuk kami para imam dan calon imam.

Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Bumi Mertoyudan.# Y. Gunawan, Pr

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here