Kamis, 29 Desember 2022
Bacaan Injil: Luk. 2:22-35
“Mereka mempersembahkan korban menurut apa yang difirmankan dalam hukum Tuhan, yaitu sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati” (Luk 2:24)
Saudari/a ku ytk.,
MERENUNGKAN bacaan Injil hari ini, muncul dalam hati saya satu kata kunci “ketulusan”. Terkait dengan ketulusan, ada beberapa kisah kecil.
Saat saya berkarya di salah satu paroki, ada seorang bapak yang setiap saat membawakan beberapa iris ketela goreng ke pastoran. “Rama Gun, ketela ini hasil kebun sendiri. Semoga berkenan diterima njih”, kata bapak itu. “Nggih, maturnuwun sanget, pak”, jawab saya.
Setiap awal bulan ada seorang ibu yang selalu mengirimkan pulsa ke no hp saya. “Rama Gun, semoga berkenan menerima pulsa 50 Ribu dari eyang. Baru saja eyang mengambil uang pensiun”.
Ada juga sebuah keluarga yang setiap bulan seusai misa Minggu sore memberikan dana untuk seminari. “Rama Gun, kami titip njih. Ini ada rezeki keluarga untuk donasi seminari”.
Saya kagum dan salut akan ketulusan hati keluarga-keluarga itu. Hati mereka tulus. Mereka berjiwa sosial. Mereka tidak berasal dari keluarga yang kaya raya. Tetapi mereka tulus memberikan sesuatu kepada Gereja untuk ungkapan syukur kepada Tuhan.
Dalam hal persembahan, yang penting bukan banyak sedikitnya yang dipersembahkan, tetapi ketulusan dan keikhlasan mempersembahkannya kepada Tuhan.
Keluarga Nazareth adalah contoh keluarga yang sederhana dan tulus. Saat mempersembahkan kanak-kanak Yesus ke Bait Allah, mereka membawa sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati, seperti perintah Tuhan dalam hukum Taurat. Ini menjadi tanda pasutri Yusuf-Maria dari keluarga sederhana (miskin).
Dalam tradisi Yahudi, jika seseorang itu berasal dari keluarga menengah, mereka akan mempersembahkan seekor domba (Im 12:8). Jika berasal dari keluarga kaya, mereka akan mempersembahkan seekor lembu jantan, tepung, dan anggur (1 Sam 1:24).
Bagi Tuhan, yang penting bukan banyak sedikitnya yang dipersembahkan, tetapi ketulusan hati mempersembahkannya kepada Tuhan. Memberi sedikit ikhlas, syukurlah. Memberi banyak ikhlas, puji Tuhan. “Sithik ora ditampik, akeh sangsaya pikoleh”, begitu sesanti Bapak Kardinal Darmojuwono. Sedikit tidak ditolak, banyak makin menjadi berkah.
Mari kita berusaha ikhlas memberi, dan tidak pelit untuk persembahan bagi Tuhan dan GerejaNya. Semakin banyak memberi, semakin banyak menerima. Mari kita juga tulus iklas mempersembahkan anak atau cucu kepada Tuhan untuk menjadi imam, suster atau bruder pada zaman sekarang ini.
Pertanyaan refleksinya, sejauh mana Anda tulus terlibat menghidupi gereja parokimu? Apakah Anda rela mempersembahkan buah hatimu menjadi imam atau suster atau bruder? Apa tantangan yang Anda hadapi untuk memberi dengan tulus?
Berkah Dalem dan salam teplok dari Bujang Semar (Bumi Jangli, Semarang).# (Y. Gunawan, Pr)
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)