Percik Firman: Menjadi Terang atau Batu Sandungan?

0
278 views

Minggu Prapaskah IV, 22 Maret 2020
Minggu Laetare (Sukacita)
Bacaan Injil: Yoh 9:1-41

Sdri/a ku ytk.,

PADA hari Minggu Prapaskah IV ini disebut juga sebagai Minggu Laetare atau Sukacita. Bacaan Injil hari ini mengungkapkan kisah penyembuhan orang yang buta sejak lahir. Kita semua diajak untuk menimba inspirasi tentang perjalanan iman kita dari gelap menuju terang, baik secara fisik maupun spiritual. Mengapa demikian? Karena setelah menyembuhkan mata si Buta sehingga ia bisa melihat (Yoh 9:7), Tuhan Yesus juga membuka hatinya sehingga ia percaya kepada-Nya (Yoh 9:38). 

Pada perjumpaan pertama, Tuhan Yesus memberikan terang bagi kebutaan mata si Buta. Kemudian dalam perjumpaan kedua, Dia memberikan terang spiritual atas kebutaan hati si Buta, sehingga ia menjadi percaya kepada Yesus. Maka, mukjizat penyembuhan ini menunjukkan kepada kita bahwa Kristus tidak hanya memberikan kemampuan kepada kita untuk melihat secara fisik tetapi juga secara batin. Dengan demikian, iman kita semakin diperdalam. Kita makin mampu mengenali Tuhan sebagai satu-satunya Juru Selamat kita.

Kisah itu bisa jadi menggambarkan diri kita. Secara fisik kita tidak buta, tapi bukankah secara rohani kita semua dilahirkan buta? Kita buta sama sekali tentang iman. Kita juga buta tentang Tuhan. Baru dalam perjalanan waktu kebutaan kita itu dibuka sedikit demi sedikit. Tahap awal keterbukaan iman kita ini, kita alami melalui kesediaan kita untuk menerima Sakramen Baptis yang dalam kisah ini dilambangkan dengan kesediaan si Buta untuk membasuh diri di kolam Siloam. 

Si Buta tadi bisa melihat setelah membasuh dirinya di kolam Siloam. Demikian pula diri kita melalui sakramen Baptis kebutaan iman kita juga disembuhkan. Orangtua, katekis, guru agama, para Romo, menuntun kita untuk semakin mengenal Tuhan dan beriman kepada-Nya. Kita semua dipanggil menjadi anak-anak terang.

Lalu bagaimana caranya agar kita dapat menghayati identitas kita sebagai anak-anak terang itu? Ada tiga cara, yaitu: 

1. Berani bersaksi tentang pengalaman iman kita berjumpa dengan Tuhan dan mendapatkan mukjizat dari Tuhan. seperti yang dilakukan oleh si Buta setelah disembuhkan. Ia bersaksi kepada orang-orang terdekatnya: keluarga (Yoh 9:20-23), tetangga (Yoh 9:8-12), orang Farisi dan orang Yahudi (Yoh 9:13-15. 24-34). Kita masing-masing tentu mempunyai pengalaman iman: berjumpa dan mengenal Tuhan, menerima rahmat dan anugerah Tuhan, diberkati oleh Tuhan, dll. 

2. Selalu berpikir dan bertindak atas dasar kebaikan, keadilan dan kebenaran serta mewujudkannya secara nyata.

3. Tidak tersandung dan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Kita perlu bertindak hati-hati dan bijaksana agar jangan sampai tersandung pada hal-hal yang tidak baik (korupsi, suap, penipuan, kebohongan, penggelapan, dll) sekaligus tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain (tidak merintangi/menghambat orang lain untuk berkembang kebaikan).

Pertanyaan refleksinya, beranikah Anda memberikan kesaksian tentang iman kita kepada sesama? Apakah selama ini Anda lebih sering menjadi batu sandungan atau menjadi pembawa kabar gembira dalam hidup bersama?

Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Bumi Mertoyudan. # Y. Gunawan, Pr

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here