Percik Firman: Sikap yang Benar dalam Berdoa

0
403 views

Sabtu, 21 Maret 2020
Bacaan Injil : Luk 18: 9-14

“Pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: ‘Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini’” (Luk 18:13)

Sdri/a ku ytk.,

MELALUI bacaan Injil hari ini kita disadarkan akan sikap yang benar dalam berdoa. Yang dituntut pertama-tama dalam berdoa adalah sikap merendahkan diri di hadapan Allah. 

Kontras antara dua sikap doa antara orang Farisi dan Pemungut cukai dalam perumpamaan hari ini. Orang Farisi berdoa dengan penuh percaya diri akan kebenarannya, sedangkan pemungut cukai berdoa dengan penuh kerendahan hati karena merasa diri tidak layak di hadapan Allah.

Orang Farisi itu memasuki Bait Allah dengan kepercayaan diri yang tebal dan penuh perhitungan. Ia mengucapkan terima kasih kepada Allah, karena ia tidak bernasib sama dengan kaum pendosa. Ia merasa mendapat perlakuan istimewa dariNya, sehingga tidak perlu menjadi perampok, penjahat, orang yang tak punya loyalitas, – tidak seperti pemungut cukai yang mengkhianati bangsa sendiri dengan memeras bagi penguasa asing. 

Dalam doanya nanti ia juga bermaksud mengingatkan Tuhan bahwa ia berpuasa dua kali seminggu dan mengamalkan bagiNya sepersepuluh dari semua penghasilannya. Ia merasa telah memenuhi semua kewajibannya. Semua beres. 

Bagaimana dengan si pemungut cukai? Ia merasa tak pantas berada dekat dengan orang saleh itu. Apalagi mendekat ke Tuhan sendiri. Ia bahkan tidak berani memandang ke atas. Tidak seperti orang Farisi yang penuh kepercayaan diri itu. 

Meskipun merasa butuh menghadap ke Bait Allah, pemungut cukai itu tidak menemukan apa yang bisa disampaikannya di sana. Ia tak punya apa-apa kecuali perasaan sebagai pendosa. Ia berulang kali menepuk dada dan minta dikasihani: ‘Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini’.

Doa pemungut cukai yang sederhana ini menjadi bernilai, karena merupakan ungkapan dari penyesalan, pertobatan dan kerendahan hati dari orang yang merasa tidak layak berdiri di hadapan Allah. Pemungut cukai yang berdoa dengan cara rendah hati itu ternyata justru dibenarkan oleh Yesus karena doanya. Dia menyesali dosanya di masa lalu, menyatakan pertobatan, serta mohon belas kasih Allah agar diampuni.

Dalam doa orang Farisi, dirinya sendirilah yang menjadi pokok doanya. Tuhan semakin tidak mendapat tempat. Doanya mandul karena terlalu penuh dengan dirinya sendiri. Doa pemungut cukai itu kabul karena membiarkan diri dipenuhi belaskasih dari Tuhan. Pokok doanya ialah Tuhan sendiri. 

Perumpamaan ini tidak bicara mengenai perbedaan antara yang jahat dan yang baik. Yang ingin diajarkan oleh Yesus adalah isi doa yang salah dan yang benar, sikap apa yang seharusnya melatar belakangi sebuah doa. 

Mari sekarang kita mengingat doa yang diajarkan Yesus: Doa Bapa Kami, sebuah doa yang berpokok pada Allah Bapa. Orang beriman tidak pernah menjadi pokok kalimat di mana pun dalam doa itu. 

Kita bisa bertanya pada diri kita sendiri: siapa yang menjadi pokok dalam doa-doa kita selama ini? Bagaimana sikap kita dalam berdoa? Selamat berakhir pekan dengan tetap waspada dan tidak panik terhadap virus Corona. Selamat menyiapkan batin untuk mengikuti misa online (streaming misa) dengan komuni batin.

Berkah Dalem dan Salam Teplok dari bumi Mertoyudan.# Y. Gunawan, Pr

#bersyukur di tengah kondisi luar biasa karena virus corona, Gereja Katolik masih tetap bisa memberi pelayanan rohani kepada umatnya (misa online dan komuni batin). Bangga menjadi bagian Gereja Katolik dalam hal ini

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here