Persiapan

0
309 views
Ilustrasi - Peti mati. (Ist)

Renungan Harian
Rabu, 20 Oktober 2021
Bacaan I: Rom. 6: 12-18
Injil: Luk. 12: 39-48
 
“ROMO, saya amat bersyukur dengan segala berkat yang boleh saya terima dan saya alami. Hari-hari saya penuh syukur dan saya jalani dengan ringan.

Saya bersyukur dan bahagia melihat anak-anak sudah berkeluarga dan mereka hidup mapan berkecukupan. Mereka telah memberi saya cucu-cucu yang ganteng-ganteng dan cantik-cantik

Saya mengisi hari-hari saya dengan merawat tanaman; melihat-lihat kebun yang dikerjakan oleh dua orang pekerja; dan sesekali melihat sawah yang dikerjakan orang lain.

Saya selalu mengatakan pada isteri agar menikmati hari-hari kami berdua. Jangan merepotkan anak cucu.
 
Romo, apa yang kami nikmati sekarang semua adalah berkat yang tidak pernah terbayangkan pada masa lalu.

Kami berdua bekerja keras untuk menghidupi keluarga ini. Kami mengawali hidup dengan pas-pasan, dan kekuatan kami hanyalah doa.

Kami berserah dan percaya bahwa Tuhan pasti akan memberikan rahmat-Nya. Betul kami bekerja keras siang malam, kepala jadi kaki dan kaki jadi kepala. Demikian ibaratnya. Tetapi kami amat sadar dan yakin bahwa tanpa berkat dari Yang di Atas, kami tidak akan bisa seperti sekarang ini.
 
Sejak dulu, kami selalu membangun sikap berserah. Kami berdua selalu saling meyakinkan bahwa hidup di dunia ini tidak lama, maka kerja keras, duka lara itu juga hanya sementara.

Maka kami tidak ingin muluk-muluk dengan hidup. Pokoknya tugas kami bekerja keras untuk kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga.

Bahkan kami juga sepakat siapa pun yang ditinggal; bila salah satu dari kami dipanggil; kami tidak akan banyak meratap. Karena yang dipanggil sudah bahagia dan yang ditinggal harus segera melanjutkan hidup ini dengan kerja keras sebagai bentuk syukur atas rahmat yang ada sekecil apa pun itu.
 
Di ujung usia kami, meski kami belum terlalu tua, kami telah menyiapkan segala sesuatu bila saat kami dipanggil tiba.

Romo, lihat kamar yang di belakang itu isinya adalah perlengkapan kalau saat itu tiba. Kami telah menyiapkan peti jenazah, payung, papan nama, pakaian yang akan kami kenakan dan lainnya.

Bukan maksud kami untuk “nggege mongso” (mempercepat waktu) tetapi lebih untuk pengingat bagi kami bahwa kami harus selalu siap bila saat itu tiba.

Anak-anak protes dan marah, tetapi kami memberi penjelasan bahwa Tuhan memanggil bisa kapan saja maka harus tahu dan sadar untuk siap-siap untuk berpantas diri.

Sehingga saat kami dipanggil kami bisa dengan pasrah dan gembira menerima panggilan itu. Kami ingin bila saat itu tiba kami bisa pergi dengan tersenyum,” seorang bapak bercerita ketika saya berkunjung ke rumahnya.
 
Meski agak serem bagi saya, tetapi kata-kata bapak itu bahwa semua itu sebagai pengingat membuat saya kagum dengan kepasrahan dan imannya. Tidak banyak orang bisa sampai pada sikap seperti itu.

Bahkan saya sendiri pun masih jauh dari sikap seperti itu.

Bentuk kesiapsediaan yang luar biasa. Satu sisi tetap bekerja dan menikmati hidup dengan syukur dan dilain pihak selalu siap bisa saatnya tiba.
 
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Lukas, Yesus mengingatkan agar manusia selalu bersiap diri menghadapi panggilanNya.

“Hendaklah kalian juga siap-sedia, karena Anak Manusia akan datang pada saat yang tak kalian sangka-sangka.”
 
Bagaimana dengan aku?

Dengan cara apakah aku bersiap diri?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here