Pijar Vatikan II di Tahun Iman: Kejutan Paus Benedictus XVI (6B)

1
1,358 views
Uskup Keuskupan Agung Manila Luis Cardinal Antonio Tagle. (Ist)

UNTUK  Gereja Filipina pada khususnya dan gereja Asia Tenggara pada umumnya, penunjukan Uskup Agung Manila Mgr. Luis Antonio Tagle menjadi cardinal bisa dibaca sebagai kepercayaan Paus pada Gereja Asia Tenggara yang selama ini bisa dijadikan “model” Gereja yang mampu berdialog. Sebagai satu-satunya negara di Asia yang mayoritas penduduknya katolik, tentu saja tradisi kardinal bagi para Uskup Agung Manila adalah semacam pengakuan resmi dan penghargaan untuk gereja Katolik Filipina. 

Oleh beberapa pengamat, penunjukan Tagle menjadi cardinal tidak mengejutkan. Melalui macam-macam sumber, termasuk Nunsiatura Vatikan di pelbagai negara, Vatikan sudah selalu mengamati “beberapa Uskup menonjol” yang bisa dijagokan menjadi kardinal atau orang penting di Vatikan. Semacam “kaderisasi” lah! 

Dalam bahasa pilkada atau pilpres, Uskup Agung Manila ini memang sudah lama “dilirik” dan “dielus-elus” oleh Vatikan. Mengingat makin pentingnya Indonesia dan Gereja Katoliknya, saya yakin, sekarang ini Vatikan juga sudah melirik beberapa “jagoan” dari sejumlah uskup Indonesia untuk promosi kardinal.

Siapa Kardinal baru dari Filipina ini? 

Mgr. Luís Antonio Gokim Tagle yang akrab dipanggil “Chito” ini lahir di Manila pada 21 Juni 1957 dari pasangan katolik yang sangat taat: Manuel Tagle dan Milagros Gokim. Umur 3 tahun, Chito sudah pandai berdoa rosario.  Dalam diri Chito, ada darah keturunan China. Neneknya berasal dari Shanghai, yang ketika datang ke Filipina mendarat di Dagupan, Pangasinan. Kakeknya berasal dari Imus, Cavite. 

Pada Perang Dunia II, kakeknya terluka parah kena pecahan bom. 

Sesudah menyelesaikan pendidikan SD dan SMP di Sekolah Santo Andreas di Parañaque, pada tahun 1977 Chito masuk SMA Santo Joseph di Manila. Selama di SMA, Chito banyak berteman dengan para romo Jesuit. Jadilah dia memutuskan masuk Universitas Ateneo Manila sekaligus Seminari Santo Joseph. Padahal orang-tuanya menghendaki dia jadi  ahli fisika. 

Pada 27 Februari 1982, Tagle ditahbiskan imam. Sesudah tahbisan, Tagle ditugaskan menjadi Pastor Pembantu di Paroki Santo Agustinus, Mendez-Nuñez, Cavite (1982–1983). Kemudian Tagle ditugaskan menjadi pembimbing rohani dan Rektor Seminari Imam-Imam Diosesan di Imus. 

Pada tahun 1985 sampai 1992, Chito Tagle meneruskan studi lanjut di Roma dan Amerika. Tagle meraih gelar doktor teologi dari Catholic University of America di Washington DC dengan predikatsSumma cum Laude. Ia membuat disertasi tentang “Kolegialitas Uskup menurut Konsili Vatikan II dan Paus Paulus VI” di bawah bimbingan Prof. Joseph Komonchak. 

Pada tahun 1997-2002, Luis Tagle ditunjuk menjadi anggota Komisi Teologi Internasional, sebuah Komisi Vatikan yang diketuai sendiri oleh Kardinal Ratzinger. Ia juga menjadi anggota editor Lembaga Teologi yang bergengsi yang “bermarkas” di Bologna, Italia Tengah. Salah satu proyek lembaga ini adalah menyusun “Sejarah Konsili Vatikan II”, sebuah proyek penting yang dipimpin oleh Profesor Alberto Melloni. 

Sesudah bertugas di Italia, Tagle kembali ke Filipina dan menjabat sebagai Ketua Ajaran Iman pada Konferensi Waligereja Filipina. Ia juga mengajar Teologi Sistematik di Sekolah Teologi Loyola pada Universitas Ateneo Manila, universitas bergengsi milik Jesuit. 

Pada 13 Oktober 2011, Paus menunjuk “Chito” Tagle sebagai Uskup Agung Manila yang ke-32, menggantikan Kardinal Gaudencio Rosales yang menginjak usia pensiun pada tahun itu. 

Gereja Filipina sangat mengenal Mgr. Tagle sebagai imam dan uskup muda yang brillian. Caranya bicara dan berfikir sangat baik. Sampai hari ini, Mgr/ Tagle aktif menjadi pembicara, katekis dan pewarta di Media Komunikasi JesCom, sebuah lembaga penyiaran dan pewartaan Jesuit yang bermarkas di Ateneo Manila. 

Seperti “idolanya” almarhum Kardinal Martini, Tagle tak segan-segan berbicara tegas dan jelas untuk issue-issue “panas” seperti pengguguran kandungan, penggunaan alat-alat kontrasepsi, seks bebas, perceraian, perselingkuhan sampai masalah program riil gereja untuk mengentaskan kemiskinan. Masalah-masalah semacam itu sangat riil dihadapi Gereja Filipina. (Juga di Indonesia tentunya!). 

Pada 9 February 2012, Tagle menjadi salah seorang pembicara utama pada “Symposium for Healing and Renewal” di Universitas Gregoriana Roma. Simposium 4 hari ini diikuti oleh para utusan dari 110 keuskupan dan 30 institusi religius seluruh dunia. Simposium itu sendiri sebenarnya topik utamanya adalah: “langkah nyata menghadapi tragedi pelecehan seksual yang dilakukan oleh para imam dan religius”. Sebuah tragedi yang sangat melukai dan akan tercatat sebagai sejarah gelap gereja kita. 

Pada simposium itu, Tagle mengesankan para pendengar dengan sharing pastoralnya bagaimana mendampingi anak-anak korban kekerasan seksual, khususnya korban pelacuran anak dan pedofilia di Asia. Pada bulan lalu, tepatnya 18 September 2012, Paus Benedictus yang sudah mengenal Tagle, menunjuk menjadi salah satu anggota Panitia Sidang Luar Biasa dan Sinode Para Uskup untuk Evangelisasi Baru. Sinode yang masih berlangsung dalam merayakan 50 Tahun Konsili Vatikan II dan Tahun Suci. 

Pada Pesta Emas Konsili Vatikan II, Paus Benedictus mengambil langkah berani: menujuk kardinal baru untuk daerah-daerah di mana Gereja sedang bergumul keras. Consitorium mini yang menghebohkan ini dimengerti oleh banyak orang sebagai kritik kepada Gereja Eropa yang kini sudah “ketinggalan 200 tahun” (menurut almarhum Kardinal Martini) atau gereja yang kini menjadi tanah misi. 

Tahun 1962-1965 ketika Konsili Vatikan II berlangsung, kita “dimanja” oleh kedatangan para misionaris yang datang dari Eropa. Kini banyak orang dari tanah misi, tinggal di Eropa memelihara Gereja dan biara-biara mereka. O tempora, o mores!  

Penunjukan Tagle sebagai kardinal, bisa pula difahami sebagai pencarian “model” pimpinan Gereja masa depan yang dikehendaki Paus Benedictus yaitu pemimpin gereja yang  muda, intelek, tak hanya dididik di Roma, ahli ajaran iman, pewarta iman yang tangguh, tidak canggung “gaul” di dunia internasional, disukai umat dan tentu saja suci dan baik hati. 

Semoga kita pernah memiliki pimpinan-pimpinan gereja semacam itu !

 

1 COMMENT

  1. Menurut hati dan feeling saya, calon kardinal yang dielus-elus Vatikan untuk Indonesia adalah Mgr. Ignatius Suharyo. Saya menuliskan ini bukan karena saya dekat atau cukup kenal dengan beliau, tetapi karena lewat berbagai media (tulis dan maya) yang saya baca, banyak hal yang memperlihatkan kelebihan beliau. Mohon dimaafkan, kalau pendapat ini kurang berkenan!

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here