Pijar Vatikan: In Memoriam Paulus Arswendo Atmowiloto, Pewarta Iman yang Dahsyat (31A)

0
561 views
Arwendo Atmowiloto. (Ist)

PADA hari Rabu sore 28 Agustus 2019 ini, akan dipersembahkan misa memperingati 40 hari meninggalnya penulis, wartawan, sastrawan, novelis dan budayawan besar Arswendo Atmowiloto.

Di rumah keluarga Jalan Damai Pesanggrahan, Ibu Agnes Sri Hartini beserta para putra-putri dan cucu, akan mendoakan suami, ayah dan kakek terkasih mereka: Paulus Arswendo Atmowiloto.

Romo FX Mudji Sutrisno SJ, Guru Besar Filsafat dan Budayawan sahabat keluarga Arswendo, akan mempersembahkan misa mendoakan almarhum yang akan dihunjukkan bertepatan dengan pesta nama Santo Agustinus itu.

Santo Agustinus, yang nama panjangnya Aurelius Augustinus, diketahui dengan baik oleh almarhum Arswendo sebagai pujangga gereja yang besar. Dalam arti tertentu, Paulus Arswendo adalah juga pujangga iman yang hebat seperti Agustinus. Hidup Agustinus di zaman itu, juga tidak kalah heboh dari hidup Arswendo.

Pujangga Aurelius yang lain, yaitu Marcus Aurelius pernah mengatakan : “Quod in vita facimus, in aeternum resonat”, what we do in life, echoes in eternity.

Film epic Gladiator, yang disutradarai Ridley Scott dan bintangi Russell Crowe sebagai pemeran Jendral Maximus Decimus Meridius, Sang Gladiator, mengutip kata-kata Marcus Aurelius ini.

Dalam bahasa kita, kata-kata Marcus Aurelius ini bisa dipadankan dengan kata-kata bijak yang sudah lama kita kenal : “Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama.”

Quod in vita Arswendo facevit ?” Apa yang dibuat Arswendo dalam hidupnya ? Apa yang diwariskan Arswendo?

Jawabnya jelas: nama besar, nama baik, nama yang harum.

Nama baik Arswendo akan terus menjadi warisan abadi bagi isteri, anak-anak, menantu, cucu dan kami semua para sahabatnya.

Paulus Arswendo Atmowiloto, dipanggil Tuhan pada hari Jumat Kliwon, 19 Juli 2019 pada pukul 17.50.

Ia meninggal di rumahnya di Komplek Kompas Jalan Damai, Kawasan Petukangan Jakarta Selatan. Sampai Mas Wendo dimakamkan di San Diego Hill pada keesokan harinya, banyak orang terutama teman baik dan sahabat Mas Wendo berkomentar atas kepergiannya.

Artis Nirina Zubir pemeran film Keluarga Cemara misalnya, menulis dengan bagus: “Terimakasih buat pelajaran hidup yang telah diberikan. Terimakasih ‘tuk memberikan cara pandang hidup yang menyenangkan.”

Siapa Arswendo, sehingga begitu banyak orang merasa kehilangan?

Untuk orang Solo, Arswendo itu “thengklèng” yang ngangeni.

Untuk orang Yogya, Arswendo “gudheg” yang lezat.

Untuk orang Jakarta, dia itu “sop kaki kambing” Tiga Saudara.

Untuk orang Palembang, dia “empèk-empèk” yang paling nikmat.

Untuk orang Malang, dia itu “bakwan Cak Man” yang tersohor itu.

Untuk orang Muntilan, Mas Wendo itu seperti “sop empal bu Haryoko, tape ketan, jenang, krasikan, wajik Nyonya Week atau kue mangkok Nyah Pang”.

Makanan enak yang tak ada duanya, itulah perumpamaan pas yang dikatakan orang tentang Mas Wendo. Unik, khas, “katro”, “ndlodok”, tapi genius, hebat, dahsyat dan ngangeni.

Itulah Mas Arswendo.

Ibarat makanan, Mas Wendo itu santapan lezat, yang tersaji tepat dan membuat nikmat. Begitu kata para seniman, wartawan, jurnalis dan para artis, sahabat baik Mas Wendo, pada wawancara dengan awak media di rumah duka atau di Gereja Santo Matius Bintaro.

Menurut artis Olga Lydia, misalnya, Mas Wendo bisa menghasilkan tulisan dan karya jurnalistik tentang kebaikan yang begitu fenomenal, pasti karena dia orang baik dan punya hati yang baik.

Eros Djarot bilang, Wendo tidak akan pernah pergi dari kita karena warisan tulisan dan warisan hidupnya yang begitu indah akan terus bersama kita.

Butet Kartaradjasa dan Gunawan Wibisono, teman-temannya di majalah Monitor, mengenang kebaikan dan kehebatan Mas nDo yang dahsyat, tidak hanya karena tulisan-tulisannya tetapi lebih-lebih karena dampak dari kehebatan seorang Arswendo. Berapa ribu saja, orang-orang kecil yang ditolong dan tertolong oleh Mas Wendo dengan kiprahnya di dunia seni, sastra, jurnalistik, pertelevisian, film dan entertaintment.

Arswendo juga mewariskan istilah sinetron, singkatan dari “sinema elektronik”.

Kata sinetron ciptaan Arswendo akan terus menjadi istilah abadi di Indonesia. (Berlanjut)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here