Promosi Panggilan di Pontianak: Aksi “Jemput Bola” Tim Animator Kongregasi Suster SFIC

0
1,396 views
Mengajak para pemudi mengunjungi rumah novisiat dan postulat guna semakin memberi motivasi panggilan mereka. (Dok. SFIC)

Pengantar Redaksi

Dalam 10 tahun terakhir ini, fenomena menurunnya jumlah panggilan hidup bakti sebagai religius (imam, bruder, dan suster) secara global di Indonesia cenderung menunjukkan beberapa penurunan yang sangat signifikan.

Perbincangan kami dengan beberapa suster dari berbagai tarekat mengkonfirmasi kesan sekilas tersebut. Beberapa suster formator yang bertanggungjawab terhadap rekrutmen anggota baru dan proses pendidikan dasar religius bagi para calon suster juga  berterus terang ingin memperlihatkan fenomena turunnya jumlah panggilan melakoni hidup bakti.

Tentu hal ini merupakan hal yang memprihatinkan. 20 tahun lalu, misalnya, banyak novisiat dan postulat tarekat religius para suster ini masih ‘kebanjiran’ para calon yang berminat ingin membaktikan hidupnya bagi Tuhan dan Gereja-Nya dengan menjadi seorang suster biarawati. Kini, kata beberapa suster formator di beberapa tarekat religius yang kami hubungi, postulat dan novisiat mereka boleh dikata ‘kosong melompong’.

Bangunan rumah untuk misi formasi para calon suster itu kini kadang hanya ‘berisi’ 1-3 orang saja. Jumlah sedikit itu tentu saja tidak sebanding dengan daya tampung  rumah pendidikan religius ini yang dulu telah dibangun megah dan besar untuk katakanlah bisa menampung 20-40  an orang suster novis.

Tulisan berikut adalah sumbangan pemikiran dari Sr. Maria Seba SFIC dari Pontianak. Suster medior  yang baru saja mengucapkan kaul kekalnya beberapa bulan lalu ini mensyeringkan pengalaman tim promotor panggilan tarekatnya kepada para kolega suster dari tarekat lain dan pembaca sekalian.

Intinya, sebelum ‘kehabisan amunisi’, marilah segera  kita lakukan ‘jemput bola’.

———————————

 Gerakan Tim Promosi Panggilan SFIC

AKHIR-akhir ini,  banyak  orang akhirnya memutuskan  meninggalkan hidup membiara. Yang dulu ingin masuk, menunda keinginan itu atau malah kemudian ‘menguburkan’ semangat ingin menjalani hidup bakti itu.

Tentu saja, fenomena seperti itu mencemaskan semua tarekat religius, baik kelompok tarekat religius imam, suster, rahib, bruder, dan kelompok awam lainnya yang juga menghayati semangat triprasetya.

Pertanyaannya, apakah hidup bakti sebagai religius imam, bruder, dan suster plus imam-imam diosesan itu masih menarik bagi khalayak ramai apa tidak? Atau, mungkinkan orang di zaman modern yang kini hidupnya semakin ‘dimanjakan’ oleh teknologi informasi itu masih menyisakan ‘ruang dan waktu’ di hati mereka untuk melakoni hidup khusus yang diwarnai doa, menghayati semangat triprasetya dan hidup dalam sebuah komunitas bersemangatkan sama?

Hidup bakti, masihkah  relevan sekarang ini?

Mari sejenak kita melihat buku lama berjudul Hidup Berkaul karya Romo Josephus Darminta SJ, mantan Pater Provinsial Ordo Serikat Jesus (Jesuit) era tahun 1983-1990an.

Dalam buku lawas itu, demikian menurut pakar teologi spiritualitas ini,  Romo J. Darminta SJ menulis bahwa dimana-mana hidup membiara itu sering menjadi bahan perbincangan banyak orang dan karenanya tetap relevan untuk selalu ‘dipergunjingkan’ lagi secara positif.

Para novis SFIC zaman baheula dulu. (Dok. SFIC)

Semuanya itu penting dan berguna, sebab semua itu merupakan ‘hasil’ gerakan Roh yang tidak henti-hentinya selalu ingin memperbaharui muka bumi,  Gereja,  dan hidup membiara kita.  Sekarang ini,  keadaan dunia telah berubah  dengan cepat.  Rasa-rasanya kita pun mesti juga menyesuaikan  laju hidup sosial kita dengan gerak dan larinya peradaban manusia modern seperti dialami oleh generasi milenial ini.

Mengutip buku lawas tersebut, kalau kita tidak waspada dan peka terhadap gerakan-gerakan itu, maka kita pun akan tertinggal jauh di belakang dan sukar untuk menangkap gerak dan karya Roh itu. Bila terjadi demikian, maka hidup membiara kita akan menjadi usang dan tak berguna lagi.

Hidup membiara kita bisa jadi akan segera berubah menjadi ‘nenek tua’ yang keriput dan yang tidak mampu lagi memancarkan kecantikan masa remajanya. Dengan kondisi macam itu, maka ‘nenek tua’ ini  terpaksa hanya mampu  berjalan tertatih-tatih dengan pandangannya yang sayu dan tidak berdaya menatap cerahnya matahari yang selalu memancarkan cahaya.

Aksi promosi panggilan bersama tarekat religius lain di Gereja Santo Yosep – Paroki Katedral Pontianak. (Dok SFIC)

Pelecut semangat

Catatan penting dari Romo J. Darminta SJ itu telah membuka cakrawala bagi kami, para suster SFIC yang menjadi anggota tim promotor panggilan.  Keprihatinan ini menjadi pelecut semangat  tim kecil Kongregasi Suster Fransiskus dari Perkandungan Tak Bernoda Bunda Suci Allah (SFIC) di Pontianak, Kalimantan Barat, untuk berbenah diri baik dalam hal kualitas maupun kuantitas.

“Kita tidak ingin hidup hidup bakti sebagai religius suster  dalam  Kongregasi kita mengalami bayang-bayang  menakutkan akan terjadinya  krisis panggilan  yang semakin hari semakin kuat mengikis niat baik  para simpatisan calon suster,” ungkap seorang suster SFIC senior.

Oleh karena itu, kata dia,  segala daya upaya harus dilakukan dan aneka sumber daya harus disinergikan. Kapitel-kapitel diadakan, retret tahunan, rekoleksi bulanan, pertemuan-pertemuan khusus  untuk menggali kembali kharisma pendiri, konstitusi ditinjau kembali.  Kongregasi juga mulai memikirkan generasi penerus untuk kemudian hari harus memimpin dan mengelola Kongregasi, dll.

Kami berpendapat, semua bentuk ‘persiapan’ itu perlu  diperlukan guna menyegarkan kembali hidup rohani setiap anggota tarekat atau kongregasi.

Kunjungan Bapak Uskup Agung Keuskupan Pontianak di ruang stand promosi panggilan Kongregasi SFIC. (Dok)

Harus jemput bola

Lain dulu lain sekarang.  Dulu sekali, demikian penuturan para suster SFIC senior,  hidup membiara itu memiliki daya pikat yang luar biasa.

Kesan dan opini internal ini rasanya juga tidak berlebihan.  Dulu sekali, banyak anak-anak muda baik lelaki dan perempuan berbondong-bondong datang ke biara atau seminari-seminari untuk masuk merespon ‘ajakan dari dalam’ mengikuti suara hati mereka yang ingin mengabdi Tuhan melalui Gereja-Nya dengan menjadi anggota tarekat religius atau diosesan.

“Dulu sekali,  saya pernah membina 40 orang novis SFIC,” kata suster senior kami ini mengenang ‘masa-masa emas’ ketika novisiat ‘kebanjiran’ peminat mudi-mudi ingin menjadi suster.

“Sekarang ini,” kata dia lagi, “semakin sedikit jumlah orang  yang mau datang ke biara dan menyatakan diri ingin menjadi suster. Kalau pun ada, jumlahnya sangat sedikit dan itu bisa dihitung dengan jari,” paparnya.

Memotivasi anak-anak muda untuk melihat bahwa ada cara hidup lain yang secara khusus mengabdikan diri kepada Tuhan melalui Gereja-Nya: hidup bakti sebagi religius imam, suster, bruder dan panggilan menjadi imam diosesan. (Dok)

Paparan pengalaman suster SFIC senior ini jelas bukan mengada-ada. Ia mengalami dan merasakan aroma kejayaan itu ketika menjadi magistra untuk para suster calon SFIC di postulat dan novisiat kami. Barangkali, desahan bangga sekaligus ‘prihatin’ itu kini  juga dirasakan oleh para provinsial aneka tarekat suster, imam, dan bruder, namun terlebih para mantan magister dan magistra.

Sejak tujuh tahun terakhir ini, Kongregasi SFIC sudah mulai ‘pasang kuda-kuda’ guna bisa dengan baik merespon situasi yang kian menunjukkan kecenderungan jumlah panggilan hidup bakti menurun drastis.

Guna menyiasati gejala munculnya krisis jumlah panggilan yang  kini sudah terjadi, maka muncullah metode jemput bola ala SFIC. Layaknya sebuah promosi dalam dunia marketing yang mempromosikan produknya agar diketahui dan diminati oleh konsumen, hidup membiara untuk zaman ini juga mau tidak mau harus melakukan promosi panggilan supaya dikenal oleh umat.

Intinya kami ingin meningkatkan kesadaran sosial di kalangan umat katolik bahwa ternyata ada panggilan hidup lain dan khusus, selain hidup berkeluarga. Meretas tumbuhnya kesadaran sosial ini kami lalukan agar dengan demikian berkat dorongan Roh Kudus masih terus  ada muda-mudi yang tergerak hatinya untuk menjawab panggilan Tuhan.

Sebenarnya,  istilah metode jemput bola dalam penyaringan calon ini  sudah tak asing lagi bagi banyak kongregasi religius para suster dan bruder. Namun harus diakui bahwa masing-masing kongregasi itu punya style-nya masing-masing.

Aksi promosi panggilan bersama tim promotor panggilan tarekat lain. (Dok)

Tim animator panggilan

Berdasarkan keputusan Kapitel Provinsi Indonesia ke-7 pada tahun 2011 silam, maka dibentuklah Tim Animator SFIC atau biasa disebut Tim Penjaring Calon yang terdiri minimal tiga orang yang harus segera menjalin kerjasama dengan para animator panggilan di setiap komunitas SFIC.

Berbekal  Surat Pengangkatan No. 01/DPI – Sp./XII/2011 dan atas persetujuan Pemimpin Provinsi bersama Dewan Penasihatnya dari Provinsi Indonesia, maka dipilihlah empat suster membentuk sebuah tim kecil guna meretas gerakan menjaring para calon potential tersebut.

Tim Animator Gerakan Promosi Panggilan yang sengaja dibentuk oleh Kongregasi SFIC.  Provinsi Indonesia 2011-Sekarang: Ki-ka: Sr. Serlina Sigiro SFIC, Sr. Yuvina SFIC, Sr. Maria Seba SFIC dan Sr. Laura SFIC (Dok)

Keempat suster ini adalah Sr. Yuvina SFIC (ketua), Sr. Serlina Sigiro SFIC (bendahara), Sr. Laura SFIC (sekretaris) dan Sr. Maria Seba SFIC (anggota). Tim ini punya tugas sebagai berikut:

  • Mempromosikan Kongregasi Suster SFIC melalui kegiatan aksi panggilan di paroki–paroki, asrama binaan SFIC, sekolah-sekolah Katolik.
  • Promosi offline seperti membagi brosur dan angket, menjalin korespondensi dengan calon potensial, melalui perjumpaan langsung. Hal sama juga dilakukan secara online dengan  memanfaatkan jejaring melalui medsos dan aneka bentuk jalinan komunikasi lainnya.
  • Menjalin kerjasama dengan tim promosi panggilan dari tarekat lain.
  • Mengikuti setiap program acara bertemakan Aksi Panggilan (ekaristi kaum muda, acara rekoleksi kaum muda, turne, dll),  baik itu di pusat paroki maupun di stasi kecil.
  • Menjaring calon, terutama mereka yang tinggal di lingkungan asrama, wilayah paroki.
  • Mengunjungi keluarga para calon yang sudah pasti akan masuk dan memotivasi keluarga agar semakin mendukung tekad anggota keluarganya untuk bergabung masuk menjadi anggota SFIC.
  • Memberi kesaksian baik dengan menjalani cara hidup yang sesuai dengan status dan martabat hidup religius dalam Gereja.
Wahai pemudi, jangan ragu datang dan mengunjuni biara-biara SFIC dimana kalian berada. (Dok.)

Adapun bahan/isi kegiatan aksi panggilan sebagai berikut:

  • Menjelaskan profil SFIC lewat slide. Di sini ada beberapa pembedaan atas target sasaran: kategori umum (OMK), kategori penghuni  asrama dengan menggunakan slide spesifik tentang SFIC dan bahan pertemuan Aspiran.
  • Angket.
  • Permainan/game, lagu dan gerak dll.
  • Video terkait panggilan.
  • Dialog dan sharing.
Mengajak OMK perempuan datang berkunjung di biara SFIC di Pontianak dan makan bersama di Rumah Retret Wisma Immaculata tak jauh dari Gereja St. Yosep Katedral Pontianak. (Dok. SFIC)
Datang mengunjungi para suster SFIC senior yang sudah pensiun di Biara St. Antonius Pontianak dan memotivasi anak-anak muda mengasihi dan merawat dengan kasih para orangtua mereka ketika umur sudah uzur. (Dok SFIC)

Bahan/isi kegiatan pertemuan para aspiran dan simpatisan sebagai berikut:

  • Tema pertemuan “panggilan Tuhan dan pilihan Hidup”.
  • Menampilkan paparan profil melalui slide tentang Kongregasi SFIC.
  • Game, lagu dan gerak.
  • Video.
  • Dialog, sharing dan tanya jawab.
  • Kunjungan ke Novisiat dan Provinsialat.
  • Mengunjungi komunitas Suster-suster jompo SFIC di Biara St. Antonius.

Berkat segala usaha dan cita-cita dari terbentuknya gerakan tim animator panggilan SFIC ini, puji Tuhan Kongregasi SFIC sampai saat ini setiap tahun selalu ada para pemudi yang berniat bergabung dengan kami.

Datang mengunjungi keluarga Yasinta, seorang calon suster SFIC guna memotivasi keluarga ini memberi dukungan moril kepada anggota keluarga agar terus bersemangat memelihara nyala api panggilan hidup religius. (Dok. SFIC)
Rekoleksi dan pengenalan tarekat religius Kongregasi SFIC kepada para OMK perempuan di Rumah Retret Wisma Immakulata Pontianak. (Dok SFIC)
OMK perempuan dengan sangat antusias ingin mengetahui sejarah, semangat, spiritualitas tarekat religius Kongregasi Suster SFIC dalam sebuah program promosi panggilan di Rumah Retret Wisma Immakulata Pontianak. (Dok. SFIC)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here