Puncta 06.08.20: Naik Gunung Merbabu

0
372 views
Ilustrasi - Gunung


Matius 17:1-9

SETELAH mengadakan camping di Plantungan, Kendal, kami berencana langsung naik gunung Merbabu. Waktu itu ada beberapa teman mendaftar. Tetapi pada hari H-nya mereka mengundurkan diri.

Tinggal aku dan Fr. Budiharyana (Sekarang Romo Vikep Solo).

“Bagaimana Bud, tinggal berdua nih, jadi gak?” tanyaku mencari penegasan.

“Ayo, berani gak kita berdua naik Merbabu besuk?,” dia malah menantang.

Akhirnya hanya berdua saja kami sampai di Puncak Merbabu pagi-pagi masih gelap. Dalam keheningan pagi, dingin menusuk tulang, kami menikmati matahari terbit. Ada pengalaman bahagia yang tak bisa dilukiskan. Langit biru membentang dan semburat jingga mengubah gelap menjadi terang.

Perubahan rupa itu adalah momen sangat luar biasa.

Tetapi pendaki gunung yang sukses itu bukan ketika berada di puncak, namun ketika dia bisa turun gunung dengan selamat. Ada banyak pendaki Himalaya mati, saat mereka berusaha turun. Ada yang kelelahan, kelaparan, kedinginan membeku, jatuh dari tebing.

Pengalaman luar biasa dialami ketiga murid, Petrus, Yakobus dan Yohanes, ketika mereka diajak naik gunung oleh Yesus.

Mereka melihat Yesus berubah rupa di atas gunung. Wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang. Ini pengalaman rohani yang luar biasa, konsolasi. Pengalaman kebahagiaan yang membuat lupa diri.

Petrus berkata, “Tuhan betapa bahagianya kami di tempat ini.”

Ia ingin tetap tinggal dengan membuat tiga kemah, padahal mereka berenam.

Pengalaman itu dimahkotai dengan penegasan akan perutusan Yesus sebagai anak Allah. “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan. Dengarkanlah dia.”

Petrus ingin tetap tinggal dalam pengalaman rohani yang menakjubkan itu. Tetapi Yesus mengajak mereka turun, menuju pada pengalaman hidup yang biasa dan sederhana.

Maka retret atau mengasingkan diri itu penting, supaya kita mengalami konsolasi, dan mengambil jarak dengan kehidupan riil. Dengan semangat baru kita menjalani kehidupan nyata dengan gembira.

Sebagaimana para pendaki itu harus turun ke dunia nyata, begitu pula kita diajak mencintai panggilan kita dalam kehidupan sehari-hari. Kita dikuatkan bahwa Yesus senantiasa menyertai kita dari zaman dulu, sekarang dan di masa depan.

Tuhan menemani kita. Ia turun ke dunia nyata.

Renungkan pengalaman konsolasi yang membuat anda bersemangat dalam menjalani hidup ini bersama Tuhan.

Pagi-pagi jalan ke embung.
Sambil menikmati hangatnya mentari.
Pengalaman indah di atas gunung.
Membakar gairah jalani hidup sehari-hari.

Cawas, tetap semangat….

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here