Rabu, 3 Maret 2021: Melayani dengan Hati

0
586 views
Ilustrasi.

Bacaan I: Yer 18:18-20
Injil: Mat 20:17-28

“HIDUP dan mati itu di tangan Tuhan,” kata bapak yang terbaring sakit karena stroke.

“Saya sangat berterima kasih pada anakku perempuan satu-satunya ini yang telah merawat saya selama ini,” katanya pelan.

“Pak, ini sudah menjadi kewajibanku, saya ihklas merawat bapak, yang penting bapak semangat, agar segara pulih,” kata anaknya.

“Saya tidak kuat lagi,” kata bapak itu.

“Tahan ya pak, kita cari obat ke rumah sakit, bapak harus kuat,” kata ibu itu.

“Tidak usah,” kata bapak itu pelan.

Tiba-tiba ada bunyi telpon dari salah satu anak bapak itu yang kerja di kota.

“Mestinya, bapak dibawa ke rumah sakit, jangan dibiarkan saja. Berapa pun biayanya saya yang tanggung asal bapak mendapat perawatan yang maksimal,” bunyi telpon dari jauh ke ibu itu.

“Kondisi bapak sudah tidak mungkin untuk dibawa ke rumah sakit Mas. Dokter sudah datang ke rumah tadi pagi,” kata ibu itu menjelaskan.

“Kamu tinggal mengurus bapak saja tidak becus. Ingat ya, semua kebutuhan sudah saya penuhi,” kata dalam telpon dengan nada gusar.

“Saya sudah berusaha sebaik mungkin Mas,” jawab ibu itu pelan menahan sedih mendengar kata-kata kakaknya

“Saya juga kuatir dan sedih saat ini, kita hanya bisa pasrah pada Tuhan Mas,” katanya.

Memang sangat mudah menyalahkan. Apalagi jika merasa mampu dan punya kuasa, punya uang, hingga merasa paling berhak menentukan dan mengatur situasi yang ada.

Pelayanan dengan tulus ihklas yang telah dilakukan oleh ibu itu seakan hilang tak berbekas di mata orang yang arogan dan merasa bisa segalanya karena kekayaan yang dia miliki.

Hari ini kita dengar, “Barang siapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu. Sama seperti Anak Manusia: Ia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”

Menjadi besar karena melayani, bukan karena dilayani.

Belajar dari ibu dalam kisah di atas yang siang malam merawat bapaknya yang stroke.

Pelayanan sejati itu baru muncul, ketika kita berbuat sesuatu bukan untuk diri sendiri melainkan demi kebahagiaan, kebaikan orang yang kita layani.

Semasih kita melakukan pelayanan dengan memperhatikan kebutuhan dan kepentingan diri sendiri maka pelayanan itu belumlah total dan sejati.

Pelayan yang sejati itu tidak mudah surut meski banyak tantangan dan kesulitan, bahkan meski dicemooh dan diragukan orang lain.

Masihkah hati kita tergerak untuk melayani sesama?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here