Home BERITA Rasa Bersalah dan Berdosa karena Cabut Alat Bantu Nafas

Rasa Bersalah dan Berdosa karena Cabut Alat Bantu Nafas

0
Ilustrasi - Alat bantu pernafasan (India Times)

BAPERAN – BAcaan PERmenungan hariAN.

Jumat, 15 Oktober 2021.

Tema: Dia mempedulikanmu.

  • Rm. 4: 1-8.
  • Luk. 12: 1-7.

SEHARUSNYA agama itu menyenangkan. Ia menyadarkan bahwa manusia dapat mengembangkan persaudaraan dan persahabatan sosial. Agama itu dapat  mengembangkan bibit ilahi dalam diri.

Agama tidak sekadar kumpulan dogma-dogma. Juga bukan koleksi aturan-aturan yang membelenggu manusia; menakut-nakuti manusia; bahkan mengancam dengan senjata dosa.

Saya membayangkan dan percaya agama itu mengobarkan dalam setiap hidup insani kisah-kisah cinta yang murni dan manusiawi. Memotivasi lahirnya tindakan-tindakan suci dan adil, dan bersama membangun sebuah dunia yang nyaman demi kebaikan bersama. Orang-orang kecil, tersingkirkan dan miskin; yang berkebutuhan khusus; kaum duafa, orang usia lanjut mendapat tempat yang layak dan diperlakukan secara istimewa.

Mungkinkah?

Yesus berkata, “Bukankah burung pipit dijual 5 ekor 2 duit? Sungguh pun demikian tidak seekor pun dari padanya yang dilupakan Allah, bahkan rambut kepalamu pun terhitung semuanya. Karena itu janganlah takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit.” ay 6-7.

Berharga dan mulianya kita ini sebagai yang tercipta.

Demi cinta

“Bagaimana mama ya Mo? Kasihan melihatnya. Kami tidak tahu harus berbuat apa lagi. Bukan soal materi,” curhatnya.

“Ada apakah dengan mama?”

“Kami bersaudara memutuskan mama dibantu dengan mesin pernafasan. Kami sungguh mencintai mama. Saat ini, kami tidak siap ditinggal pergi. Kebetulan tim medis juga menyarankan demikian. Kami berharap mungkin ada sebuah mukjizat.

Kami setuju dan tidak berpikir macam-macam. Kecintaan, kedekatan, hormat, kehangatan pada mama sangat besar di hati kami. Apa pun risiko, kami ingin  mama selalu bersama kami.

Rupanya kesehatan mama tidak berkembang. Banyak doa sudah dimohonkan. Mama sudah setahun lebih tinggal di ICU. Hanya dibantu dengan mesin pernafasan.

Tim medis juga tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Nafasnya hanya tergantung dengan mesin pernafasan. Mesin mati, maka ‘selesai’ semuanya.

Kami pun sudah pasrah akan rancangan kebaikan Tuhan.

Melihat kondisi mama kini, kami tidak tega. Penderitaannya dapat kami rasakan. Kami tidak dapat berbuat apa-apa. Dan kami tidak punya ide apa-apa lagi.

  • Apakah keputusan kami salah?
  • Apakah keinginan kami memperpanjang hidup dengan bantuan mesin pernafasan menyakiti mama?
  • Bahkan membuat mama lebih menderita?
  • Apakah kami melawan takdir?
  • Apakah ego kami berarti kami kurang percaya dan berserah?
  • Kurang yakin akan kehidupan abadi?

Beberapa dari kami kadang-kadang seperti mimpi almarhum papi marah. Kami ingat almarhum papi sayang mami.

Kini, kami semua diliputi rasa bersalah. Coba kalau kami tidak mengiyakan pemasangan mesin pernafasan, mungkin mama telah bertemu dengan alm papa dan berbahagia.

Kami harus bagaimana ya, Mo?” gundahnya.

“Kumpulkanlah semua saudara kandungmu. Kita berdoa dan bicara bersama,” jawabku.

Setelah kami berdoa bersama, saya mengatakan tidak ada yang salah; bahkan tidak boleh merasa berdosa atas keputusan dahulu.

Itulah tindakan cinta kalian.

Kuasa jahat selalu mengobrak-abrik perasaan kita bahkan mengacaukan akal kita seakan-akan kita berdosa besar telah melakukannya.

Ia senang membuat kita berlarut-larut sedih. Itu jerat.

Padahal alat itu adalah temuan kemajuan medis dan sarana yang mungkin membantu dalam proses penyembuhan.

Pada saat itu kita semua berharap, sebagai sebuah ungkapan cinta, kedekatan dan terima kasih atas cinta dan pengorbanan mama. Tidak ada yang salah.

Tidak.

Tapi akhirnya, “Kita harus menyadari, rela melepaskan mama menuju Tuhan dalam iman kita. Iman Paska kita.”

“Siapa yang berani mencabut alat itu?”

Mereka sangat mencintai mama. Mereka tidak mau akhirnya nanti dituduh sebagai yang menghentikan nyawa mama.

Mereka meminta saya mencabutnya dalam doa penyerahan.

Kita dipanggil untuk senantiasa menyandarkan hidup pada kebenaran firman-Nya. Kita diminta untuk berani belajar percaya akan kuasa kasih ilahi yang mengalir dari Bapa dalam Yesus.

Kita adalah saksi dari Tuhan yang bangkit. Kepastian akan kasih Tuhan menyertai tindakan-tindakan kita.

Tuhan, terangi kami. Amin.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version