Rekonstruksi Nilai dalam Dunia yang Kacau

0
570 views
Hedrasmo / Fotografer : Kevin S Putra

SEJAK AWAL, Gereja Katolik tidak menempatkan internet sebagai tujuan, melainkan sarana. Gereja mengapresiasi internet sebagai cara manusia menghasilkan produktivitas. Bahkan gereja menjadikan internet untuk mewartakan kabar keselamatan.

Demikian diungkapkan Sekretaris Eksekutif Komisi Komunikasi Sosial Konferensi Waligereja Indonesia (Komsos KWI) RD Kamilus Pantus dalam “Forum Dialog dan Literasi Media” di Lotta, Minahasa, Sabtu, (21/10).

Sekretaris Eksekutif Komsos KWI RD Kamilus Pantus / Fotografer : Abdi

Di hadapan ratusan Orang Muda Katolik (OMK) Keuskupan Manado Kamilus menyebut Gereja Katolik sejak sebelum Konsili Vatikan kedua sudah bicara tentang hal-hal yang terkait dengan komunikasi sosial.

Karena itu, menurut Kamilus, gereja merasa bahwa persoalan utama yang menggelisahkan terkait media sosial seperti hoaks, berita kekerasan, kebencian bukan pada internet dan teknologi yang terkait di dalamnya, melainkan tentang bagaimana manusia menggunakan teknologi ini.

Sebagai orang kristen, kata Kamilus, OMK harus menggunakan akal budi dan hati nurani sebagai penyaring. “Kemampuan menyaring ini sangat menentukan siapa diri kita di hadapan orang lain,”ujar Kamilus.

Rekonstruksi Nilai

Sementara itu mengutip Francis Fukuyama, Tenaga Ahli Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Hendrasmo yang hadir dalam forum ini menyebutkan bahwa masyarakat kita sekarang ini masih mengalami era yang disebut dengan Great Disruption.

“Akibat teknologi yang menyebabkan munculnya globalisasi terjadilah perubahan dalam tatanan hidup manusia dalam hal sosial, ekonomi, politik, dan budaya,”ujar Hendrasmo.

Fotografer : Kevin S Putra

Manusia zaman sekarang cenderung menjadi pragmatis, mengejar apa saja yang diinginkannya dan meninggalkan nilai-nilai positif serta mengacaukan banyak hal. “Ini terutama terjadi di era transisi saat masyarakat industri beralih menuju masyarakat informasi,”ujar Hendrasmo.

Karena itu, kata Hendrasmo, Fukuyama menyarankan agar kita melakukan great reconstruction, dengan melakukan rekonstruksi nilai-nilai. Hendrasmo menyebutkan agar OMK kembali menghadirkan nilai-nilai kebangsaan, persatuan, nasionalisme untuk kembali mengikat yang telah terpecah belah.

Sebagai bangsa yang besar, kemajemukan dan keragaman yang menjadi kekayaan Indonesia harus dijaga dan dipelihara.”Kita harus menyikapi perbedaan bukan sebagai akar konflik, tetapi sebagai kekuatan,”tegas Hendrasmo.

5 Nilai

Dalam kaitannya dengan persoalan kabar bohong alias hoaks, pertemuan The ASEAN Senior Officials Responsible for Information (SOMRI) di Filipina pada 22-23 Maret 2017 menyepakati 5 nilai. Kelima nilai itu, kata Hendrasmo antara lain responsibility, emphaty, authenticity, discernment dan integrity.

Responsibility atau tanggung jawab menurut Hendrasmo berarti kita harus berpikir dan bertanggung jawab terhadap konten yang diunggah. Emphaty atau empati berarti kita harus berpikir dan berempati akan akibat konten yang diunggah terhadap perasaan orang lain.

Authenticity atau otentisitas artinya kita harus tetap otentik dan siap berjaga terhadap semua konten yang diunggah,”ujar Hedrasmo.

Discernment (kearifan) menuntut kita kritis mengevaluasi informasi atau konten online yang diperoleh sebelum mengambil tindakan terhadapnya. “Terakhir intergrity (integritas) yang menuntut kita harus melakukan hal yang benar, berani menyuarakan kebenaran dan melawan perilaku negatif di dunia online,”kata Hendrasmo.

Kegiatan literasi media ini merupakan yang kelima setelah Kominfo dan Komsos KWI menyambangi Jakarta/Bogor, Malang, Medan, dan Bandung. Selanjutnya akan dilakukan di Kota Kupang dan Semarang.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here