- Bacaan I : Kis. 8:5-8.14-17
- Bacaan II: 1 Ptr. 3:15-18
- Injil: Yoh. 14:15-2
ISTILAH itu merujuk pada kisah Kristen kuno, di mana dikisahkan pada saat Petrus “melarikan diri” dari Roma, di tengah jalan dia bertemu dengan Yesus.
Petrus bertanya kepada Yesus: ”Quo Vadis Domine?” (Kemana engkau mau pergi Tuhan?).
Yesus menjawab akan ke Roma untuk disalibkan kedua kali. Dan sejak saat itu, Petrus kembali ke Roma dan kemudian dihukum mati. Di hukum mati dengan di alib, tetapi Petrus minta supaya salibnya dibalik.
Dalam renungan kemarin (16 Mei) yang berjudul Kalabendu, digambarkan situasi dunia yang sulit bagi “habitat” orang-orang yang berjuang menuju ke kebaikan.
Gambaran itu adalah gambaran dunia yang gelap, dimana banyak orang menyukai dan menikmati kegelapan itu.
Orang dihadapkan pada pilihan berjuang terus dengan resiko tergilas, terasing, dan tersingkir. Atau melarikan diri dari dunia yang gelap itu.
Sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan Yohanes, menegaskan bahwa perutusan kita sebagai murid Yesus, diutus untuk masuk terlibat dalam dunia yang gelap itu.
Dipanggil untuk membawa terang dan mengembalikan banyak orang kepada Terang. “Dunia tidak dapat menerima Roh Kebenaran itu sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu.
Dalam dunia yang gelap itu, Roh Penolong yaitu Roh Kebenaran akan selalu menjadi penutun dan penolong. Maka kemampuan untuk mengasah ketajaman batin, untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mengolah kepekaan nurani agar selalu mendengarkan dan menuruti Roh Kebenaran.
Manakala aku selalu berani mengasah ketajaman batin maka apa yang kudengar dari Roh Kebenaran adalah perintah yang mengikat, namun tidak mengurangi atau menghilangkan kebebasanku. Perintah yang mengikat itu aku rasakan karena aku mengasihi Dia yang mengutus aku.
Pada gilirannya, dengan kebebasanku dalam memilih, aku membawa terang. Aku tidak lagi tersandera oleh tawaran-tawaran dunia yang memikat.
Ketika syarat untuk kenaikan pangkat adalah dengan “menyogok”, dan aku memilih tidak “menyogok”, dengan resiko tidak naik pangkat, inilah bentuk kebebasan yang membawa terang.
Akankah aku mampu? Jawabnya ada pada kesetiaan dan ketekunanku untuk mengolah batin dan mengolah rasa.
Iwan Roes RD.
Untuk membaca renungan sebelumnya, silakan kunjungi dan follow IG kami:
@clcindonesia
@clcjakarta
@clcbandung
@clcyogyakarta
@clclokalsurabaya