Renungan Harian 28 Juni 2020 – Pilihan

0
301 views
Ilustrasi - Gunung

Minggu Biasa XIII
Bacaan I: 2Raj. 4: 8-11.14-16a
Bacaan II: Rom. 6: 3-4.8-11
Injil: Mat. 10: 37-42
 

BEBERAPA tahun yang lalu ketika saya selesai merayakan ekaristi, ada seorang bapak muda bersama isterinya ingin bicara dengan saya. Bapak itu mohon doa agar keluarga orang uanya diberi kedamaian dan dapat saling mengasihi satu sama lain.

Melihat keheranan saya, ia bercerita. Bapak muda ini empat bersaudara, dia anak bungsu, mempunyai satu kakak laki-laki yang paling besar dan dua kakak perempuan. Keluarganya adalah keluarga Katolik yang baik dan aktif. Keluarganya mempunyai toko dan bengkel mobil.
 
Toko dan bengkel mobilnya amat laris dan berkembang baik, akan tetapi kemudian mulai menurun seiring banyaknya pesaing. Keadaan ini sudah barang tentu meresahkan orangtuanya apalagi masih ada tiga orang yang masih kuliah termasuk dirinya.

Melihat keadaan toko dan bengkelnya yang demikian, entah mendapat bujukan dari mana, orangtuanya memutuskan untuk mencari “penglaris” ke Gunung Kawi.

Dia dan kakak perempuan di atasnya tidak setuju dengan keputusan orangtuanya. Sementara kedua kakak yang lain setuju.

Sebagai akibat ketidak setujuannya, mereka berdua diusir dari rumah.
 
Dia dan kakaknya kemudian tinggal di rumah kakeknya, dan untuk membiayai kuliah, mereka memberi les. Sampai dia dan kakaknya ini selesai kuliah, bekerja dan menikah mereka berdua tetap tidak diterima oleh keluarganya.
 
Akhir-akhir ini, ketika orang ua mereka mulai tua dan sakit-sakitan, kedua kakaknya mulai ribut soal warisan. Keluarga ini jadi saling bermusuhan bahkan dengan orangtua mereka pun terjadi permusuhan. Semua bersumber soal harta.
 
Karena alasan itulah, bapak muda ini datang minta doa untuk keluarganya.
 
Apa yang dilakukan oleh bapak muda ini dan kakak perempuannya menolak keputusan orangtuanya untuk mencari “penglaris” ke Gunung Kawi yang berakibat diusir oleh orang tuanya adalah sebuah risiko dari pilihan mereka.

Mereka memperjuangkan agar keluarganya tetap hidup sesuai dengan iman mereka. Apa yang mereka lakukan dianggap sebagi tindakan durhaka. Tetapi keyakinan bapak muda dan kakaknya untuk tetapi setia pada imannya menunjukkan bagaimana sikap seorang beriman pada Kristus.
 
Sebagaimana Sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan oleh Matius: “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, tidak layak bagiku.”

Pilihan untuk setia pada Kristus sebagaimana dialami dua orang kakak beradik itu seringkali harus menanggung resiko yang tidak mudah.

Risiko yang ditanggung membuat mereka dianggap layak menjadi murid Tuhan.
 
Maka pertanyaan besar bagiku apakah aku bisa disebut orang yang layak bagi Tuhan?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here