Renungan Harian 9 Agustus 2020: Surfing

0
902 views
Ilustrasi --bermain ombak dengan cara surfing - Surf School Canary Island


Minggu Biasa XIX
Bacaan I: 1Raj. 19: 9a.11-13a
Bacaan II: Rom. 9: 1-5
Injil: Mat. 14: 22-33
 
DALAM sebuah kesempatan berlibur ke Bali, saya main ke sebuah pantai di mana banyak orang bermain surfing. Saya senang melihat orang-orang yang bermain surfing, mereka meliuk-liuk meniti ombak seperti seorang penari.
 
Orang-orang yang bermain surfing selalu mencari ombak, semakin banyak ombak yang datang, semakin gembira mereka bermain.

Ombak bukan hanya teman, tetapi kebutuhan mereka. Tanpa ombak, mereka tidak mungkin bermain surfing. Mereka bisa menari, justru karena adanya ombak.
 
Di tempat itu secara kebetulan saya berkenalan dengan seorang instruktur surfing, sehingga saya bisa ngobrol dan bertanya-tanya.

Dalam obrolan, ia mengatakan syarat utama orang bisa bermain surfing dengan cepat adalah mencintai laut dan ombak. Karena dengannya orang tidak takut, tetapi bisa menikmati laut dan gelombangnya.

Syarat berikut adalah tekun berlatih.
 
Ia bercerita bahwa latihan awal adalah belajar keseimbangan dengan telungkup di atas papan surfing, kemudian belajar mendayung, belajar sifat gelombang dan kemudian belajar berdiri. Semua diceritakan dengan detail dan menarik.

“Nah, pada saatnya orang akan menari di atas ombak. Saat itu rasanya kami dapat mengendalikan ombak, ombak sesuatu yang menyenangkan. Ketika ombak datang kami akan menjemputnya dengan bahagia karena dengannya kami akan menari. Tapi kami tetap waspada, karena kalau tidak hati-hati ombak yang kami nantikan itu akan menghempaskan kami,” katanya mengakhiri pembicaraan kami.
 
Peziarahan hidup sering kali diumpamakan dengan mengarungi lautan. Laut dengan seluruh pesona dan bahayanya itulah medan peziarahan hidup.

Kadang tenang, damai menyejukan; kadang ombak-ombak yang tidak terlalu besar berdebur indah tetapi tidak jarang gelombang besar yang menakutkan.
 
Belajar dari kisah instruktur surfing, syarat pertama dan utama adalah mencintai lautan. Maka syarat pertama dan utama bagiku adalah mencintai medan peziarahan.

Hal berikut adalah berlatih dengan tekun. Pezirahan hidup adalah berlatih dan berlatih. Berlatih untuk berjuang menikmati hidup. Gelombang badai kehidupan adalah medan berlatih hidup yang luar biasa. Pada saat aku  erhempas dan bisa bangkit, maka aku tahu bagaimana berjuang agar aku tetap berdiri tegak ketika badai itu datang, atau yang lebih penting adalah ketika aku terhempas aku tahu bagaimana aku harus berdiri.
 
Meski demikian, kekuatan badai yang menerpa kehidupanku tidak selalu sama. Tidak jarang badai yang begitu dahsyat mengombang-ambingkan peziarahan hidupku dan aku tidak tahu bagaimana aku mengahadapinya.

Satu hal yang kuperlukan saat itu aku berteriak: “Tuhan, tolong aku.”

Aku berteriak karena yakin Tuhan akan mengulurkan tangan-Nya dan memegang tanganku sehingga aku selamat. Sebagaimana pengalaman Petrus yang takut dan mulai tenggelam.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here