Renungan Harian 9 Maret 2021: Sadar Diri

0
1,081 views
Ilustrasi - Kehidupan keluarga. (Ist)


Bacaan I: Tamb. Dan. 3: 25. 34-43
Injil: Mat. 18: 21-35
 
SRI Paus memberikan nasehat yang amat bagus berkaitan dengan hidup perkawinan, “The perfect family doesn’t exist, nor is there a perfect husband or a perfect wife, and let’s not talk about the perfect mother in law! It’s just us sinners. If we learn to say we’re sorry an ask forgiveness, the marriage will last.” (Keluarga yang sempurna itu tidak ada, demikian juga tidak ada suami atau istEri yang sempurna. Janganlah bicara soal ibu mertua yang sempurna pula. Kita semua adalah orang berdosa. Jika kita selalu belajar untuk mengatakan maaf dan minta diampuni maka perkawinan akan langgeng).
 
Sri Paus menerangkan, seorang suami adalah seorang laki-laki yang tidak sempurna, berasal dari keluarga yang tidak sempurna demikian pula seorang istEri adalah seorang perempuan tidak sempurna yang berasal dari keluarga yang tidak sempurna.

Maka yang paling penting adalah selalu belajar untuk meminta maaf dan memaafkan, meminta ampun dan mengampuni.
 
Hal yang mendasar ditekankan Sri Paus adalah kesadaran diri sebagai pendosa, kesadaran diri sebagai orang yang tidak sempurna.

Kesadaran ini memampukan seseorang untuk meminta ampun dan mengampuni.
 
Tindakan mengampuni adalah pergulatan besar bagi banyak orang.

Pernyataan yang sering muncul adalah: “kesabaran seseorang ada batasnya.”

Maka orang bertanya: “sampai kapan saya harus bersabar?”

Betapa lebih mudah menyimpan dendam dari pada memberikan pengampunan.
 
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam injil Matius, Tuhan Yesus menjawab pertanyaan Petrus, bahwa pengampunan itu tidak terbatas.

Pertanyaan Petrus mewakili pergulatan banyak orang berkaitan dengan pengampunan.

Betapa sulit memahami dan melaksanakan apa yang Tuhan kehendaki. Kiranya  nasehat Sri Paus membantu untuk menghayati perintah Yesus yaitu kesadaran diri sebagai orang berdosa dan tidak sempurna.

“Bukan. Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.”
 
Bagaimana dengan aku?

Mudahkah aku mengampuni orang lain yang bersalah kepadaku?
 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here