Renungan Minggu 9 Mei 2021: Menjadi Sahabat bagi Pasangan Hidup

0
251 views
Ilustrasi: Keakraban anak dengan orangtuanya by Romo Antonius Suhud SX.
  • Kis 10: 25-26, 34-35, 44-48;
  • 1 Yoh 4: 7-10;
  • Yoh. 15: 9-17.

ADAKAH persahabatan itu bersifat kekal? Bukankah setiap pribadi memiliki kepentingan diri?

Apa yang mesti dikembangkan dalam diri kita masing-masing agar supaya persahabatan “dapat” menjadi “sarana” tidak hanya sebagai pengembangan diri; tetapi juga ke arah kebaikan bersama.

Persahabatan adalah ikatan batin yang kuat; sebuah pengakuan akan “yang lain” sebagai yang lain, yang “terdekat”.

Sebuah gerak dinamis baik bersama maupun sendiri untuk melakukan mimpi-mimpi yang dibangun bersama.

Apa artinya, kalau Yesus berkata, “Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.” ay 14.

Persahabatan manusiawi

“Mo, kenalkan ini isteri dan anak-anak saya.”

“Berapa lama kalian sudah berkeluarga?”

“20 tahun Romo.”

“Wah… sudah lumayan lama ya. Bahagialah.”

“Berproses romo. Jatuh bangun, tetapi menuju pengenalan yang lebih mendalam. Kami belajar mengenal karakter masing-masing; dan mencoba memahami tanpa memaksakan. Juga terhadap anak-anak, Mo.”

“Oh… hebat. Nagaimana kalian mengusahakan ya?”

“Papa nggak sabaran Romo,” celetuk anak laki-lakinya.

“Mama juga perfeksionis. Mama bisa uring-uringan, kalau kamar kami berantakan. Mama nggak mau tahu dan gak mau membantu. Paling melapor kepada papa dan kemudian papa melototi kami.”

Orangtua mereka ada tersenyum.

“Ngadu ya sama Romo. Awas aja nanti. Nggak dimasakin yang enak.”

“Tuh kan, di depan Romo aja berani ngancam.”

Tapi suasana tidak tegang; pernyataan tak menyudutkan; bahkan terasa bercanda walau ada sentilan.

“Sejak akhir SMA dan Perguruan Tinggi, kami ikut kelompok KHK (Komunitas Hidup Kristiani) atau CLC (Christian Life Community).

Di sanalah awal persahabatan kami. Kami diajari bagaimana menjadi sahabat bagi yang lain. Dan menyadari bahwa yang lain adalah yang lain juga; tidak bisa dipaksa, dipengaruhi atau dikuasai.

Aku dan yang lain bersama-sama menjadi sahabat satu terhadap yang lain. Kami melanjutkan dalam sebuah ikatan perkawinan.

Lewat dasar itulah kami tumbuh bersama-sama di dalam keluarga. Unsur persahabatan kami usahakan Romo.”

“Misalkan?”

“Ya kami bicara satu sama lain bila ada persoalan. Kadang kami melakukan hal-hal yang sedikit “sableng”.

Misalnya ada salah satu dari kami sedang menyiram tanaman; maka tiba-tiba ada yang ambil gayung menyiram lalu. Akhirnya siram siraman, walaupun awalnya kadang jengkel.

Dan kalau doa keluarga ada waktu untuk menceritakan pengalaman keseharian baik yang menggembirakan maupun yang menjengkelkan. Dan kami selalu pergi ke gereja bersama-sama.”

Saya mendengar dan mengamini semua pengalaman-pengalaman dan pembentukan-pembentukan karakter dalam keluarga mereka.

Kupikir itulah artinya menjadi sahabat. Memang tidak selalu menyenangkan; kadang ada kejadian-kejadian yang menjengkelkan.

Iman kita akan Yesus menguatkan  untuk tidak pernah  berhenti mencoba. “Lihatlah bagaimana mereka mengasihi satu sama lain.” lih. Kis 11: 26.

Kita percaya dengan menerima anugrah iman kita menjadi ciptaan baru. Kita ditetapkan menjadi sahabat Yesus. Kita pun diutus-Nya sebagai pribadi terdekat-Nya.

Ia meneguhkan kehidupan kita.

Tuhan, terimakasih, Engkaulah yang memilih dan menetapkanku menjadi sahabat-Mu. Amin

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here