Renungan – Taat tanpa Pamrih

0
489 views
Ilustrasi - Tulisan dengan huruf bahasa Jawa. (Ist)

Kamis, 13 Mei 2021
Hari Raya Kenaikan Tuhan
Bacaan I: Kis. 1: 1-11.
Bacaan II: Ef. 1: 17-23.
Injil: Mrk. 16: 15-20.
 
DI makam Sosro Kartono, ada tulisan nasehat luhur, kiranya sumbernya sudah ada dalam ajaran luhur dalam tradisi Jawa.

Nasihat itu berbunyi:
 
“Suwung Pamrih Tebih Ajrih. (Kosong dari pamrih dan jauh dari takut)
 
Suwung pamrih, tebih ajrih, namung madosi barang ingkang sae, sedaya kula sumanggaaken dhateng Gusti. (Kosong dari pamrih, jauh dari rasa takut, hanya mencari sesuatu yang baik, semua saya pasrahkan pada Allah)
 
Yen kulo ajrih kenging dipun wastani ngandhut pamrih utawi ancas ingkang mboten sae.
(Kalau saya takut dapat dikatakan punya pamrih atau punya niat yang tidak baik)
 
Luh ingkang medal saking manahk dede luhipun tangis pamrih, nanging luh peresaning manah suwung pamrih,” (air mata yang keluar dari hati bukan air mata tangis pamrih, tetapi air mata yang perasan hati yang kosong dari pamrih).
 
Nasihat yang amat bagus dan luar biasa. Sebuah nasehat agar orang bertindak atau menjalankan segala sesuatu bukan karena pamrih.

Juga kalau menjalankan segala sesuatu jangan takut dengan apa pun, takutlah dengan keinginan akan pamrih.

Semua tindakan dasarnya karena keinginan untuk mencari hal-hal yang baik dan berani berserah pada Allah.
 
Nasihat yang tidak mudah untuk dijalankan. Betapa sulit menjalankan sesuatu tanpa pamrih, apa pun tindakan sering berdasarkan atas pamrih sesuatu. Bagaimana aku bisa membebaskan diri pada pamrih?
 
Dalam nasihat itu dikatakan yang dicari hanyalah hal-hal yang baik dan segalanya dipasrahkan pada Allah.

Artinya bertindak mencari hal-hal yang baik akan tetapi bukan untuk kepuasan diri atau kepentingan diri, semua dipasrahkan pada Allah.

Kiranya kata kunci adalah pasrah pada Allah. Berserah total pada Allah,tanpa mengharapkan apa pun.
.
Kiranya itulah yang dilakukan para Rasul setelah Yesus naik ke surga. Mereka pergi mewartakan kabar gembira. Tujuannya satu yaitu mewartakan kabar gembira, bukan mencari kepentingan sendiri dan bukan pula mencari kepuasan diri.

Para murid sungguh menggantungkan dirinya pada penyelenggaraan ilahi, sehingga Allah ikut serta dalam karya mereka dan meneguhkan karya mereka.

“Maka pergilah para murid memberitakan Injil ke segala penjuru. Dan Tuhan turut bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya.”
 
Bagaimana dengan aku?

Apakah aku bisa pasrah sepenuhnya pada Tuhan dan jauh  pamrih?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here