Romo Belagu, Merasa Diri Pemilik Paroki

0
1,060 views
Ilustrasi - Pribadi dominan dan menguasai. (Ist)

BAPERAN – Bacaan PERmenungan HariAN

Jumat, 17 September 2021.

Tema: Keluarga bahagia sukacita Gereja.

  • 1 Tim. 6: 2c-12.
  • Luk. 8: 1-3.

APA itu Gereja? Orang yang membiarkan dirinya dituntun keluar dari dirinya sendiri. Untuk menemukan Allah yang selalu mengaruniakan hal-hal baru di dalam hidup.

Sejauh kita tulus membuka diri terhadap kasih dan melangkah dengan percaya, kita tetap berada dalam Tuhan.

Setiap dari kita dipanggil dan dipercaya untuk meneruskan anugerah Allah.

Menjadi paroki yang hidup

Sebagai imam tahbisan baru, tentu ia lebih banyak mau mendengar. Juga ingin melihat kemungkinan-kemungkinan apa yang bisa membuat umat bergembira. Dalam kebersamaan dan bertumbuh dalam iman.

Iman adalah perayaan dan perjalanan bersama. Setiap orang mempunyai peran masing-masing. Iman yang dianugerahkan kepada kita adalah iman yang melayani dan mengusahakan kebaikan bersama.

Sudah ditegaskan, Gereja adalah umat Allah. Pemilik dan penguasanya bukan romo, tetapi Roh Kudus.

Romo, di satu sisi, bagian dari umat Allah itu sendiri. Salah satu tugasnya adalah memimpin umat dalam kebersamaan menuju Tuhan. Bersama umat  merayakan sakramen iman dan melaksanakan pelayanan gerejani.

Partisipasi umat sangatlah diharapkan. Bukan sebagai pelaksanaan buta kata dan keinginan romo.

Tetapi bersama yang lain berpikir bersama bagaimana berziarah menuju Tuhan. Tentu ada kaidah dan aturan bersama seturut Hukum Gereja

Berjalan bersama dalam koridor Hukum Cinta Kasih. Bapa Uskup sebagai pemimpin wilayah setempat menjadi pribadi yang bertanggungjawab dalam reksa pastoral di seluruh keuskupannya.

Semua imam adalah pembantu Uskup.

Sosok yang sederhana

“Romo, tahu enggak pastor itu?” kata beberapa bapak dan ibu. Ngerumpi.

“Rasanya pernah dengar, tapi belum pernah bertemu. Ada apakah?” jawabku kepo bener.

“Ia pastur yang sangat dekat dan akrab dengan umat. Ia melayani dengan baik. Banyak kesan. Walau sering diomongin, dicurigain.

Ada beberapa ibu yang dekat dengan dia. Grup ibu ini baik, dikenal dalam melayani Gereja. Kami pun mengenalnya dari hati ke hati. Kedekatan mereka menjadi omongan yang tidak menumbuhkan kebaikan. Suami dan anak-anak mereka juga deket dan akrab.

Kami bangga dan senang. Karena memang tidak ada apa-apa. Kami pun mengalami persahabatan yang hangat, akrab dan saling meneguhkan iman.

Kami pun mengatakan hal itu kepada grup ibu. Mereka hanya tersenyum. Suaminya tahu. Kami heran darimana dan kenapa ada suara-suara seperti itu. Tapi kan kami tidak boleh menghakimi,” jelasnya.

Beberapa saat kemudian pastor ini sakit dan meninggal.

Kami sedih. Kehilangan sosok pribadi yang melayani. Tidak gampang goyang diterpa isu. Tetap mengusahakan kerukunan dan membuka peluang bagi siapa pun yang mau terlibat. Ia menjalin relasi persaudaraan, pelayanan dan persahabatan dalam Tuhan.

Kami dengar semua biaya rumah sakit dan penguburannya romo itu ditanggung keluarga ini.

“Kami berharap romo demikian juga. Kami akan mendukung. Memang ada saja suara-suara yang memecah. Tetaplah dekat, akrab dan melayani tanpa membedakan,” pintanya.

“Baiklah bapak-bapak dan ibu-ibu. Mari berjalan bersama,” jawabku.

Bacaan Injil hari ini sangat menarik. Bisa menjadi pembelajaran bagaimana Gereja -kita semua- bertumbuh dalam iman dan pelayanan. Tetap berkembang dalam kebersamaan, walau ada suara-suara yang sebaliknya.

“Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka.” ay 3b.

Sementara Paulus memberi nasihat yang tegas. Ia berhadapan dengan beberapa orang dalam  peribadatan pada waktu itu. Para pemimpin bersilat kata.

Mereka mengira bahwa ibadah itu merupakan suatu sumber keuntungan.

Paulus menasehati, “Kejarlah keadilan,  badah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan. Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal.” ay 11-12.

Tuhan, ajari kami mengerti dan melayani Gereja-Mu. Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here