Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus Pr Menjaga Martabat Manusia dan Menyelamatkan Nyawanya

0
1,469 views
Pejuang kemanusiaan di Batam: Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus Pr, imam diosesan Keuskupan Pangkal Pinang yang bergiat membantu para pekerja migran. (Dok. Romo Paschal)

RUMAH gedong itu punya dua lantai. Berlokasi di Legenda Malaka, sebuah kawasan permukiman elit di Pulau Batam, Provinsi Riau Kepulauan.

Karena berlokasi di kompleks perumahan mewah, banyak orang jadi tak ngeh kalau di rumah berlantai dua itu ada 24 remaja perempuan telah disekap selama lebih dari sepekan.

Barulah ketika ada dua “penghuninya” telah berhasil melarikan diri dari tempat penampungan ini dan kasusnya mengemuka, maka publik pun jadi heboh.

Apalagi ketika kasusnya lalu sampai di tangan Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus Pr, hanya karena di tembok “rumahnya” terlihat ada salib tergantung, untaian rosario dan patung Bunda Maria.

Maklumlah, dua remaja perempuan yang disekap itu Katolik dari NTT sehingga langsung merasa diri “aman” ketika sudah berada di dalam lindungan Gereja.

Kasus ini langsung “meledak” sebagai berita. Terutama setelah polisi membebaskan para remaja yang disekap lainnya dan kemudian memproses kasus ini ke peradilan.

Apalagi, kasus ini rupanya melibatan para pemain lama dengan koneksi kuatnya di kalangan aparat penegak hukum, mafia, dan para preman di Batam.

Peristiwa penting ini terjadi tahun 2014. Dan sejak itu, ancaman dan bahaya selalu mengintai Romo Paschal, demikian pastor diosesan Keuskupan Pangkal Pinang ini selalu dipanggil akrab.

Nyawanya jadi incaran. Komitmennya jadi taruhan. Mau dibayar berapa pun, asalkan dia tak lagi sewot dengan praktik perdagangan orang.

Tapi, Romo Paschal bergeming. Ia tetap “nyaring” bersuara. Tak ayal lembaga perlindungan saksi pun lalu jadi ikut memantau kiprahnya untuk membantunya.

Etos dan spirit kerja

Kalau sudah menyangkut urusan nyawa, maka “hukumnya” adalah pantang mundur. Wajib menjaga dan menyelamatkannya.

Itu sudah menjadi spirit kerja Romo Paschal. Ketika bicara tentang prinsip hidup sekaligus etos kerjanya, setiap kali dia terlibat ikut mengurusi nasib para korban praktik perdagangan orang di Batam dan kemudian berusaha menyelamatkannya.

“Perdagangan manusia ini soal tanggungjawab negara yang telah lalai melindungi warganya dari praktik perbudakan modern,” ujarnya sekali waktu.

Memberi motivasi, advokasi, dan berjuang tanpa henti demi menjaga martabat manusia dan menyelamatkan nyawanya. (Dok. Romo Paschalis)

Orientasinya bukan meraih sukses. Tapi sebagai seorang imam Katolik, rahmat Tahbisan Imamat membawanya untuk selalu  setia mewartakan kebenaran, keadilan, dan memperjuangkan harkat dan martabat manusia.

Ini sudah menjadi komitmen pribadi Romo Paschal. Sudah terjadi mulai tahun 2010 dan masih berlangsung sampai sekarang di tahun 2020. Sejak dia mulai berpastoral di sebuah paroki di selatan Pulau Batam.

Juga karena hampir setiap hari ia masih selalu mendengar confessiones di luar Kamar Pengakuan. Dari para korban perdagangan manusia. Juga dari mereka yang kemudian dia ketahui melalui banyak kontak dengan para korban yang telah dijadikan komoditas bisnis “jual-beli manusia” di Batam.

“Sebagai pastor, suara hati nurani saya tersayat dan menjerit, setiap kali mendengar kisah-kisah tragedi kemanusiaan yang terjadi di depan mata. Apalagi korban-korban itu juga kadang menimpa umat paroki saya,” ungkapnya kepada Sesawi.Net awal Oktober 2020.

Fungsi kenabian imamat

Awalnya tentu saja masih taraf coba-coba. Sekedar ingin memenuhi dorongan rohani dan ingin bisa terlibat secara personal. Namun, spirit kenabian sebagai seorang pastor Katolik ternyata malah semakin mengkristal gumpal dalam dirinya.

Almarhum Mgr. Hilarius Moa Nurak SVD. (Mathias Hariyadi)

Terjadi ketika alm. Mgr. Hilarius Moa Norak SVD –Uskup Keuskupan Pangkal Pinang saat itu— resmi mendapuknya menjadi Ketua Komisi Keadilan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau (KKP-PMP) untuk Kevikepan Utara Kepulauan Riau, Keuskupan Pangkal Pinang.

“Awalnya hanya mau terlibat dengan urusan internal hidup rumah tangga umat terkait kasus-kasus KDRT. Di kemudian hari, ranah kerasulan saya mulai bergeser ke lingkup eskternal keluarga,” papar pastor kelahiran Dabo Singkep, Kabupaten Lingga, Provinsi Riau Kepulauan tahun 1980.

“Saya diminta Mgr. Hilarius agar lebih fokus melayani kasus-kasus ketidakadilan dan upaya meretas perdamaian. Utamanya kasus-kasus korban perdagangan orang dan pekerja migran yang sering mengalami ketidakadilan,” jelasnya kepada Sesawi.Net tentang sejarah karya pastoralnya menjaga martabat manusia dan usaha untuk selalu mau menyelamatkannya

Justru karena fungsi kenabian itu selalu melekat pada martabatnya sebagai imam Katolik, kata Romo Paschal, maka dirinya tak mungkinlah hanya bisa “diam” begitu saja. Apalagi, ketika tragedi kemanusiaan itu terjadi di depan matanya. Belum lagi, kalau korban itu malah berasal dari umat  parokinya sendiri.

“Kalau sudah menyangkut nyawa manusia -siapa pun mereka itu—maka imperatif moralnya ya harus bergerak dan bertindak: KKP-PMP Keuskupan Pangkal Pinang telah memaksa saya untuk berbuat sesuatu. Demi menjaga kehormatan martabat manusia dan keutuhan ciptaan,” terangnya kemudian.

“Singkat kata, itulah prinsip caritas Christi urget nos,” ungkapnya menyitir sesanti klasik. Artinya, cinta Kristus  telah memotivasinya untuk bertindak.

Karena kasus-kasus praktik perdagangan manusia di Batam itu makin lama malah semakin banyak, maka Uskup Keuskupan Pangkal Pinang lalu berkenan “membebaskan” dirinya dari tugas pastoral sebagai imam parokial.

Maka sejak tahun 2013 dan sampai tahun 2020 ini –sudah tujuh tahun berlangsung—Romo Paschal praktis mendedikasikan waktu dan tenaganya sepenuhnya untuk “urusan kemanusiaan”. Tiada lain menjaga dihormatinya martabat manusia dan –kalau terjadi bahaya mengancam martabat itu—harus berusaha menyelamatkan nyawanya.

Karya kemanusiaan ini masih tetap berlangsung sampai sekarang, sekalipun pandemi covid-19 telah sedikit membatasi “ruang geraknya”.

Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus Pr, imam diosesan Keuskupan Pangkal Pinang. (Dok Pribadi)

Misi suci demi orang lain

Yang pasti, karya membela keadilan bagi sesama ini bukan demi memuaskan ambisi pribadi sebagai pekerja kemanusiaan dan pembela martabat orang. Jauh dari panggang api, karya itu dia lakukan sangat jauh dari dari niatan kejar “karier” sebagai aktivis kemanusiaan.

Bagi Romo Paschal, karya kemanusiaan ini ingin dia maknai sebagai komitmen pribadi untuk melakoni tugas mulia yang dipercayakan oleh Keuskupan Pangkal Pinang kepada dirinya sebagai imam. Bukan sebagai pekerja kemanusiaan pada umumnya.

Justru pada titik refleksi teologis ini, pekerjaan mulia ini lalu bisa menemukan maknanya lebih “dalam” daripada hanya sekedar “bekerja” untuk projek kemanusiaan.

Lebih dalam dari itu, kata Romo Paschal, karya ini melulu sebuah mission sacrée di mana popularitas diri menjadi tidak penting. Juga malah sangat tidak perlu untuk pernah mendapat tempatnya. Fokusnya adalah penyelamatan orang lain. Bukan popularitas diri.

Bersama-sama teman relawan. (Dok. Romo Paschal)

Martabat manusia dan nyawanya

Justru karena tugasnya mengemban amanat pastoral KKP-PMP Keuskupan Pangkal Pinang -bukan karena keinginan pribadi atau ambisi diri- maka karya ini dia lakoni dengan target capaian yang objektif dan jelas. Yakni, menjaga martabat manusia dan keutuhan ciptaan sebagaimana diamanatkan oleh Gereja.

“Apalagi karya ini juga sedikit banyak bersinggungan dengan motto tahbisan saya. Bunyinya: ‘Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira sebab Allah memperhatikan daku hamba-Nya yang hina ini,” kata Romo Paschal mengutip naas Injil Lukas 1: 46-48 tentang Kidung Magnificat Maria.

Jadi yang dilakukan Romo Paschal ini semata-mata demi kegiatan “memuliakan” Tuhan. Apalagi, KKP-PMP merupakan satu sub bidang pelayanan dalam Gereja Katolik Lokal Keuskupan Pangkal Pinang di ranah kemasyarakatan.

Romo Saturnus dan para calon tenaga kerja migran yang dibinanya di shelter. (Dok. Romo Paschal)

Dan sesuai namanya, maka KKP-PMP  ini berhubungan dengan persoalan ketidakadilan, upaya meretas perdamaian, dan persoalan buruh migran. Khusus yang terakhir ini, Romo Paschal memberi tekanan, ranah persoalan buruh migran ini sangat rentan akan banyaknya bahaya dan ancaman.

“Karena terkait dengan praktik perdagangan manusia. Lalu, muncul aneka ancaman dan bahaya terkait dengan prosedur memperoleh dokumentasi perjalanan dan prasyarat kerja di luar negeri,” terangnya menjawab Sesawi.Net.

Ia mengakui jujur bahwa dirinya bukan pionir karya kemanusiaan ini. “Sudah banyak imam dan suster yang telah merintis karya ini. Jauh-jauh hari sebelum saya ikut berkiprah,” paparnya.

Bisa jadi, tegasnya, dulu para pelaku peristiwa ini kurang dikenal publik karena terbatasnya akses komunikasi dan informasi. “Dulu hanya media resmi yang bisa memproduksi berita, tapi sekarang medsos pun berperan besar,” katanya.

“Berkat medsos dan jaringan perkenalan dengan para wartawan, maka karya ini menjadi dikenal,” tambahnya lagi.

Sudah banyak kali

Romo Paschal sudah tak ingat lagi, sudah berapa banyak pekerja migran yang sudah dia tolong untuk menyelesaikan aneka “perkara” yang membebatnya. Mulai dari dokumen perjalanan dan prasyarat kerja yang tidak lengkap sampai –yang terburuk—memulangkan jenazah para pekerja ke kampung halaman darimana mereka awal berasal.

Untuk karya kemanusiaan yang butuh energi dan emosi luar biasa ini, Romo Paschal memaknainya sebagai tugas pengutusan Gereja. Bukan mau-maunya sendiri. “Tapi Gereja yang ingin berbelarasa dengan umat manusia dan lingkungannya. Jadi ada dimensi spiritual yang membuat saya bisa melakukan semua ini dan tetap mampu bertahan sampai sekarang,” terangnya.

Justru karena ada spiritualitas yang dia hayati dalam karya ini, maka ancaman dan bahaya yang selalu mengintip hari-harinya menjadi tidak terlalu membuatnya risau hati.

“Kalau dijalani dengan semangat rela berkurban dan ad mairoem Dei gloriam, maka segala sesuatu menjadi dimudahkan. Di sana ada berkat Tuhan,” begitu Romo Paschal merefleksikan karyanya.

Proses adovokasi bersama para tenaga relawan. (Dok. Romo Paschal)

Kultur kematian dia pangkas dengan semangat kultur kehidupan.

“Dan ini sesuai motto pastoral pribadi yang kurang lebih berbunyi: Kalau ada orang suka berbuat jahat, maka sudah semestinya kita berbuat yang sebaliknya. Berbuat baik untuk dan demi sesama,” tegas si bungsu dengan delapan saudara kandung dari pasutri orangtua “migran” dari Maumere di Flores.

Atas karyanya yang selalu menjaga martabat manusia dan berusaha menyelamatkannya itu, Romo Paschal lalu menerima sejumlah penghargaan. Dan pengakuan atas karya kemanusiaannya itu diberikan antara lain oleh:

  • LPSK di Jakarta di kantornya tanggal 28 Agustus 2019.
  • Pemerintah Provinsi Riau Kepulauan tanggal 20 Desember 2019.
  • The Best Activist Humanitarian pada Batamnews Award oleh Harian Batam News tanggal 28 November 2019.
Penghargaan dari Harian Batam News. (Dok. Romo Paschal)
Penghargaan dari LPSK. (Dok Romo Paschalis)

Berani laporkan kasus

Dalam konteks inilah, Romo Paschal bersikap tak gentar ketika melaporan pamen polisi ke Divisi Propam Polri lantaran menangani kasus-kasus perdagangan orang secara “tebang pilih”.

Keberanian itu terjadi pada tanggal 31 Juli 2018 lalu. Dan ia sudah dua kali dipanggil Divisi Propam Polri. Guna menjelaskan duduk masalah perkara yang dia laporkan sebagai ketidakseriusan perwira menengah polisi yang tidak transparan dalam mengusut kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Dengan korban anak di bawah umur asal NTT berinisial MS (16) dan telah melibatkan “orang kaya” dan berpengaruh di Batam.

“Kasus ini diduga telah melibatkan ‘pemain kakap’ dan karenanya tak pernah tuntas diproses secara hukum,” kata Romo Paschal di akhir tahun 2018 lalu.

Deklarasi Pemuka Agama dan Masyarakat Sipil Dukung Pengesahan RUU Perlindungan PRT tanggal 7 Oktober 2020. (Dok. Romo Paschal)

Tidak berhenti di situ saja. Romo Paschal juga melaporkan sejumlah jaksa yang diduga “ikut bermain” dengan menetapkan tuntutan sangat ringan terhadap terdakwa.

Laporan itu dia bawa ke Kejakgung Jakarta dan kepada  Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). “Ini persoalan kemanusiaan yang amat serius,” kata Romo tentang keberaniannya melawan arus.

Gereja Katolik, demikian ujarnya, harus tetap menyuarakan spirit misericordia kepada publik.  Tuhan telah turun dalam sejarah hidup manusia, maka kerahiman Allah itu harus diterjemahan dengan komitmen Gereja untuk berani turun dari altar ke “pasar”.

Romo Paschalis Saturnus terima penghargaan dari LPSK. (Dok. Romo Paschal)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here