Romo Sutopanitro, Setia Tiada Akhir

0
1,390 views

JUMAT, tanggal 23 Oktober 2020, Sekolah Santo Yakobus menyelenggarakan webinar bedah buku berjudul “ Setia Tiada Akhir: Sepenggal Kisah Pastor Tapol”, karya St Sularto.

Buku ini bercerita tentang kisah perjalanan RD Sutopanitro sebagai Imam Diosesan pertama KAJ. Narasumber adalah orang-orang yang kompeten di bidangnya, dan secara khusus mereka yang dekat dengan sosok Romo Suto secara personal.

Paparan St. Sularto tentang Romo Suto. (Royani Lim)
Paparan St. Sularto tentang Romo Suto (Royani Lim)

Narasumber pertama adalah Romo Simon Petrus Lili Tjahjadi Pr dan Bapak St Sularto sang penulis buku, Romo Petrus Tunjung Kesuma Pr sebagai Keynote Speaker, dan Ibu Lili Wibisono yang juga adalah Dewan Pengawas Yayasan Santo Yakobus sebagai moderator. Acara ini diadakan secara Live Streaming pada kanal youtube Sekolah Santo Yakobus dan di-relay oleh kanal Youtube Komsos Paroki Kelapa Gading serta Hidup TV.

Buku Setia Tiada Akhir menggambarkan perjalanan karya pelayanan Romo Suto baik secara historis maupun secara spiritual.

St Sularto dengan gaya bahasa yang sederhana mampu menghadirkan sosok Romo Suto dengan begitu komprehensif dalam imajinasi tiap pembaca sehingga para pembaca dapat dengan mudah menangkap intisari kisah perjalanan tersebut di dalam buku ini.

Gembala yang mencintai Dombanya

Dari rangkaian acara ini, kita dapat melihat bahwa betapa sosok Romo Suto adalah seorang gembala yang mencintai domba-dombanya. Ia begitu setia dan total dalam karya pelayanannya.

Romo Tunjung juga menekankan ketertarikannya pada buku tersebut karena sebenarnya menjadi pastor tapol bukanlah tugas perutusan Romo Suto, tugasnya adalah menjadi pastor tentara: pembimbing rohani di angkatan bersenjata.

Ini adalah bukti kepekaan Romo Suto untuk memberikan penegasan rohani: Romo Suto tetaplah sebagai pastor tentara, beliau setia atas tugas yang diterimanya dari uskup. Tetapi dalam berkarya ia tidak hanya menjalankan tugas rutin, ia peka dan menjawab kebutuhan dengan tepat, karena itu ia memberikan diri untuk melayani tapol yang membutuhkan.

Sikap ini seperti yang tertuang dalam dokumen Gaudete et Exultate yang menjelaskan soal kebutuhan mendesak untuk mampu membuat penegasan rohani. Dalam hidup dan berkarya kita tidak bisa bersikap kaku, tetapi harus membuka hati dan budi untuk mendengar sabda Allah lewat sesama.

Perspektif sejarah

Romo Simon dalam pemaparannya memberikan gambaran dalam konteks yang lebih luas dari Romo Tunjung, yakni dari perspektif sejarah.

Romo Simon Tjahjadi (Royani Lim)

Ia menjelaskan lebih kepada hubungan antara sejarah gereja Katolik di Indonesia dengan ke-Indonesiaan. Mulai dari babtis pertama yang ada di Indonesia hingga perjalanan panjang Gereja di Indonesia.

Bahwa ternyata ada sejarah yan panjang, mulai dari penjajahan Belanda hingga Jepang yang justru membuat gereja Katolik di Indonesia tumbuh dengan sangat pesat. Namun dalam sejarah yang ada, sejarah awam kurang diliput, sehingga datanya kurang. Romo Simon pada intinya ingin melihat peran Romo Suto terhadap para tapol dalam konteks sejarah Indonesia.

Sementara itu, Pak Larto sebagai penulis buku menyampaikan beberapa hal kunci yang perlu dibagikan kepada khalayak.

Keutamaan Romo Suto

Romo Suto adalah sosok yang sangat menghargai sesama manusia terutama pada program sosial Kardinal, dan senantiasa mengingatkan bahwa para tapol itu adalah manusia yang harus diberikan perhatian.

Romo Suto di dalam perjalanan karya pastoralnya juga memiliki karya kemanusiaan yang sangat murni. Karya beliau yang lain adalah membela Indonesia di forum internasional. Ada pula karya pendekatan kemanusan pada satgas di Timor-Timor.

Karya beliau yang lain juga adalah mendirikan sekolah untuk orang miskin. Yang tak luput dari penekanan St Sularto adalah mengenai sosok ayahanda dari Romo Suto, sebagai pribadi yang sangat kuat dalam mempengaruhi arah gerak pelayanan Romo Suto.

Romo Suto: kesederhanaan yang menggembirakan

Romo Suto yang hadir dalam acara virtual ini juga memberikan tanggapan.

Pertama, Romo Suto merasa dirinya kecil, bukan seseorang yang layak diangkat ke permukaan, untuk dituliskan kisahnya, apalagi untuk diangkat-angkat, sebab beliau merasa hanya menjalankan apa yang seharusnya dijalankan.

Kedua, Romo Suto menekankan bahwa kita adalah bagian dari masyarakat. Kita bisa saja mengatakan bahwa aku bukan kamu, tetapi pada dasarnya kita tidak bisa mengatakan siapa aku tanpa adanya kamu.

Ini adalah bukti terkait ketidakpedulian masyarakat kita yang sangat nyata, ini adalah hal yang harus diperhatikan di dalam dunia pendidikan. Kita harus bisa menghormati orang lain, atas kebaikan mereka kepada kita. Karena pada dasarnya kita bukan siapa-siapa tanpa adanya orang lain. Keprihatinan Romo Suto yang mendasar adalah orang kerap tidak peduli dengan sesamanya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here