Minggu 11 Agustus 2024
1Raj. 19:4-8.
Mzm. 34:2-3,4-5,6-7,8-9.
Ef. 4:30-5:2.
Yoh. 6: 41-51
MAKANAN adalah kebutuhan pokok setiap makluk hidup, tak terkecuali manusia. Tanpa memiliki makanan yang cukup, mahkluk hidup akan kelaparan, terserang penyakit, dan mati.
Di sisi lain, menyantap makanan merupakan sesuatu hal yang menyenangkan, apalagi menyantap makanan favorit.
Banyak yang menyebutkan makanan adalah penolong banyak orang. Selain mengenyangkan, makanan juga mengubah mood.
Makanan tidak hanya memuaskan perut, tetapi juga memenuhi jiwa dengan kelezatan dan kenikmatan. Setiap hidangan memiliki cerita uniknya sendiri, demikian juga saat kita menerima Tuhan sebagai santapan hidup kita. Tuhan sungguh menjadi makanan dan minuman dalam peziarahan rohani kita.
“Rindu aku menyambut tubuh Kristus dalam hidupku,” kata seorang bapak.
“Saya terhalang untuk menyambut komuni karena pernikahanku. Saya menikah lagi, setelah isteriku meninggal. Namun saya tidak menikah di gereja, karena isteriku sekarang non Katolik.
Saya sudah minta dia untuk menikah campur beda agama di gereja, namun dia belum mau. Memang dia tidak minta aku pindah agamanya, namun dia juga tidak mau pindah agamamu bahkan untuk mengukuhkan perkawinan kami di gereja. Kami akhirnya menikah di agama lain dengan tetap menjalani hidup agama kami masing-masing.
Akibat dari situasi itu, saya tidak bisa aktif lagi sebagai pengurus Gereja; bahkan saya tidak bisa menerima pelayanan sakramen, termasuk Sakramen Ekaristi.
Setiap saat mengikuti Perayaan Ekaristi dan pada tiba saat komuni, hatiku bergejolak penuh kerinduan menyantap Tubuh Kristus. Kadang airmataku menetes dipenuhi rasa rindu dan bersalah,” ujar bapak itu.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Akulah roti hidup yang telah turun dari surga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.”
Yesus menyebut diri-Nya sebagai “Roti Hidup” yang turun dari surga.
Dalam konteks ini, roti bukan hanya makanan yang memuaskan rasa lapar fisik, tetapi juga simbol dari kebutuhan rohani kita yang mendalam. Ketika Yesus mengatakan bahwa Ia adalah roti hidup, Dia mengundang kita untuk mengalami kehidupan yang penuh dan kekal melalui hubungan dengan-Nya.
Seperti roti yang memberi kita energi dan kekuatan secara fisik, Yesus adalah sumber kehidupan sejati yang memberi kita kekuatan dan kepuasan rohani.
Ia bukan hanya sekedar makanan, tetapi keselamatan dan hidup yang abadi. Ketika kita merasa kosong atau tidak puas, Yesus menawarkan diri-Nya sebagai solusi. Dia memenuhi kekosongan yang ada dalam hati kita.
Dengan makan roti hidup ini, kita memasuki hubungan yang erat dengan Kristus, yang mengubah hidup kita dan membawa kita ke dalam kehidupan yang penuh berkat dan makna.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku percaya sungguh akan Yesus yang menjadi roti hidup yang saya santap dalam ekaristi?