RS Santo Yusup Boro, Eksis Sejak Tahun 1930 Sampai Kini Masih Aktif Operasional

0
397 views
RS Santo Yusup Boro, Kabupaten Kulon Progo, DIY. (Situs resmi RS Santo Yusup Boro)

EKSISTENSI Rumah Sakit Santo Yusup Boro, Kulon Progo, DIY, sungguh tak bisa dipisahkan dari kiprah misioner yang dilakukan oleh Romo JB Prennthaler SJ, imam misionaris Jesuit asal Tirol, Austria.

Menurut catatan sejarah, pada tanggal 15 Desember 1930, atas izin kepala desa lokal bernama Badjaprawira, maka hadirlah para suster biarawati Kongregasi Suster-suster Santo Fransiskus dari Cinta Kasih Kristiani -biasa disebut OSF Semarang- di Boro.

Dirintis Romo JB Prennthaler SJ, imam misionaris Jesuit asal Tirol, Austria

Kehadiran para Suster OSF di Boro ini untuk mengampu karya kesehatan di bangunan layanan kesehatan. Sebelumnya, layanan kesehatan ini telah dirintis oleh Romo JB Prennthaler.

Dikerjakan untuk mengobati masyarakat miskin yang tinggal di seluruh permukiman penduduk di wilayah Bukit Menoreh. Taruhlah seperti Kalibawang, Dekso, Promasan, dan Nanggulan.

Yang menarik, pada tahun 1930-an itu, pusat layanan kesehatan masyarakat ini tidak memungut biaya apa pun dari masyarakat yang datang untuk berobat.

Romo JB Prennthaler SJ, sosok penting misi dan pewartaan iman Katolik di wilayah Kalibawah, Perbukitan Menoreh, Kulon Progo, DIY. (Dok. SJ)

Inilah yang menjadi cikal bakal sejarah keberadaan Rumah Sakit Santo Yusup Boro yang eksistensinya tercatat sejak tahun 1930.

Dan, tentu saja, layanan operasional bidang kesehatan rumah sakit misi ini masih tetap bertahan sampai sekarang.

Menurut catatan sejarah, pada tahun 1935 RS Santo Yusup Boro mendapat subsidi dari pemerintah sebesar 50 franc setiap bulannya.

Bantuan subsidi itu meningkat di tahun 1938 sampai sebesar 1.000 franc per annum.

RS Tipe D berkapasitas 35 kamar rawat inap

Rentang kurun waktu tahun 1990–1998, RS Santo Yusup Boro berhasil menambah kapasitas pelayanan kesehatannya: fisioterapi, IGD, radiologi.

Berikutnya, mulai diaktikannya fungsi kamar bedah dan poliklinik dokter spesialis.

Pada tahun 1998 dan tahun 2000, RS Santo Yusup Boro menjalani proses akreditasi.

Hal sama terjadi lagi di tahun 2012, rumah sakit mengikuti akreditasi RS dengan KARS; menggunakan Standar 2007 dan dinyatakan Lulus Tingkat Dasar.

Tahun 2015 RS Santo Yusup mengikuti penetapan kelas menurut kategori Dinas Kesehatan DIY masuk kategori RS Tipe D dengan kapasitas tempat tidur 35.

RS Santo Yusup Boro di waktu malam hari; dengan latar belakang indah dari kejauhan Bukit Menoreh yang masih serba hijau dan kondisi alami. (Titch TV/Mathias Hariyadi)

Taman indah di dalam kompleks RS

Untuk menjadi sembuh dari sakit, orang tidak hanya butuh rawatan, pengobatan dari dokter saja. Juga membutuhkan kondisi umum yang mendukung proses penyembuhan.

Di kompleks RS Santo Yusup Boro inilah, keheningan yang membantu proses penyembuhan “tersedia” dengan gratis setiap waktu.

Tidak ada kebisingan di sini.

Bukan hanya karena Boro masih saja berada di sebuah kawasan jauh dari kebisingan dan keramaian aktivitas. Melainkan juga karena di Boro ini, kualitas udara masih sangat terjaga.

Hawanya sejuk di pagi hari. Kualitasnya bersih; sangat jauh dari bahasa polusi.

Patung Santo Yusup menghiasi keberadaan taman luas nan hijau di dalam kompleks Rumah Sakit Santo Yusup Boro. (Titch TV/Mathias Hariyadi)

Dan tentu saja tenang dan hening. Patung Santo Yusup di dalam halaman dalam kompleks rumah sakit seperti mau “menjaga” keheningan tersebut.

Karena sembuh dari sakit, orang tidak hanya butuh rawatan penuh kasih dan pengobatan efektif. Tapi juga kondisi alam dan keheningan yang mendukung.

Untuk urusan satu-dua hal penting ini, RS Santo Yusup Boro masih mampu menyediakannya; justru karena berlokasi di kawasan hijau yang masih alami; penuh reriuhan suara burung sejak petang sampai pagi hari.

PS: Website RS Santo Yusup Boro

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here