SAGKI 2015: Tak Ada Perkawinan Sejenis, melainkan Hidup Bersama Sejenis (5)

0
996 views

SATU pertanyaan kritis datang dari wartawan lain saat berlangsung konperensi pers di Kantor KWI dalam kesempatan menjelaskan seluk-beluk Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia 9SAGKI) 2015. Pertanyaannya adalah bagaimana sikap dan pandangan Gereja Katolik terhadap perkawinan sejenis? (Baca: SAGKI 2015: Gereja Katolik takkan Pernah Menceraikan Perkawinan (4)

Ini ditanyakan, karena Paus Fransiskus terkesan telah memberi angin terhadap isu membolehkan perkawinan sejenis.

Menjawab pertanyaan kritis ini, Ketua Presidium KWI sekaligus Uskup Agung Jakarta yang baru saja pulang dari Vatikan mengikuti Sinode Keluarga ini menjawab sangat tangkas.

Ini lagi-lagi salah kaprah dalam memahami sebuah istilah ‘umum’ yang juga salah.

Menolak perkawinan sejenis

Menurut Ketua Presidium KWI sekaligus Uskup Agung Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo, di dalam Gereja Katolik dan banyak agama besar lainnya, yang selalu disebut sebagai perkawinan atau pernikahan itu selalu terjadi di antara dua pasangan berlainan jenis kelamin. Kalau pun mereka itu dikatakan ‘menikah’, maka yang terjadi sebenarnya adalah ber-samen leven, kumpul dan hidup bersama ‘layaknya’ suami-istri.

Bahwa di banyak negara-negara modern seperti Eropa dan Amerika sekarang ini melegalkan perkawinan sejenis, maka terhadap hal itu kita harus mengatakan Gereja Katolik tetap pada pendiriannya tidak akan pernah melegalkan perkawinan ‘sejenis’.

Mgr. Ignatius Suharyo lalu mengisahkan kisah hidup seorang ibu yang bekerja di jawatan catatan sipil di sebuah negara Eropa. Sekali waktu, dia didatangi pasangan sejenis yang mengaku sudah menikah secara sipil dan itu legal di negara tersebut. “Ibu ini seorang katolik dengan tingkat kesadaran moral dan hukum yang tinggi. Maka dia menolak permintaan tersebut karena melawan suara hatinya,” jelas Mgr. Suharyo.

Apa yang terjadi pada ibu itu di kemudian hari? “Ia dipenjara karena telah melanggar hukum yakni tidak mau ‘mengakui’ fakta perkawinan sejenis yang memang legal di mata hukum sipil namun bertentangan dengan prinsip dan hukum Gereja Katolik,” terangnya.

Kasus-kasus seperti ini juga menjadi salah satu pokok perbincangan dalam sidang-sidang Sinode Keluarga di Roma pertengahan Oktober 2015 ini.

Kredit foto: Matius Bramantyo/Dokpen KWI

Tautan: www.dokpenkwi.org

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here