Sambut Warga Baru Paroki tak Sepenuh Hati

0
343 views
Ilustrasi: Uskup Keuskupan Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi disambut dengan tarian adat Dayak di Paroki Air Upas --sekitar 7-8 jam perjalanan darat dari Ketapang. (Mathias Hariyadi)

BAPERAN-BAcaan PERmenungan HariAN.

Kamis, 24 Maret 2022.

Tema: Keterbukaan misi.

Bacaan.

  • Yer. 7: 23-28.
  • Lk. 11; 15-23.

SEBUAH keluarga mengutarakan kesannya sebagai warga paroki baru.

“Romo, kami warga baru paroki. Baru saja pindahan dari Jawa. Kami sudah mendaftarkan diri di komunitas di tempat tinggal kami. Mereka menyambut baik, selalu mengundang untuk pertemuan di komunitas. Dan kami mengikuti ajakan mereka.

Kami merasa diterima. Jalinan persaudaraan, keakraban, sungguh teralami dan menyenangkan.

Anak-anak pun banyak yang datang. Komunitas di lingkungan kami terasa guyub.”

“Selamat datang di paroki ini. Sudah berapa lama pindah ke sini?”

“Setengah tahun. Dan kami selalu mengikuti Perayaan Ekaristi di jam berbeda. Ini agar supaya kami dapat mengalami misa yang jam berapa yang pas untuk keluarga kami. Selama ini sih, Minggu pagi yang lebih membuat kami in.”

“Kalau masih ada waktu dan kegembiraan silakan ikut terlibat di tingkat paroki. Coba tanya pada gembala komunitas, kira-kira dalam bidang pelayanan apa bisa melibatkan diri.”

“Kami sudah menyampaikan keinginan kami itu, Romo. Juga suudah diberi berapa alternatif.”

“Syukurlah. Terimakasih atas keterlibatan sebagai ungkapan iman dan partisipasi dalam pembangunan pelayanan.”

“Kalau Romo memerlukan sesuatu, mohon sounding ya. Kami senang jika bisa membantu.”

“Terimakasih.”

Suatu saat, mereka datang menjumpai pastor dan kemudian mengajak makan di luar bersama keluarga.

Saya menyanggupi.

Di sela waktu menunggu suguhan menu, si ibu berkata, “Romo bolehkah kami syering?”

“Silakan itu sangat baik. Pengalaman iman dan keterlibatan musti juga diungkapkan sebagai sebuah kesaksian. Di balik semua pengalaman itu pasti ada rencana Tuhan.”

“Begini Romo. Setelah terakhir sempat bertemu dengan Romo beberapa waktu lalu itu, kami langsung mencoba menawakan diri untuk boleh masuk ke dalam sebuah pelayanan di paroki.

Saya bertanya kepada ketua kelompok, ‘Apakah saya boleh ikut terlibat dalam pelayanan ini?’

Dijawab: ‘Oh silakan Bu. Dari mana dan kira-kira apa tujuannya ingin melibatkan diri dalam pelayanan ini. Kok tidak gabung di pelayanan lain saja? Bukan disuruh Romo kan?’

Waktu itu saya bilang, “Tidak bermaksud apa-apa. Tetapi waktu luang saya kebetulan paling pas dengan kegiatan pelayanan ini. Jadi saya tidak perlu meninggalkan kesibukan sebagai ibu rumahtangga. Dan ya memang tidak dianjurkan Romo.’

Dijawab mereka: ‘Oh baiklah. Nanti kami rapatkan dengan kelompok ya Bu. Ibu tunggu saja kabarnya.’

“Dan, jawabannya baru diberikan tiga bulan kemudian.”

“Bagaimana sambutan mereka?”

“Ya, seperti orang melamar kerja saja. Saya disuruh datang saja setiap ada kegiatan.

Ya saya mulai cawe-cawe sejauh saya bisa dan mereka menyuruh. Ada yang aneh bagi saya.  Kadang saya dibiarkan kerja sendiri. Sementara mereka lebih berkelompok, saling mengobrol. Bahkan kadang melirik ke saya.”

“Mungkin karena belum akrab. Atau masih sungkan untuk lebih dekat. Butuh proses,” kataku.

“Mungkin betul Romo. Tapi sebagai perempuan itu kan punya rasa peka. Bisa merasakan apakah diterima dengan tulus dan gembira; terbuka dan dianggap sebagai satu dari mereka, tanpa jarak. Ini rasa perasaan saya pribadi lo Mo.”

“Baiklah Bu, dibiasakan saja. Lama-lama juga akrab. Butuh waktu.”

“Iya Romo.”

Di Paroki kecil dan serba terbatas, perkara-perkara remeh kadang menjadi besar. Bahkan menjadi pembicaraan yang tidak mendatangkan berkat.

Beda di paroki yang besar dan umat yang berlimpah. Begitu banyak pelayanan yang membutuhkan partisipasi. Sangat terbantu bila ada yang mau terlibat.

Dan tak bisa dipungkiri pula bahwa keakraban, kehangatan sebuah kelompok yang sudah terbentuk kadang butuh waktu untuk menerima yang lain dengan terbuka dan gembira.

Ada ketidaknyamanan. Dan sudah merasa akrab dan tahu sama tahu. Orang baru belum tentu dapat seirama.

Siapa yang terbuka dan gembira, tulus dan sukacita, bila ada newbie?

Kata Yesus, “Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan.” ay 23.

Tuhan, sadarkan kami, bahwa pelayanan Gerejani itu milik-Mu. Jadikan aku pribadi yang terbuka atas keterlibatan sesama dan bersyukur atas partisipasi mereka. Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here