1984, Mei. Setelah makan siang bersama tiga orang teman, kami meninggalkan Seminari Mertoyudan. Berjalan kaki menyusuri jalur kendaraan umum ke arah timur, Yogyakarta. Namun sesampai di simpang Blondo, kami berbelok kanan. Menuju Borobudur.
Terngiang ajakan teman, “Kita ziarah, ke Sendangsono. Jalan kaki. Ikut Romo FA Martono. Setelah makan siang kumpul di depan Kapel Besar, Kapel Santo Petrus Kanisius.”Sepanjang perjalanan tak banyak kami bicara.
Sesampai depan gerbang masuk Kawasan Wisata Candi Borobudur, kami menyisir ke arah timur. Naik ke puncak Gunung Suroloyo. Di puncak itu, kami saksikan pemandangan yang breathtaking, menakjubkan. Nafas seolah berhenti. Kagum. Candi Borobudur nampak seperti teratai yang mengambang indah di kolam.
“Candi Borobudur diciptakan seperti bunga teratai, lotus. Dirancang indah dan didirikan di tempat yang indah. Memang, ribuan tahun lalu, kawasan yang merentang dari kawasan Borobudur hingga Sleman Utara merupakan danau purba. Dalam imagi itu candi Budha ini didirikan. Sama dengan kompleks Candi Gedong Songo, keindahan yang diciptakan manusia dipersembahkan pada Tuhan,” kata Romo FA Martono, saat kami tanya tentang kesannya atas keelokan.
Dari puncak Suroloyo, kami turun ke arah timur laut. Sesampai di rumah pertama, kami berhenti. Menyapa seorang bapak paruh baya, “Sugeng sonten, Pak. Punapa kepareng nyuwun toya bening?” (Selamat sore, Pak. Apakah berkenan kami minta seteguk air?)
“Berkah Dalem. Katuran lenggah. Sak wontenipun. Njih, mekaten wonten dusun.”. (Silakan duduk. Seadanya. Ya, begini ini, kami orang desa).
Karena kebodohan, kami tak kami tanya nama. Lalu, beranjak ke arah dapur.
Dengan nampan berisi gelas di tangan ibu dan bapak memegang kendi, beliau bertutur, “Sampun dipuncawisaken. Mangga dipununjuk. Mangke menawi sampun dumugi Sendangsono, nyuwun dipun sembahyangaken.” (Sudah disediakan. Silakan diminum. Bila sampai Sendangsono, mohon kami didoakan).
Sampun dipuncawisaken, sudah disediakan, ungkapan kalimat pasif. Dalam tradisi Kitab Suci, ia tidak memiliki kuasa dan daya menyedediakan. Ia hanya sekedar alat-Nya. Pelaku selalu Allah.
Terima kasih, bapak dan ibu di puncak Suroloyo. Membawa angan melayang ke peristiwa saat anak Abraham bertanya pada bapaknya, “Bapa, sudah ada api dan kayu. Tinggal domba korban yang belum tersedia.”
Abraham menjawab, “Deus providebit.” – Allah akan menyediakan.
22.11.2019. bm-1982. ac eko wahyono