MAAF, judul kali ini agak spesifik. Mungkin banyak yang tak tertarik atau tak paham detilnya. Bila begitu, silakan diskip saja.
Kisah kali ini tentang perayaan Minggu Palma, hari pertama saat umat Kristiani memasuki dan merayakan Pekan Suci atau Holy Week atau Hebdomadas Sancta (Bahasa Latin). Diawali Minggu Palma hingga puncaknya, Hari Raya Paskah.
Di salah satu grup WA yang saya ikuti, ada satu anggota yang “nakal”. Dia menanyakan liturgi Minggu Palma.
Pertanyaan sekaligus (mungkin) “pamer” bahwa dia hadir di sana, bahkan menyimaknya.
“Apakah ada yang bisa menjelaskan mengapa di dalam upacara Minggu Palma, ada passio.” (Menyanyikan ayat-ayat Kitab Suci tentang sengsara Yesus, dari mulai di Taman Getsemani hingga wafat-Nya di Kalvari, dengan nada khusus).
Bukankah Minggu Palma adalah hari raya memperingati Yesus yang jaya, naik keledai dan dielu-elukan masyarakat, ketika masuk kota Yerusalem. Suasananya meriah dengan nuansa “kemenangan”.
Sementara, di sisi lain, passio menyenandung nada duka, tentang Yesus menuju wafatNya. Lagunya mendayu-dayu dengan ayat-ayat yang mengharukan.
Diskusi berubah riuh-rendah. Heru Lono, sang pemimpin komunitas, dengan otoritatif mencoba menerangkan logisnya. Meski tetap tak juga berhasil menjawab concern si penanya usil.
Dua kisah dengan suasana berbeda, plus kronologis yang tidak pas, “dipaksakan” untuk dibersamakan. Logika lurus dan sederhana tak mampu menjawab kajian teologis yang nampaknya cukup dalam.
Untung, meski tidak sepenuhnya terselesaikan, Heru mengirim video singkat isinya “tausiah” dari Romo Dr. Emanuel Pranawa Datu Martasudjita Pr.
iA adalah pengajar teologi dogmatik Fakultas Teologi Wedabhakti Universitas Sanata Dharma, Jogjakarta. Persis, kali ini tentang Minggu Palma. Perdebatan seru berangsur reda.
Ada tiga hal yang dijelaskan Romo Marta. Justru yang ketiga paling relevan dan menarik.
Saat pemimpin upacara arak-arakan dalam upacara Minggu Palma: masuk ke (gedung) gereja, suasananya adalah “kejayaan”. Tiba-tiba aura berubah “sengsara”.
Di altar, salib dan benda-benda suci ditutup dengan kain warna ungu, lambang penderitaan.
Sekaligus menunjukkan bahwa ikut Yesus tidak hanya gembira ria, namun juga duka sengsara.
Penebusan dan pengampunan, pada puncaknya akan menang dalam rupa kebangkitan-Nya dan duduk di sebelah kanan Bapa. Itulah inti iman Kristiani.
Perayaan Pekan Suci lainnya setelah Minggu Palma adalah Kamis Putih, Jumat Suci, Vigili Paskah dan Minggu Paskah. Rangkaian kisah yang penuh dengan arti filosofis. Sering sulit dipahami dan kadang terabaikan.
Perenungan akan makna Pekan Suci menjadi inti dari perayaan, yaitu mengenang sengsara-Nya, menghayati penebusan-Nya bagi umat manusia dan menyambut Kebangkitan-Nya.
Itulah pribadi istimewa dari Yesus.
Melalui penderitaan akan didapat kemuliaan. Melalui pengorbanan akan diraih kejayaan. Melalui sengsara akan diperoleh kebangkitan.
“Unless there is a Good Friday in your live, there can be no Easter Sunday.” (Fulton J. Sheen – Uskup Keuskupan Agung New York 1951-1966, Rochester 1966-1969; teolog dan pembicara terkenal)
“Selamat Paskah. Kebangkitan Yesus Kristus membawa sukacita, harapan dan damai sejahtera.”
@pmsusbandono
17 April 2025
Baca juga: Trust first, then communicate