Sebagai Kontrak Sosial, Pancasila Merajut Kebhinekaan Indonesia

0
485 views
Ilustrasi (Ist)

PADA tanggal 1 Juni 1945, dalam pidatonya di hadapan sidang BPUPKI, Ir. Soekarno mengatakan berikut ini.

“Kita bersama-sama mencari persatuan philosophische grondslag, mencari satu Weltanschauung yang kita semua setuju.

Saya katakan lagi setuju. Yang Saudara Yamin setujui, yang Ki Bagoes setujui, yang Ki Hajar setujui, yang Sdr. Sanoesi setujui, yang Sdr. Abikoesno setujui, yang Sdr. Lim Koen Hian setujui.

Pendeknya kita semua mencari satu modus.

Tuan Yamin, ini bukan kompromis, tetapi kita bersama-sama mencari satu hal yang kita ber-sama–sama setujui.”

Dari isi pidato ini, kita dapat menyadari bahwa selain sebagai dasar negara, Pancasila juga berperan sebagai “kontrak sosial” antara suku-suku bangsa yang ada di negara Indonesia.

Presiden Soekarno orator ulung. (Ist)

Tanpa Pancasila sebagai kontrak sosial, maka negara Indonesia akan hancur.

Pemikiran Soekarno yang menganggap Pancasila sebagai kontrak sosial ini bukanlah tanpa sebab. Melainkan sebuah permenungan akan jiwa dan falsafah bangsa Indonesia itu sendiri.

Memang benar, Pancasila pada dasarnya adalah sebuah ideologisme yang menitikberatkan pada persatuan bangsa yang majemuk. Akan tetapi sering kali kemajemukan itu tidak dipandang sebagai suatu kekayaan, melainkan sebagai batu sandungan.

Penyebab dari permasalahan ini pun beragam mulai dari: radikalisme agama, ras, suku dan budaya. Keadaan ini yang terkadang membuat Indonesia sebagai negara yang terdiri dari banyak suku mengalami banyak permasalahan.

Permasalahan ini tidak mungkin terjadi, apabila kita sebagai bangsa Indonesia menyadari fungsi Pancasila sebagai dasar negara dan kontrak sosial di antara seluruh suku bangsa yang mendiami Indonesia.

Komunisme gagal

Salah satu contohnya adalah Peristiwa Gerakan 30 September dalam upaya menggantikan Pancasila dengan ideologi komunisme. Akan tetapi hal ini gagal dilakukan, karena memang pada dasarnya hanya Pancasilalah jiwa bangsa Indonesia.

Hal ini terbukti dengan dikenangkannya pembasmian komunisme di Indonesia yang dimulai pada tanggal 1 Oktober 1965 yang kemudian dikenang sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Dewasa ini kejadian-kejadian serupa pun mulai terulang kembali. Banyak sekali ideologi-ideologi yang muncul dengan topeng agama. Keadaan ini akan semakin mengancam apabila lambat untuk ditangani.

Padahal dari sejarah dapat kita ketahui bahwa pembentukan negara Indonesia.

Hal ini bukanlah berdasarkan pada kaum mayoritas ataupun minoritas, melainkan berdasarkan kesepakatan bersama yang terbukti dari digantikannya poin pertama dalam Piagam Jakarta yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “Ketuhanan yang Mahaesa”.

Mufakat bersama

Digantinya poin pertama dalam teks Piagam Jakarta ini bukan berdasarkan voting, melainkan berdasarkan kesepakatan bersama. Hal ini disebabkan oleh kesadaran para pemikir nasionalis saat itu terhadap lemahnya sistem voting.

Jika sistem voting digunakan saat membentuk Piagam Jakarta sudah pasti kaum mayoritas akan memilih poin pertama yang berdasarkan pada syariat Islam, karena memang mayoritas bangsa ini adalah kaum Muslim.

Maka kalau voting dilakukan sudah pasti kaum minoritas akan kalah dan kaum Kristen Indonesia bagian timur tidak akan bergabung ke dalam bagian Negara Indonesia.

Menyadari hal itu, Soekarno dan seluruh anggota PPKI melakukan suatu musyawarah yang menghasilkan kesepakatan dihapusnya ‘tujuh kata’ dalam naskah Piagam Jakarta itu dan akhirnya rumusan hasil editing itu menghasilkan teks naskah Pancasila sila pertama.

Dari sini dapat kita ketahui bersama bahwa lahirnya bangsa Indonesia bukan serta-merta hasil jerih payah Soekarno dan kawan-kawan.

Melainkan hasil  kesepakatan bersama dalam suatu musyawarah yang menghasilkan mufakat. Atau dapat kita pahami bahwa Pancasila merupakan hasil kesepakatan sosial.

Pancasila tetap jaya

Oleh karena itu, upaya-upaya yang dilakukan masyarakat yang kurang menghargai toleransi dan kemajemukan dapat membahayakan persatuan Indonesia.

Dengan upaya mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain seperti komunis, agama, maupun liberalisme tidak dapat dibenarkan.

Jika hal itu sampai terjadi, maka negara Indonesia bukannya menyatu. Malah sebaliknya akan hancur tidak bersisa. Karena memang negara Indonesia merupakan hasil kesepakatan bersama yang disepakati dalam ideologi Pancasila sebagai kontrak sosial.

Untuk itu, jika masih ada orang-orang yang ingin menganti dasar negara maka secara yudiris kesepakatan bersama yang telah disepakati akan dianggap selesai dan secara hukum international semua provinsi menjadi negara merdeka.

Hal ini dikarenakan sebelum kedatangan bangsa Belanda, semua provinsi merupakan wilayah merdeka dan bebas tanpa terikat satu sama lain.

Oleh karena itu, mari bersama-sama kita membangun kesadaran untuk tetap mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara kita.

Hal ini disebabkan tanpa Pancasila kita akan kembali kepada kondisi sebelum proklamasi.

Dengan demikian kita bisa menyimpulkan bahwa Pancasila merupakan kontrak sosial bangsa Indonesia.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here