Sejenak Bijak: The Selfish Giant Mati dalam Kedamaian (2)

1
2,610 views

SATU pemandangan di depan telah membuat Sang Raksasa tercengang. Dari jendela kamarnya, ia menyaksikan banyak anak telah berhasil menerobos masuk ke kebunnya melalui sebuah lobang kecil di dinding.

Sejumlah anak malah duduk nongkrong di dahan-dahan pepohonan. Di setiap pohon terdapat sedikitnya satup anak duduk nangkring di atas dahan.

Apa respon pepohonan itu? Mereka bersuka cita menerima anak-anak itu kembali duduk di pangkuannya. Pohon-pohon itu kembali bersemi indah, melambai-lambaikan lengan rantingnya dengan lembut di atas kepala anak-anak. Burung-burung lalu berterbangan dan berkicau dengan riang. Bunga-bunga bermunculan di sela-sela rumput hijau sambil tertawa.

Semua begitu indah, kecuali di satu sudut terpencil yang masih dicekam musim dingin. Di situ berdiri seorang anak kecil. Karena begitu kecil badannya, ia kesulitan meraih cabang-cabang pohon di depannya. Ia hanya bisa berkeliaran di sekeliling pohon tersebut sambil menangis sedih. Pohon malang tersebut masih terbungkus es dan salju, dan si Angin Utara meraung-raung perkasa di atasnya.

“Panjatlah aku anak kecil!” pinta sang pohon sambil menurunkan cabang-cabangnya ke arah si anak tersebut. Tetapi anak kecil itu masih belum berhasil menjangkaunya.

Hati Sang Raksasa mencair melihat hal tersebut. “Betapa egoisnya aku!” desahnya. “Sekarang aku tahu mengapa si musim semi tidak mau mampir lagi. Aku akan menempatkan anak kecil itu ke atas pohon, dan lalu aku akan merobohkan tembokku. Kebunku harus menjadi taman bermain bagi anak-anak, sekarang dan seterusnya.”

Sang Raksasa itu menyesal atas apa yang telah dilakukannya.

Dalam sekejap ia lalu menuruni tangga rumahnya dan membuka pintu rumah dengan pelan. Ia berjalan ke kebunnya. Tetapi begitu melihat kedatangan Sang Raksasa, maka anak-anak itu langsung takut dan lari berhamburan. Mereka tinggalkan taman  secepatnya.

Alhasil, kebun itu kembali menjadi milik si Musim Dingin. Hanya si anak kecil yang tidak ikut melarikan diri, karena air matanya mengaburkan pandangannya sehingga ia tidak tahu kedatangan si Raksasa tersebut. Si Raksasa berdiri di belakangnya dan mengangkatnya dengan lembut dan meletakkannya di pohon.

Segera saja si pohon itu memunculkan bunga di seluruh tubuhnya dan mengundang burung-burung datang berkicau di situ. Anak kecil itu merentangkan kedua tangannya untuk memeluk leher si Raksasa dan memberikan sebuah kecupan di pipinya. Ketika anak-anak lain menyaksikan hal tersebut, mereka tahu bahwa si Raksasa sekarang sudah tidak jahat lagi.

Dalam sekejap anak-anak lain mulai berlarian masuk kembali ke kebun, diikuti sang Musim Semi. “Mulai sekarang,  kebun ini juga menjadi milikmu, anak-anak,” kata Sang Raksasa.

Tak berapa lama kemudian, Sang Raksasa itu lalu mengambil sebuah kapak besar dan merobohkan seluruh dinding yang menutupi kebunnya. Ketika orang-orang berangkat ke pasar, mereka bisa menyaksikan si Raksasa tengah bermain dengan anak-anak di dalam kebun terindah yang pernah mereka lihat.

Sepanjang hari anak-anak bermain, menjelang sore mereka pun berpamitan kepada si Raksasa. “Tapi dimana teman kalian yang mungil itu?” tanyanya.  “Dimana anak yang kunaikkan ke pohon tadi?,” sambung dia.

Sang Raksasa paling senang dengan anak itu karena anak itu telah menciumnya.

“Kami tidak tahu,” jawab anak-anak. “Mungkin saja, ia  telah pergi.”

“Kalian harus bilang kepadanya, suruh dia datang kembali esok,” pinta si Raksasa.

Tetapi anak-anak itu mengatakan tidak tahu dimana anak itu tinggal. Mereka malah mengaku tidak pernah melihat anak itu sebelumnya.

Kabar ini tentu saja membuat Sang Raksasa menjadi sedih..

Setiap siang, seusai pulang sekolah, anak-anak datang untuk bermain dengan si Raksasa. Tetapi si anak kecil yang dicintai oleh si Raksasa tidak pernah terlihat kembali. Si Raksasa berlaku baik terhadap semua anak-anak, tetapi dia merindukan teman kecilnya yang pertama tersebut. Sering dia menyebut-nyebut anak itu. “Aku begitu ingin bertemu dengannya!” katanya  berulang-ulang.

Beberapa tahun kemudian

Tahun demi tahun berlalu, Sang Raksasa itu telah menjadi tua dan renta. Ia tidak bisa lagi ikut bermain dengan anak-anak. Sekarang  ia hanya  bisa duduk-duduk di kursi besar sambil melihat anak-anak bermain sambil mengagumi keindahan kebunnya. “Aku punya beragam bunga yang indah,” katanya. “Tetapi yang paling indah adalah anak-anak itu.”

Pada suatu pagi di musim dingin, aia melihat keluar dari jendelanya sewaktu ganti pakaian. Kini ia tidak lagi membenci si Musim Dingin, karena sekarang ia tahu si Musim Semi hanya sedang tidur, dan bunga-bunga pun juga tengah istirahat.

Tiba-tiba dia mengucek-ucek matanya dan mencoba melihat dengan lebih jelas. Tampak pemandangan yang luar biasa indahnya di suatu sudut di kebunnya. Sebatang pohon yang tumbuh di situ diselimuti oleh bunga-bunga mekar. Seluruh cabang-cabangnya berkilauan seperti emas, dan buah-buah laksana perak bergantungan di sana. Di bawah pohon itu berdirilah si anak kecil yang dia cintai itu.

Si Raksasa bergegas menuruni anak tangga saking gembiranya menemukan kembali anak yang dia kasihi itu. Begitu senangnya, ia berlari cepat melintasi halaman rumput dan sejenak kemudian dia sudah berada dekat anak kecil tersebut. Tetapi ketika dia mendekati anak itu,wajahnya berubah merah dipenuhi amarah.

Ia bertanya dengan penuh geram. “Siapa yang berani melukaimu?” Di kedua telapak tangan anak kecil itu terdapat bekas luka paku, juga dua bekas paku terdapat di kaki-kaki kecilnya.

“Siapa yang berani melukaimu?” teriak si Raksasa murka.  “Beritahu aku, maka aku akan membawa pedangku dan membunuhnya,” teriak Sang Raksasa mengancam  penyerang anak kecil yang dikasihinya itu.

“Jangan,” kata anak kecil itu. “Ini adalah luka-luka kasih.”

“Siapa kamu?” tanya si Raksasa.

Tiba-tiba saja ada perasaan aneh menyergap hatinya dan membuatnya berlutut di hadapan anak kecil tersebut.

Anak kecil itu tersenyum kepadanya dan berkata, “Kamu dulu mengizinkan Aku bermain di kebunmu, maka hari ini kamu bisa masuk bersamaKu ke kebunKu di surga.”

Ketika anak-anak lain mulai berlarian masuk ke kebun siang tersebut, mereka malah menemukan si Raksasa telah meninggal, berbaring tenang di bawah sebatang pohon, diselimuti oleh bunga-bunga indah berwarna putih.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here