Sekarang Pastor Sadar Diri Sudah Tua dan Mulai Sering Sakit-sakitan (2)

0
413 views
Ilustrasi: Saling mengingatkan di antara kita saat masing-masing mulai menua dan sering sakit-sakitan. (Romo Koko MSF)

INI pengalaman ketika kami berkumpul: Kong Tie. Hari Raya Imlek 2023 beberapa waktu lalu, saya pulang mudik ke Solo. Dan bisa berkumpul dengan keluarga Solo di sebuah rumah makan.

Satu per satu keponakanku memberi Bai Bai (hormat) sambil mengucapkan, “Gong Xi Fa Cai Om Tie”. Lalu aku pun membalas dan menerima salam hormat dari mereka.

Keponakanku sudah ada delapan. Lalu cucu-cucuku yang masih kecil dan lucu datang kepadaku. Sambil dituntun oleh mamanya, satu demi satu cucu mengucapkan, “Gong Xi Fa Cai Kong Tie“.

Aku pun menyambut mereka yang masih polos dan lucu dengan memberi ang pao.

Ternyata cucuku sudah ada enam orang. Aku sadar bahwa diriku ternyata kini sudah tua. Aku berhak mendapat gelar “om-engkong”.

Om dan Kong Tie adalah sapaan dan panggilan akrab penuh familier yang keluar dari nurani keponakan dan cucu.

“Mahkota orang-orang tua adalah anak cucu dan kehormatan anak-anak ialah nenek moyang mereka.” (Amsal 17: 6)

Menjalani masa karya imamat di masa tua dan mulai sering sakit-sakitan. (Liem Tjay)

Yang tetap konsisten relasiku sebagai pastor dengan keluarga adalah panggilan “Tjay Tie” nama asli Tionghwa dan nama “kecil” di keluarga dan kampung Balong Solo.

Keluargaku tidak menyebut dan memanggilku “pastor” atau “Om Romo – Engkong Pastor“sesuai dengan status dan jabatanku.

Menikmati “saat sekarang”

Aku tenggelam dalam suasana kebersamaan keluarga di malam Tahun Baru Imlek. Suasana yang sangat dominan terasa dalam hatiku adalah suasana santai dan penuh sukacita, sambil menikmati santapan menu khas Imlek.

“Hal terbaik untuk menghormati hidup adalah menghargai dan menikmati waktu yang masih kumiliki.”

Aku melihat wajah adik dan sepupuku tetap ceria, walaupun ada keriput di dahi dan rambutnya yang memutih. Aku pun sadar akan keberadaanku yang sudah berubah secara fisik. Di balik semua itu, aku sebenarnya sadar tetap membawa masalah “jantung koroner”, karena aku sudah operasi by pass 12 tahun yang lalu.

Tapi aku tidak mempermasalahkan, seakan-akan aku tidak memiliki penyakit.

Aku tetap bisa masuk dalam suasana pesta keluarga di malam Imlek.”Bisa menjalani hidup merupakan kesempatan besar yang harus dinikmati.”

Walaupun aku tetap sadar bahwa sudah tua dan Sakit.

Begitulah di masa tua. Romo Carolus OMI menikmatinya dengan sering bercanda dengan siamang yang kini umurnya sudah 35 tahun. (iem Tjay)

Menerima fakta sekarang

Aku menyadari dan menerima “fakta sekarang” tentang perjalanan hidupku yang ada pada zona ITS (Imamat–Tua–Sakit).

Aku mengutip beberapa catatan mendiang Romo Markus Marlon MSC tentang masa tua dan sakit.

  • Tua itu penyakit. Tak salahlah jika Marcus Terentius (116–27) sastrawan Romawi Kuno berkata, “Senectus ipsa est morbus” – menjadi tua itu sendiri adalah sebuah penyakit.
  • Tua kembali ke sifat kekanak-kanakan. Kadang-kadang aku sebagai orang tua kembali ke sifat kekanak-kanakan. Benarlah pepatah Latin yang berbunyi “Senes bis pueri” – orang yang sudah tua menjadi kanak-kanak untuk kedua kalinya.
  • Di usia tua masih berharap. Masa hidup kami 70 tahun dan jika kami kuat, 80 tahun dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan” (Mzm 90:10).
  • Orang tua itu cerewet. Marcus Tullius Cicero (106–43 SM) dalam bukunya berjudul De Senectute mengatakan, “Senectus est natura loquacior” – dari kodratnya orang yang menjadi tua itu cerewet. Memang kebanyakan orang tua itu sudah banyak “makan garam” – banyak pengalaman. Menjadi tua sering cerewet dan suka mengatakan, “Dulu ketika saya sebaga….” Atau “Dulu ketika saya menjabat ….” 
  • Siap mengalami post-power syndrome. Rupanya Shakespeare (1564–1616) sudah “melihat” sikap dan sifat dari orang tua pada zamannya, maka ditulislah drama yang berjudul King Lear. Dalam drama itu, Sang Raja menghendaki puji-pujian dari ketiga anaknya: Goneril, Regan, dan Cordelia. Raja Lear adalah seorang tua yang tidak mau melepaskan kekuasaannya. Dan drama itu berakhir tragis. Ia mengalami post-power syndrome. Ini terjadi karena seseorang memandang jabatan sedemikian tingginya, bahkan menjadi identitas diri. Orang lupa bahwa jabatan adalah sesaat dan kontraktual, tak ubahnya baju.
Ilustrasi – Kesepian dan sendirian saat sakit. (Ist)

ITS (Imamat-Tua-Sakit): Tugas pengutusan

Kita semua mendapat tugas. Tugas kita bisa bermacam-macam: paroki, bengkel, kebun, sekolah, perusahaan, dapur/ibu rumah tangga, di lembaga sosial, pemerintahan.

Atau sebagai uskup, provinsial, ekonom, dosen, perawat, dokter, ketua pengurus yayasan, ketua komisi lembaga, kepala cabang perusahaan, bank, dan lain-lain.

Tugas yang sedang diemban itu sifatnya tidak tetap. Kalau tugas-tugas tersebut dapat berubah-ubah (karena Surat Keputusan), lain dengan pengutusan.

Pengutusan memiliki nilai yang tetap. Bahkan orang yang sudah tua dan barangkali sakit-sakitan masih memiliki tugas “pengutusan.”

“Kehadiran” itu sendiri dalam sebuah komunitas religius, komunitas keluarga, komunitas masyarakat kategorial, dls. sudah merupakan pengutusan.

Ilustrasi: Sr.Magdalen PMY bersama Oma Lian; yang kuat membantu yang sudah tua nan renta. (Liem Tjay)

Seperti inikah?

Aku bisa membayangkan keadaanku pada saat aku mentok (sampai batas ketidakberdayaan) di usia tua, ibarat:

“Ketika seekor burung tua sudah tidak dapat lagi terbang, ia hanya tinggal di sarang dan diberi makan oleh anak-anaknya yang berusaha tak kenal lelah dalam memenuhi kebutuhannya karena mereka sangat berbakti,” kata Philo dari Alexandria (20 SM–50 M), ketika menulis hukum untuk menghormati orang tua.

Aku merasa terhibur dan optimis di masa ITS ini

  • “Makin lama saya hidup, makin indah hidup saya.” – Frank Lloyd Wright.
  • “Sesuatu yang cantik… itu hanya permukaannya. Orang-orang sangat khawatir tentang penuaan, tetapi Anda terlihat lebih muda jika Anda tidak mengkhawatirkannya.” – Jeanne Moreau.

Aku percaya di masa ITS (Imamat Tua Sakit) aku tetap berjalan bersama bergandengan tangan dengan Allah:

“Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu.” (Yesaya 46: 4)

“Janganlah membuang aku pada masa tuaku, janganlah meninggalkan aku apabila kekuatanku habis.” (Mazmur 71: 9)

Kawunganten, Cilacap

Hari Orang Tua Sedunia, 11 Februari 2023

Nico Belawing Setiawan OMI

(Selesai)

Baca juga: Merayakan Imamat Tua dan Mulai Sakit-sakitan (ITS) di Hari Orang Sakit (1)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here