Sepadan

0
313 views
Ilustrasi -- Pasutri yang hidup terbelenggu oleh kuk berupa aturan by ist

Renungan Harian
11 Februari 2021
Bacaan I: Kej. 2: 18-25
Injil: Mrk. 7: 24-30

ADA seorang ibu yang datang untuk bertemu dengan saya. Begitu ketemu, ibu itu langsung nyerocos  menumpahkan kekesalannya terhadap suaminya.

Ibu itu merasa terkekang karena suaminya pencemburu. Setiap kali dia ada acara dengan teman-temannya selalu terjadi keributan, karena suami tidak ingin isterinya pergi dan alasannya karena cemburu.
 
Setelah mendengarkan keluhan ibu itu, maka saya membuat janji untuk bertemu dengan ibu dan suaminya.

Saya meminta nomor kontak suaminya agar saya bisa menghubungi beliau. Pada hari yang sudah kami sepakati, ibu dan suaminya datang ke pastoran untuk ngobrol bersama.
 
Saya menyampaikan kepada bapak itu bahwa ada keluhan dari isterinya. Saya menceritakan keluhan isteri kepada bapak itu.

Mendengar cerita saya tentang keluhan istrinya bapak itu terkejut dan mukanya memerah. “Romo, saya amat terkejut dan malu mendengar keluhan isteri saya. Betul Romo bahwa kami sering ribut, kalau isteri mau pergi dengan teman-temannya.

Tetapi bukan karena saya cemburu; tidak sama sekali.
 
Saya sering menegur isteri pergi dengan teman-temannya. Itu karena terlalu sering Romo, hampir setiap weekend selalu pergi dengan teman-temannya. Kami berdua bekerja, sehingga saya berharap kalau weekend kami bisa kumpul dengan anak-anak dan mengerjakan pekerjaan rumah bersama-sama.
 
Romo, semua pekerjaan rumah, membersihkan rumah, mencuci dan menyetrika baju sampai membereskan peralatan makan itu saya. Setiap akhir pekan, saya mencuci dan setrika baju dan membersihkan halaman. Isteri saya tidak pernah mau menyentuh pekerjaan rumah.
 
Romo, apakah saya salah kalau saya meminta isetri saya tidak terlalu sering pergi dengan teman-temannya?

Apakah salah kalau saya mengajak istri saya bersama-sama mengerjakan pekerjaan rumah?

Romo, selama ini saya tidak pernah menceritakan semua kejadian ini, karena saya malu dan menghormati isteri saya. Tetapi karena dia mulai mengeluh ke romo dengan cerita yang tidak benar maka saya menceritakan semua ini,” bapak itu mengakhiri ceritanya.
 
“Ibu, apakah semua yang diceritakan bapak itu benar?” tanya saya.

“Benar, romo,” jawab ibu itu dengan malu.

“Bapak, ibu seharusnya, bapak dan ibu itu saling mendukung sama lain, bekerjasama mengurus rumah tangga. Kalau ada masalah dibicarakan bersama, bukan menang-menangan. Bukankah saat menikah dulu berjanji untuk mencintai dan menghormati sepanjang hidup? Yuk, mulai sekarang mulai belajar berbagi tugas dan belajar ngobrol dengan baik,” saya memberi tanggapan.
 
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Kitab Kejadian, perempuan adalah teman yang sepadan bagi pria. Pria tidak lebih berkuasa dari pada perempuan demikian sebaliknya.

Wanita bukan jajahan pria tetapi juga bukan menjajah pria. Mereka sama tinggi sekaligus sama rendah. “…….tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia…….dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangunNyalah seorang perempuan.”
 
Bagaimana dengan aku?

Apakah aku bisa menempatkan lawan jenis sebagai yang sepadan dengan aku?
 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here