Sesal karena Nekat

0
450 views
Ilustrasi - Sopir.

Jumat, 4 Maret 2022

  • Yes 58:1-9a.
  • Mzm: 51:3-4.5-6a.18-19.
  • Mat. 9:14-15

KADANGKALA kita terbiasa mengambil pilihan, tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya seperti apa.

Kita memilih pilihan tersebut hanya atas dasar manfaatnya pada masa sekarang, di mana masa itu hanya berlangsung sementara.

Kemudian apabila masa kebermanfaatannya telah berakhir, risiko yang akan ditanggung bukan main-main serta bisa berlangsung dalam jangka waktu yang begitu panjang.

“Seandainya saja saya taati nasihat dokter tiga tahun lalu, kondisi saya tidak akan menjadi seperti ini,” kata seorang bapak di ruang tunggu dokter.

“Dokter menyarankan saya untuk berhenti minum-minuman energi, namun saya sangat sulit mentaatinya,” lanjutnya.

“Pekerjaan saya sebagai sopir yang sering keluar kota, saya merasa harus minum. Jika tidak minum, badan saya terasa lemah dan gampang gantuk,” ujarnya lirih.

“Akhirnya setelah lima tahun berlalu, kini saya harus bolak balik ke rumah sakit untuk cuci darah karena ginjal saya dinyatakan rusak dan hanya berfungsi 15%,” katanya.

“Sekarang semunya seakan terlambat, hanya ada rasa sesal, dan saya tidak bisa lagi aktif seperti dulu,” katanya lagi.

“Dalam kondisi tertentu, meski tahu akibat efek panjang, tidak baik kadang kita terpaksa melakukannya, hingga mau tidak mau kita harus menanggung risikonya,” sambungnya.

“Kondisi dan tuntutan pekerjaan serta kebutuhan hidup membuat saya waktu itu nekat, dan sekarang saya harus berlapang dada menanggung akibat kenekatanku itu,” sambungnya lagi.

“Berbahagialah orang yang bisa memilih yang baik dan melakukan yang sesuai pilihan hati untuk saat ini dan masa depan,” katanya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengarkan demikian,

“Jawab Yesus kepada mereka: “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”

Puasa merupakan pilihan dan upaya pribadi untuk lebih dekat dengan Tuhan.

Namun dalam kasus tertentu ada pantang dan puasa untuk tujuan yang konkrit, misalnya demi alasan kesehatan.

Melalui puasa kita dibantu untuk masuk dalam proses pembaharuan spiritual guna meningkatkan kekayaan rohani, sambil menata kebutuhan ragawi, demi kesehatan.

Dengan demikian kita lebih terbuka terhadap Tuhan dan bermurah hati terhadap sesama, tanpa mengabaikan kesehatan diri kita.

Puasa itu pilihan pribadi bukan karena diwajibkan.

Bagiamana dengan diriku? Saya puasa untuk apa?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here