Setelah Istri Meninggal, Saya Mengelola Stroke (1)

0
2,520 views

”Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu” Matius 11:29a

HIDUP menjadi duda alias menduda adalah babak baru dalam sejarah hidupku. Babak baru ini terjadi, ketika istri pemberian Tuhan dalam hidupku meninggalkan saya dan kedua anakku untuk kembali ke hadirat Tuhan pada tanggal 24 Februari 1997. Sampai sekarang, berarti jalan hidupku sebagai dua beranak dua sudah berlangsung kurang lebih 14 tahun 5 bulan.

Perjalanan waktu babak kedua sebagai duda ini juga diselingi pernak-pernik kehidupan riil sebagai keluarga dan terutama menjadi ”single parent” untuk kedua anak, buah hati saya dan almarhumah. Suasana hidup keluarga di rumah hingga Agustus 1998, saya masih ditemani dengan kehadiran anak bungsu kami.

Sesudahnya, dia meninggalkan saya untuk kuliah di Bandung. Sebelumnya, anak sulung sudah lebih dahulu meninggalkan rumah untuk kuliah di Semarang. Nah, sejak kedua anak ini menjalani kehidupan mereka sebagai mahasiswa, maka sendirian saja saya menekuni keseharian di rumah.

Hari-hari lain bisa menjadi sedikit ”ramai” ketika kedua anak datang pulang ke rumah karena liburan kuliah. Namun, dalam kesenderiaan itu saya tak pernah mengalami rasa sepi. Saya merasa baik-baik saja. Apalagi hidup di tengah permukiman penduduk yang guyup semakin meneguhkan keyakinan pribadi saya: Tuhan selalu bersertaku dalam setiap menit kehidupan.

”Apres ça, le déluge”

Usai ini, maka datanglah kemalangan menimpa. Sebuah ungkapan lawas era Revolusi Perancis keluar dari mulut seorang bangsawan Paris. Intinya mau mengatakan: segala kemungkinan kemalangan bisa menghampiri kita kapan pun.

Nah, setelah hari-hari bahagia tanpa kesepian –meski ditinggal kedua anak kuliah di luar kota- maka tiba-tiba datanglah kemalangan tak terduga itu. Sungguh malang tak bisa ditolak,  untung tak dapat diraih.  (Bersambung)

Artikel terkait:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here