Siar Kabar Gembira di Masa Pandemi Covid-19

2
476 views
Ilustrasi: Mgr. Petrus Boddeng Timang memimpin misa online bersama Vikjen Keuskupan Banjarmasin, Romo Cosmas B. Tukan MSF

INI era baru teknologi komunikasi internet. Satu hal yang saya catat ialah masyarakat kita tengah menuju ke suatu masa dimana teknologi komunikasi menjadi bagian dalam kehidupan.

Lepas dari aneka keluhan bahwa gawai dengan internet membuat banyak orangtua pusing dalam mendampingi perkembangan anak, bagaimana pun teknologi komunikasi internet akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Hal ini dikuatkan dengan suatu penilitian tentang cara orang bersikap terhadap gawai dan media komunikasi.

  • Pada tahun 2008, orang rata-rata menggunakan waktu 18 menit untuk mengecek layar smartphone mereka dalam sehari.
  • Pada tahun 2015, orang rata-rata menghabiskan waktu dengan layar gawainya selama 2:48 per hari.
  • Kini, pada tahun 2020 di Indonesia, semenjak pandemi Covid-19, waktu untuk bercengkerama dengan layar gawai atau laptop sudah dipastikan lebih banyak lagi.

Data ini hendak mengatakan bahwa masyarakat semakin banyak menggunakan waktunya dengan gawai atau tablet. Gawai dengan internet telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat (belanja, transaksi, pembayaran, bekerja, bermain, hiburan, interaksi, komunikasi, belajar, beribadat dan sebagainya).  

Masyarakat semakin terbiasa dengan gawai. Dalam suatu ulasan dijelaskan kalau otak manusia zaman ini terlatih untuk mendapatkan patologi dari apa yang ditawarkan internet sama seperti dengan keuntungan yang ditawarkannya (Nicholas Carr).

Internet menyebabkan semacam penyakit yang bisa disebut juga adiksi. Secara otomatis, aktivitas dengan gawai menyebabkan dopamine yang dilepaskan oleh otak sehingga memberi kenikmatan.

Maka tak aneh bila fenomena mengecek notifikasi ternyata dapat memberi rasa enak. Hal ini menjelaskan mengapa masyarakat sulit melepaskan diri dari gawai.

Berkat masa pandemi Covid-19

Kemudian datanglah Covid19 ke Indonesia sejak Maret 2020 yang lalu. Rupanya masa pandemi membuat orang lebih mengarahkan penggunaan gawai dan internet untuk semakin mengembangkan kehidupan.

Memang di satu sisi keakraban terhadap gawai ini menyebabkan orang kurang beristirahat dan perjumpaan langsung semakin minim. Apa yang terjadi pada pembelajaran jarak jauh memberi gambaran bahwa anak-anak sekolah mengalami titik jenuh dan kelelahan. Mereka membutuhkan penyegaran dan merindukan interaksi fisik.

Namun di lain sisi, perlu disadari bahwa gawai dan internet merupakan lahan baru dalam bermisi. Bila ingin bertemu dengan banyak orang, maka harus masuk ke dunia itu. Memang demikian yang terjadi bahwa follower Instagram dan subscriber YouTube merupakan masa untuk bermisi.

Kita bersyukur lewat Zoom terjadi pendalaman iman, pujian, doa, dan webinar. Oleh karena itu memasuki Instagram, Facebook, WA, kanal YouTube untuk mewartakan Kristus merupakan suatu keharusan. Selama hidup, Yesus pun mewartakan kerajaan Allah melintasi batas-batas teritorial.

Demikian pula peristiwa paskah menegaskan dimensi kehadiran spiritual Yesus yang lintas ruang dan waktu semakin kuat.

Tema-tema katekese

Hal yang menarik adalah di masa pandemik kita dapat menyuguhkan tema-tema katekese yang relevan untuk umat.

Pertama, tema seputar identitas diri. Umat membutuhkan afirmasi atas aktualisasi diri mereka. Jatidiri yang dibentuk pada masa pandemik bila tidak diwaspadai dapat menghantar individu pada identitas yang sungguh jauh dari rencana Allah.

Inilah peluang untuk membantu masyarakat untuk menemukan jati diri yang sejati. Saatnya kita memperkenalkan manusia baru seperti Yesus Kristus bagi dunia. Itulah tema pertama: manusia baru dalam tahapan kenormalan baru.  

Kedua, tema pendampingan anak seturut rencana Allah sangat cocok dengan aneka program seminar atau artikel tentang pola asuh di masa pandemik.  

Ketiga, spirit kebersamaan karena pandemik merupakan berkat bagi kita untuk merajut lagi kebersamaan yang lama hilang dari keluarga atau komunitas basis.

Kebersamaan dapat menjadi tempat untuk pengungkapan diri, pelayanan, penghiburan, peneguhan dan belajar menerima keluarga, mengerti kebutuhan anak dan maunya orang tua. Tema seputar komunio yang bergulat dengan pandemik lewat solidaritas, pembangunan persaudaraan lewat internet dan sejenisnya sangat relevan.

Tema keempat ialah tentang keluarga.

Menarik apa yang dituliskan oleh Anthony Dio Martin. Ia mengatakan agar rumah itu bukan sekedar menjadi house, yaitu sekedar tempat tinggal. Tetapi hendaknya dijadikan home yaitu menyangkut ikatan batin dimana di dalamnya terjadi: Help – Open – Motivate – Equally.

Anggota keluarga menemukan pertolongan di rumah. Mereka bisa saling terbuka tanpa menjadi palsu. Anggota juga saling memotivasi dan energi dalam perjuangan.

Semua merasakan diperlakukan sama dan setara. Tidak ada pembedaan yang menyebabkan perpecahan.

Tidak ada yang salah bila kita mengakui rasa takut, kekawatiran dan rasa tak aman kepada Allah.

Tema kelima yang dapat diangkat ialah latihan-latihan rohani yang dapat membawa orang pada lepas dari kekawatiran misalnya memperkenalkan devosi, latihan doa dan lagu-lagu rohani.

Terobosan pewartaan dan katekese

Lalu apa yang bisa ditegaskan dari situasi ini?

Pertama jumpai umat di dunia maya: Kita harus berpartisipasi dalam dunia maya. Pewartaan lewat IG, Youtube, Facebook dan Twitter merupakan tempat kita menjumpai banyak orang. Maka perlulah kita mengembangkan dunia komunikasi internet-sosial baik secara individu atau kelompok.

Contoh dari kanal Youtube milik: Romo Ndeso, PusPas KAJ Samadi, Bible Learning with Father Josep Susanto, Christian Prince dst; lalu akun Instagram: katolik_garis_lucu, katolikvidgram, katolikmedia, katolik_millenial dapat menjadi tawaran bagus.

Perjumpaan tidak langsung, tetapi berusaha untuk memberi horizon baru tentang kekristenan.

Kedua kita perlu merancang katekese singkat. Perjumpaan singkat di dunia maya mesti membekas. Untuk itu kita dapat mulai bekerja sama dengan beragam akun katolik dan membagikan katekese-katekese singkat (video singkat, tulisan singkat, film singkat, animasi) kepada umat kita.

Ketiga kita perlu membangun komunitas dunia maya. Pengaruh tehnologi komunikasi membuat orang merasa tidak ada kewajiban menjadi bagian dari kerumunan massal. Mereka lebih suka bergaul dalam kelompok kecil yang sepaham, sehobi. Singkatnya sefrekuensi namun intensif.

Maka masuklah dalam kelompok kecil. Bila perlu bentuk grup kecil dan secara intensif tawarkan program yang sesuai dengan interese mereka. Saya memiliki pengalaman dengan program pelatihan dan pembinaan Hati Kudus lewat WA Grup dengan 54 peserta.

Pernah juga saya membentuk grup WA khusus untuk pelatihan memimpin doa bersama selama 14 hari dengan 24 peserta.  

Beberapa gagasan di atas semoga dapat memberi inspirasi bagi kita tentang cara berkatekese atau membina iman umat di masa pandemik.

Pondok Kristofel, Jambi

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here