Spiritualitas Ignatian: Mendalami Examen Conscientiae bersama Para Jesuit Muda di Café Puna

0
1,954 views
Orang Jakarta belajar Spiritualitas Ignatian bersama Frater dan Bruder SJ di Cafe Puna. (Fr. Amadea SJ)

“EXAMEN Conscientiae tidak dapat secara langsung menyelesaikan masalah-masalah dalam hidup kita. Tetapi examen membuat kita mampu bersikap jujur di hadapan Allah dan di hadapan diri sendiri. Barangkali dengan cara itu kita mampu menghadapi masalah hidup dengan cara baru dan menemukan penyelesaiannya.”

Itulah kesimpulan yang mengakhiri acara Café Puna (Pulo Nangka, salah satu rumah skolastik filsafat Jesuit di Jakarta), Kamis, 17 Mei 2018 lalu. Dalam acara diskusi dan sharing spiritualitas Ignatian yang rutin dilaksanakan dua kali setahun tersebut, dua Jesuit muda mempresentasikan dua bab dari buku The Examen Prayer: Ignatian Wisdom for Our Lives Today karya Timothy M. Gallagher OMV, seorang ahli spiritualitas Ignatian.

Di depan puluhan peserta Café Puna, Fr. Kitti Meateepitakkul SJ dan Br. Nicolaus David SJ mempresentasikan materi tentang langkah keempat dan kelima dalam Doa Examen, yakni memohon ampun dan membangun niat pembaruan hidup. Langkah pertama hingga ketiga telah didiskusikan dalam dua pertemuan Cafe Puna sebelumnya.

Presentasi tentang doa khas Jesuit: “Examen Conscientiae”.

Beberapa langkah doa ‘Examen Conscientiae’

Dalam presentasinya mengenai langkah keempat examen yakni memohon ampun, Fr. Kitti yang berasal dari Thailand menekankan bahwa memohon ampun bersifat relasional antara Allah dan manusia. Tahap mohon ampun bukanlah momen untuk menghakimi diri sendiri atas dosa dan kelemahan melainkan mengalami cinta Allah yang memerdekakan.

Seorang peserta menambahkan refleksi bahwa ketika memohon ampun, sebenarnya yang dimohon adalah rahmat untuk dapat mengampuni diri sendiri. Pasalnya, orang Kristiani percaya bahwa Allah sedemikian Maharahim sehingga tanpa diminta sekali pun, Ia telah dan selalu mengampuni anak-anak-Nya. Maka dari itu, sebelumnya harus diandaikan bahwa pelaku examen telah menyadari dan mengalami dicintai Allah.

Sementara, Br. David menggarisbawahi pentingnya niat atau hasrat (desire) dalam langkah kelima examen. Bila langkah pertama sampai keempat coraknya menengok ke belakang, langkah kelima ini mengarahkan pelaku examen ke masa mendatang. Setelah sadar akan cinta Allah, ia akan menatap masa depan dengan lebih cerah. Pengalaman dicintai Allah menjadi dasar bagi niat yang direncanakan untuk dibuat di masa mendatang.

Pentingnya ‘hasrat’

Dalam examen, bukan hanya hasratku saja yang perlu diperhatikan. “Hasrat” atau yang lebih sering disebut kehendak Allah juga perlu diperhatikan. Dengan demikian, niat yang dibuat di akhir examen adalah kolaborasi antara hasrat terdalam manusia dan kehendak Allah yang meneguhkan.

Belajar Spiritualitas Ignatian bersama para Jesuit muda di Jakarta dan ditutup dengan makan bersama.

Selepas diskusi, para peserta dijamu dengan makanan ringan yang disediakan oleh para peserta sendiri sambil mengobrol santai bersama beberapa Jesuit yang hadir.

PS: Examen Conscientiae adalah rumus doa khas Ignatian yang harus dijalani setiap Jesuit dua kali sehari untuk ‘penelitian batin’. Namun, fokusnya bukan mencari kesalahan atau telah melakukan dosa sepanjang hari itu, melainkan lebih pada menemukan ‘karya ilahi’ kehadiran Tuhan sepanjang hidup dalam sehari itu. Doa examen conscientiae dilakukan selama 15 menit.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here