Stanza Lagu “Indonesia Raya” Wage Rudolf Supratman (2)

0
226 views
Wage Rudolp Supratman, pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya (Ist)

SYARAT untuk bersetia dan memuliakan tanah subur ini ada dua.

Pertama, kesadaran budi. Mengambil kelanjutan proses sadar diri dalam pendidikan visi Bung Hatta inilah proses terus tanpa henti mencerdaskan budi.

Kedua, kesadaran hati (baca: nurani) jernih untuk menyadari diri sebagai anak bangsa Indonesia agung, Indonesia Raya.

Saya merumuskan visi ini sebagai tesis: “Hanya bila manusia Indonesia yang cerdas budinya dan bening jernih hati nuraninya, mereka inilah yang akan mendoa bahagia dalam konstruksi transformatif peradaban Indonesia mulia.

Sebab, sistem sosial atau konstruksi transformatif (pembangunan multi dimensi) adalah proses rational ordering and get it done consciously by nature consciousness.”     

Motherland 

Satnza ke 2 ini menunjuk ketajaman Wage Rudolf, Indonesia sebagai daratan dan berpulau-pulau.

Di seberang pulau atau penghubung pulau adalah lautan air. Maka sebutan bagi negeri ini bukan veterland atau fatherland tetapi motherland, ibu pertiwi, tanah dan air Indonesia.

Tanahair dalam kesadaran Wage Rudolf di stanza pertama adalah tempat kelahiran dengan darah rahim ibu pertiwi yang ditumpahkan pada setiap orang yang lahir di Indonesia. Karena kelahiran sebagai manusia dari rahim pertiwi yang tampil memberi dasar baku identitas eksistensial warganya.

Setelah dilahirkan dalam tumpah darah rahim ibu pertiwi, maka stanza pertama tegas menaruh ibu sebagai pemandu.

Ibu pertiwi yang melahirkan aku mesti membuatku mewarisi tugas sang ibu untuk berdiri tegar menjadi pandu, pandu ibuku.

Tugas pengabdian dari anak-anak yang lahir dari ibu pertiwi ditunggu praxis-nya sebagai pandu.

Stanza pertama ini juga mengungkapkan nilai essensial untuk bersatu, justru karena keragaman, kebhinekaannya.

Namun, syaratnya mesti bangun jiwanya, bangkit semangatnya.

Tak hanya itu, syarat berikut adalah harus bangun pula badannya.

Dari ajakan penuh semangat untuk bangkit dan bangun jiwa raga untuk Indonesia Raya di stanza 1 menuju ajakan untuk menjadi sadar hati dan budi, buat mendoakan kebahagiaan rakyat, bangsa semua.

Dan kita labuhkan ke stanza 3 untuk berjanji bersama, tak hanya aku berdiri jadi pandu ibuku, tetapi teguh berjanji untuk Indonesia abadi.

Karena itu, setelah bersyukur atas tanah tumpah darah ibu pertiwi yang kaya dan subur, negeri ini butuh gerak maju sebagai pandunya Indonesia Raya, menuju janji untuk Indonesia abadi.

Stanza tiga

Lalu selengkapnya stanza 3 seperti apakah?

Karena selama ini seakan ‘dibiarkan’ tidur padahal justru di stanza 3 inilah tegas kita semua untuk menjaga tanah suci, ibu pertiwi sebagai tanah sakti yang memberi nafkah hidup untuk keselamatan rakyatnya.

Dan satu hakikatnya yang selama ini dilupakan yaitu wilayah airnya dari tanahair, wilayah laut yang menyatukan pulau-pulaunya.

Pandangan ini membalikkan sudut kesadaran kita yang memandang daratan, tanah depan.

Padahal lautanlah yang pintu menghubungkan, merangkaikan pulau-pulau daratannya. Ini kesadaran yang sejak Menteri Susi Pudjiastuti tampil mengebrak mengajak kembali ke Indonesia kaya di laut, ke lagu kanak-kanak legendaris kita: Nenek Moyangku Pelaut, betapa kapal-kapal phinisi dengan suku-suku Bugis menjelajah ke seantero dunia, sebelum ditaklukkan baharinya oleh Belanda atau jadi rebutan Portugis.

Lirik stanza 3 sebagai berikut:  

Indonesia tanah yang suci tanah kita yang sakti

Disanalah aku berdiri menjaga ibu sejati

Indonesia tanah berseri tanah yang aku sayangi

Marilah kita berjanji Indonesia abadi

Selamatkan rakyatnya, selamatkan puteranya

Pulaunya lautnya semuanya

Majulah negerinya

Majulah pandunya untuk Indonesia raya

Indonesia raya merdeka-merdeka

Tanahku negeriku yang kucinta

Indonesia raya merdeka-merdeka

Hiduplah Indonesia raya

Indonesia raya merdeka-merdeka

Tanahku negeriku yang kucinta

Indonesia raya merdeka-merdeka

Hiduplah Indonesia raya.

Pada stanza 3 ini, tanahair Indonesia oleh Wage Rudolf Soepratman diungkap realitanya sebagai daratan dan lautan ‘pulaunya, lautnya, semuanya’, inilah tanah yang aku sayangi yang mesti diberi janji oleh kita semua untuk abadi.

Abadi yang nyata dalam langkah kemajuan negerinya dan maju pandu-pandu ibu pertiwi, karena tidak hanya aku sayangi seperti stanza sebelumnya, tetapi aku cintai hingga berani si ‘aku’ ini, tiap kita ini berdiri menjaga ibu sejati. (Berlanjut)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here