Temu Mahasiswa yang Bukan Sekedar Bertemu

0
433 views
Temu Mahasiswa PMKAJ (Pastoral Mahasiwa Keuskupan Agung Jakarta (PMKAJ) 2018

“BERSATU Indonesia Merdeka”  menjadi tema Temu Mahasiswa PMKAJ (Pastoral Mahasiwa Keuskupan Agung Jakarta (PMKAJ) 2018 yang dilangsungkan di Gunung Putri, 1-3 Agustus 2018. Kegiatan ini merupakan ajang perjumpaan Orang Muda Katolik se-universitas di Jakarta untuk bertemu, berdinamika, menerima informasi dan bertindak lanjut dalam membuat social project.

Kegiatan hari pertama diawali dengan Parade Kebhinnekaan, kemudian mahasiswa diajak untuk mendengarkan sesi “Panggilan Gereja Dalam Hidup Berbangsa dan Bernegara” oleh Romo Ignatius Swasono SJ selaku Romo Moderator. Ia menjelaskan panggilan Gereja dalam hidup berbangsa dan bernegara sesuai Nota Pastoral KWI 2018.

Pada hari kedua, acara dimulai dengan sesi “Mahasiswa dan Ancaman Keruntuhan Pancasila” yang dibawakan oleh Mikael Gorbacev Dom (peneliti, penggiat lingkungan & kebangsaan). Ia menyebutkan bahwa untuk menguatkan kembali semangat persatuan dan kebhinekaan diwujudkan dalam kehidupan bermahasiswa sesuai dengan Pancasila dengan memanfaatkan teknologi dan media sosial secara positif.

Dialog Keagamaan juga dipaparkan oleh ima pembicara lintas agama dan kepercayaan yang mengusung tema “Membangun Kembali Spirit Kebangsaan yang Terkoyakan”. Sesi ini dimoderatori Hieronymus Kopong Bali (penggiat komunitas katolik dan kebangsaan).

Alissa Wahid dari Komunitas GusDurian mengatakan hal ini. “Untuk mulai bergerak, mari pikirkan kenapa dan mengapa kita perlu bergerak. Jika sudah, caranya pasti akan banyak karena kaum muda itu kreatif. Orang muda perlu terlibat jauh dan melakukan bebapa hal.”

Para pembicara dalam Temu Mahasiswa PMKAJ (Pastoral Mahasiwa Keuskupan Agung Jakarta (PMKAJ) 2018.

Desiana Samosir dari Komisi Kepemudaan KWI menegaskan ini.  “Kalau hanya mengenal satu warna saja, maka akan punya bloking untuk bertemu dengan orang komunitas yang itu aja. Orang muda Katolik  harus punya wajah Gereja dan bangsa yang ditunjukan dalam wajah komunitas, turut berdiskusi dan perbanyak dalam dialog dengan beda agama.”

Acara fun games dalam Temu Mahasiswa PMKAJ (Pastoral Mahasiwa Keuskupan Agung Jakarta (PMKAJ) 2018.

Dewi Kanti dari Kepercayaan Sunda Wiwitan menekankan sebagai berikut. “Adat dan kebudayaan tetap harus dilestarikan. Berbudaya dan beragama perlu seimbang dalam berkehidupan. Seren Taun menjadi tradisi adat  Sunda Wiwitan yang juga tradisi kebhinnekaan tiap tahun.”

 

Kemudian Agus Hartono dari Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia mengatakan, “Pemuda perlu kritis dalam menghadapi keadaan dan tantangan dalam dunia milenial. Semangat kerelawanan dalam Tzu Chi dengan spirit Da Ai (Cinta Kasih). Berpegang teguh pada Buddhis bukan hanya beribadah di Vihara, tetapi juga terjun dalam masyarakat.”

Yan Mitha Djaksana dari Perhimpunan Pemuda Hindu menegaskan bahwa  orang muda mempunyai tugas yang sangat penting sebagai penerus bangsa, perii  kritis dalm mengahadapi keadaan . “Perlu juga menciptakan sejarah, supaya tak  terlupakan seperti menulis di media sosial yang positif menanggapi tantangan untuk orang muda dalam dunia milenial ini.“

Peserta juga mengakrabkan diri dengan kegiatan outbound yang berspiritkan kemerdekaan. Outbound ini terdiri dari lima  pos di mana setiap peserta dituntut untuk saling bekerjasama menyelesaikan permainannya.

Lalu dilanjutkan dengan kesepakatan social project. Pada sesi ini, peserta merancang dan akan merealisasikan beberapa action plan dalam kurun waktu setahun ke depan secara bersama di antaranya interaksi keagamaan, kampanye media sosial, bakti sosial, dan buka bersama dan seminar.

PS: Naskah dan foto disediakan oleh VR-LB.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here