Home BERITA Teologi Pastoral – Setia untuk Melayani Tuhan

Teologi Pastoral – Setia untuk Melayani Tuhan

0
4,218 views
Ilustrasi --Setia sama pasangan. (Ist)

“Lakukanlah semuanya itu dengan setia, seperti yang diperintahkan kepadmu oleh TUHAN, Allahmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri.” (Ul 5: 32). 

Pendahuluan

Salah satu ciri sikap Tuhan adalah kesetiaan. Tuhan adalah Allah yang setia (2 Tes. 3:3a). Pribadi yang patut kita teladani soal kesetiaan adalah Tuhan Yesus sendiri.

Ia yang dengan setia tunduk kepada apa yang menjadi kehendak Bapa-Nya, sampai harus menyerahkan nyawa-Nya bagi penebusan dosa umat manusia.

Ciri dari seorang yang setia adalah dia dapat dipercaya. Firman Tuhan menyatakan, bahwa kita semua yang melayani Tuhan adalah dapat dipercayai. Jika kita tidak dapat dipercaya bagaimana mungkin kita dapat setia. “Kesetian itu seperti angin. Kamu tidak bisa mencarinya, tapi kamu bisa merasakannya”.

Kesetiaan dan kepercayaan itu seperti perangko dan lem, satu kesatuan.

Berbicara mengenai melayani Tuhan, mungkin kita berpikir ini ada hubungannya dengan pelayanan di Gereja. Memang ada hubungannya, tetapi kesetiaan itu pada penerapannya luas. Bukan saja dalam lingkup pelayanan di Gereja, tetapi juga dalam pelayanan kita di keluarga, pekerjaan dan masyarakat. 

Betapa sering kita mendengar cerita mengenai orang-orang Kristen yang tidak setia dengan pasangan mereka sehingga terjadi perceraian. Tidak setia dengan kepercayaan yang mereka terima dari atasan mereka di pekerjaan sehingga mereka menipu.

Tidak setia dengan kedudukan yang mereka terima dalam pemerintahan sehingga korupsi. Tidak setia sebagai pengikut Tuhan sehingga murtad, dan sebagainya.

Ada pepatah yang berkata “Mencari orang yang pintar, berpengalaman dan ahli banyak, tetapi mencari orang yang setia itu tidaklah mudah”.

Dan biarlah kita sebagai orang-orang Kristen yang sudah mengerti kebenaran, dapat dikelompokkan sebagai orang-orang yang setia itu. 

Pembahasan

Salah satu karakter yang tidak mudah ditemukan di dalam diri manusia adalah kesetiaannya. Jarang sekali orang mau setia ketika apa yang diharapkan tidak seperti kenyataan. Orang mau setia apabila ada upah.

Inilah kenyataan hidup. Begitu juga dalam mengikut Tuhan, seringkali kita tidak setia. Hati kita mudah berubah. Tidak sedikit yang awal mulanya begitu setia melayani Tuhan, namun seiring berjalannya waktu, kesetiaan itu mulai luntur.

Terbentur masalah, kita tidak lagi setia melayani Tuhan. Sepertinya kesetiaan kita kepada Tuhan tergantung ‘cuaca’. Ketika hati lagi mendung kita tidak lagi bersemangat;  di kala hati lagi cerah kita menggebu-gebu untuk Tuhan.

Namun haruslah kita ingat bahwa untuk meraih segala sesuatu (mimpi, cita-cita dan juga harapan) dibutuhkan kesetiaan. Segala sesuatu yang kita kerjakan pasti akan membuahkan hasil secara maksimal apabila kita melakukannya dengan setia.

“Kesetiaan adalah komitmen untuk terus bersama yang berasal dari hati yang saling mengasihi. Tak ada kesetiaan tanpakomitmen. Tak ada komitmen tanpa kenyamanan”.

Kesetiaan, nas bacaan saat ini memperlihatkan bagaimana kehidupan bangsa Israel zaman dahulu yang sering gagal melakukan perintah yang diberikan Allah kepada mereka, kita juga sering berjalan menuruti keinginan kita sendiri.

Namun ketaatan seharusnya menjadi hasil dari hubungan kita dengan Allah yang semakin erat. Musa mengatakan kepada bangsanya, “Lakukanlah semuanya itu dengan setia, seperti yang diperintahkan kepadmu oleh TUHAN, Allahmu… ”Segenap jalan, yang diperintahkan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu, haruslah kamu jalani” (Ul. 5:32-33).

Berabad-abad setelah Musa, Yesus pun memerintahkan murid-murid-Nya untuk percaya kepada-Nya dan saling mengasihi satu sama lain.

Dalam Kitab 2 Tawarikh 15:7 “Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu.”

Kisah Zakharia dan Elisabet adalah teladan yang sangat baik bagi kita. Sekalipun mereka berdua beriman dan setia luar biasa kepada Tuhan, namun doa mereka tidak juga dijawab oleh Tuhan. Elisabet tetap saja mandul, meski segala usaha dan perjuangan telah mereka lakukan. Tetapi hebatnya mereka tak kecewa. Mereka tetap setia dan semangat melayani Tuhan.

Dengan kesetian itulah Tuhan menjawab doa Zakharia dan Elisabet, yaitu tepat sebelum Tuhan Yesus lahir. Yohanes atau yang lebih kita kenal sebagai Yohanes Pembabtis, dilahirkan Elisabet sebagai pembuka jalan bagi Tuhan Yesus. Namanya tercatat abadi di dalam Alkitab sebagai tokoh yang sangat penting terkait dengan karya Allah dalam diri Yesus Kristus.

Sampai hari ini, mungkin doa-doa kita pun belum dijawab Tuhan, tetapi janganlah kecewa. Tetaplah setia dan semangat melayani Tuhan. Tuhan berkata kepada setiap kita: Jangan takut. Doamu telah dikabulkan. Tepat pada waktunya, paket jawaban doa itu akan sampai di depan pintu rumah kita. Dukacita selesai dan hati kita akan dipenuhi sukacita karena jawaban doa yang Tuhan berikan, jauh melebihi apa yang kita harapkan.

“Kesetiaan itu bukan saja tentang seberapa lama mampu bertahan, tetapi juga seberapa tulus memiliki dengansegala kekurangan yang ada”.

Maka, belajarlah dari sebuah kesetiaan, karena kesetiaan itu mengajarkan kita arti pentingnya suatu kejujuran, ketulusan, dan kepercayaan.

Madre Teresa, pelayanan Tuhan 

Suatu kali seseorang bertanya kepada Ibu Teresa, “Ibu telah melayani kaum miskin di Calkuta, India. Tetapi, tahukah Ibu, bahwa masih ada jauh lebih banyak lagi orang miskin yang terabaikan? Apakah Ibu tidak merasa gagal?”

Ibu Teresa menjawab, “Anakku, aku tidak dipanggil untuk berhasil, tetapi aku dipanggil untuk setia…”

Setiap pelayan Tuhan di mana pun dan dalam peran apa pun, tidak dipanggil untuk berhasil. Sebab jika panggilannya adalah keberhasilan, ia akan sangat riskan jatuh pada kesombongan.

Pelayan Tuhan dipanggil untuk setia. Melakukan tugas pelayanannya dengan penuh komitmen dan tanggung jawab. Semampunya, bukan semaunya. Itulah yang diteladankan oleh Yesus. Menurut ukuran dunia, Yesus bisa dibilang tidak berhasil semasa hidup-Nya. Betapa tidak, Dia harus menjalani hukuman salib. Satu murid-Nya mengkhianati-Nya. Satu murid lagi menyangkali-Nya. Dan, para murid-Nya yang lain kocar-kacir meninggalkan-Nya dan bersembunyi.

Tiga tahun berkarya, ujung-ujungnya hanya begitu. Namun, Dia tetap setia menjalankan tugas pelayanan-Nya; melaksanakan kehendak Bapa, dan menyelesaikan pekerjaan-Nya (Yohanes 4:34). Dia tidak undur sedikit pun. Itu sebabnya, Allah sangat meninggikan Dia.

Kesetiaan-Nya membuahkan keselamatan manusia. Dalam melayani, bisa saja apa yang kita lakukan seolah-olah tidak ada hasilnya. Tapi, jangan undur. Tetaplah setia. Karena kesetiaan dalam melayani Tuhan tidak akan pernah sia-sia. “Kesetiaan itu seperti angin. Kamu tidak bisa mencarinya, tapi kamu bisa merasakannya”.

Kesetian adalah pengawal kerajaan cinta. Setialah, maka cintamu akan suci dan murni.

Kesimpulan

Marilah kita setia dengan karunia dan talenta yang sudah Tuhan percayakan kepada kita, sekalipun pelayanan kita tidak terlihat dan dipandang orang, tetapi jika kita melakukannya dengan setia, maka pada waktunya kita akan mendapatkan upah dari Bapa kita (Mat. 25:21).

Kesetiaan kita dalam pelayanan (apakah di gereja atau di dunia) bukan saja karena kita ingin memberikan yang terbaik, tetapi karena memang itu sudah dikatakan di dalam Firman Tuhan, dan kita hidup di dalamnya. Jadi dengan menjadi setia, kita sedang menunjukkan Firman Tuhan kepada banyak orang.

Dan pastinya bahwa setiap orang yang melakukan Firman-Nya akan mendapat upah atas kesetiaannya. Setia itu ketika kamu temukan seseorang yang lebih baik, namun tetap memilih bersama dia yang telah kamu janjikan untuk bersamanya.

“Kesetiaan bukan diukur dari banyaknya waktu untuk bersamanya, melainkan kemampuanmu merawat hati ketika sedang tak disisinya”.

“Kesetian itu seperti angin. Kamu tidak bisa mencarinya, tapi kamu bisa merasakannya”.

Tuhan memberkati. Amin.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here