Sabtu 9 Desember 2023.
- Yes. 30:19-21,23-26;
- Mzm. 147:1-2,3-4,5-6;
- Mat. 9:35 – 10:1,6-8
SETIAP perbuatan yang dilakukan tentu didasari oleh kehendak. Apabila kita membantu orang lain, hal itu juga didasari oleh kehendak. Menolong orang, membantu orang, tentu ada kehendak yang mendasarinya.
Dalam kehidupan ini akan menjadi lebih bermakna jika seseorang memiliki kepedulian terhadap sesama. Memberi, membantu atau menolong orang merupakan salah satu wujud sikap kepedulian.
Sikap seseorang yang membuka hati dan mengulurkan tangan kepada siapa saja yang membutuhkan pertolongan adalah sikap mulia.
Jika belum.bisa memberi, setidaknya kita punya komitmen untuk tidak merugikan orang lain,
“Saya dengan rela hati berbagi pengalaman soal penyakit ini,” kata seorang ibu.
“Saya dulu sangat bingung dan hampir frustasi kala dokter menvonis saya ada penyakit kanker di dalam tubuh saya,” ujarnya.
“Dunia seakan runtuh, takut dan segala yang buruk membayangkan dalam benakku,” lanjutnya.
“Saat itu tidak ada orang yang bisa saya ajak menangis dan membicarakan kondisi saya kecuali suami saya,” sambungnya.
“Melalui perjuangan dan doa yang tak kenal putus asa, maka saat-saat yang menakutkan itu bisa saya lewati hingga dokter menyatakan saya sembuh,” tegasnya.
“Sejak saat itu, saya memberikan diri untuk membantu sesama yang terkena kanker,” ujarnya. “Saya tahu segala ketakutan dan kesusahan mereka hingga saya hanya ingin berbagai harapan, bahwa penyakit ini bisa diatasi,” lanjutnya.
“Kalau pun tidak bisa sembuh, mereka punya teman untuk menghadapi saat yang sulit dan menakutkan itu,” tegasnya. “Pendampingan seperti itulah yang bisa aku lakukan saat ini, menjadi sahabat bagi mereka yang sakit,” katanya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala.”
Banyak orang mengira bahwa kelebihannya akan menyelamatkan dirinya. Padahal bisa jadi pada kenyataannya justru sebaliknya. Bahwa dengan kekayaan yang dimiliki, orang bisa menjadi celaka.
Gambaran tersebut menunjukkan bahwa tidak semua orang mengerti makna kehidupan yang sedang dijalaninya.
Mereka mengira bahwa hidup harus sukses dan berhasil dengan ukuran yang amat sederhana, yaitu sekedar diukur dari jumlah harta, jabatan, kekuasaan, pengaruh, kepintaran, dan sejenisnya.
Padahal yang lebih pokok dan terpenting dari semua itu adalah keselamatan, baik jiwa maupun raga.
Keselamatan bukan perkara gampang untuk diraih, apalagi keselamatan yang bersifat hakiki atau sebenarnya. Keselamatan bukan terletak pada jumlah kekayaan yang bersifat material, melainkan justru yang bersifat immaterial, yaitu apa yang ada di dalam hati setiap orang.
Saat ini, masih banyak orang yang salah orientasi hidup.
Tuhan tergerak hati-Nya, maka dipanggil dan diutuslah para murid untuk membawa orang banyak itu pada orientasi yang jelas yakni pertobatan dan kesadaran untuk membangun Kerajaan Allah.
Bagaimana dengan diriku? Apakah aku digerakkan oleh belas kasih serta kemurahan Tuhan dalam hidup ini?