Kamis, 31 Oktober 2024
Ef. 6:10-20.
Mzm. 144:1.2.9-10.
Luk. 13:31-35
DALAM hidup kita, mungkin ada ancaman atau tantangan yang tampak besar dan menakutkan, baik itu dalam pekerjaan, keluarga, atau kehidupan spiritual kita.
Kadang, ancaman itu membuat kita berpikir untuk berhenti atau mundur. Namun, bukankah kita ingat bahwa keberanian sejati bukan berarti tidak adanya rasa takut, tetapi keteguhan untuk tetap berjalan dalam panggilan Tuhan, sekalipun risiko dan tantangan ada.
Yesus menunjukkan bahwa hidup dalam panggilan Tuhan berarti hidup dalam keberanian dan kasih. Tantangan atau penolakan dari dunia tidak membuat-Nya mundur.
Hal ini mengingatkan kita bahwa mengikuti panggilan Tuhan mungkin tidak selalu mudah atau dihargai oleh orang lain. Namun, ketika kita tetap berani dan menunjukkan kasih, kita sedang mencerminkan Kristus dalam hidup kita.
“Saya berusaha sabar terhadap keluarga adik saya,”kata seorang bapak.
“Sudah banyak hal saya berikan sebagai dukungan bagi keluarganya, namun karena dia dan isterinya tidak mau berubah maka keadaan tidak kunjung berubah.
Sikap mereka yang menyalahkan keadaan dan selalu berbohong membuat saya kesulitan membantunya.
Dia selalu menyalahkan almarhum orangtua yang menurutnya tidak adil, padahal dia sendiri yang tidak menggunakan kesempatan dengan baik. Dia kurang tekun hingga mudah berubah-berubah dalam membangun usaha.
Kini dia malah memusuhi aku, namun anehnya tanpa malu setiap bulan dia minta bantuan untuk biaya sekolah dan membayar kebutuhan rumah tangga,” ujar bapak itu.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku ingin mengumpulkan anak-anakmu tetapi kamu tidak mau.”
Ayat ini menunjukkan kasih Tuhan yang tulus, bahkan ketika Ia ditolak. Yesus ingin merangkul Yerusalem, meskipun mereka menolak-Nya.
Ini adalah bukti kasih tanpa syarat, yang tetap hadir meskipun tak dibalas.
Sebagai pengikut Kristus, kita diundang untuk menunjukkan kasih yang sama, kasih yang tetap bersinar, bahkan ketika orang lain mungkin tidak membalas atau menghargainya.
Mengasihi bukan karena harapan akan balasan, tetapi karena kasih adalah panggilan kita sebagai anak-anak Tuhan.
Dalam kehidupan kita, kasih tanpa syarat adalah panggilan untuk tetap mengasihi meskipun orang lain tidak merespons dengan cara yang kita harapkan.
Ketika kita berbuat baik kepada seseorang, tetapi mereka tak pernah mengucapkan terimakasih atau membalas kebaikan itu, kasih tanpa syarat tetap berlanjut, karena dasarnya bukan pada apa yang kita dapatkan, melainkan pada keinginan tulus untuk memberi.
Yesus menunjukkan kasih seperti ini kepada dunia, kasih yang bertahan bahkan ketika dunia menolak-Nya.
Ia datang untuk menyelamatkan kita, sekalipun tahu akan ada yang menolak dan berpaling dari-Nya. Namun, kasih-Nya tidak terpengaruh oleh respons kita.
Begitu pula kita diajak untuk mengasihi dengan tulus, tanpa syarat, dan dengan sabar, meskipun terkadang kasih kita mungkin tak dibalas.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku tulus berbuat baik dengan sesama?