“Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.” (1Yoh 3,18)
BEBERAPA waktu yang lalu, seorang Ketua Umum sebuah partai menghimbau kepada Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih dari satu daerah untuk fokus bekerja, memimpin dan menata daerahnya. Beliau berharap agar mereka tidak banyak bicara dan fokus bekerja, seperti mottonya Presiden. “Enggak usah banyak omong. Omong salah diralat. Diralat kan malu. Jadi enggak usah omong”, kata beliau.
Dalam kehidupan bersama, komunitas atau kelompok orang, ada saja orang yang dikenal dengan kebiasaan banyak omong, omong besar dan muluk-muluk, omong dengan berapi-api dan tidak mau kalah, omong banyak dan panjang. Banyak omong bukan hanya menjadi kebiasaan mereka dalam setiap pertemuan atau rapat, tetapi juga merupakan kemampuan yang mereka miliki. Sebuah pertemuan terasa belum lengkap kalau mereka ini belum diberi kesempatan untuk omong.
Keunggulan yang mereka miliki dalam kebiasaan dan kemampuan banyak omong, seringkali tidak disertai atau diimbangi dengan kemampuan untuk memutuskan dan kesediaan untuk melaksanakannya. Mereka merasa cukup kalau sudah omong dengan panjang lebar; sedangkan orang lain yang harus melaksanakannya. Kepada mereka inilah beberapa sebutan sering diterapkan, seperti: jarkoni, bisa ujar tapi gak bisa nglakoni; omdo, omong doang; NATO, no action talk only; dsb.
St. Yohanes mengingatkan para murid terhadap kebiasaan dan kecenderungan seperti ini, khususnya dalam hal mengasihi. Mengasihi tidak cukup hanya diomongkan, dibicarakan, didiskusikan, disampaikan lewat kata-kata yang keluar dari mulut. Mengasihi harus diwujudkan dalam sebuah perbuatan nyata dan dalam kebenaran. Dan inilah yang diajarkan Sang Guru, agar kelak para murid dapat masuk di dalam kemuliaan hidup, sebab mereka telah: memberi makan pada yang lapar, memberi minum kepada yang haus, memberi tumpangan kepada orang asing, memberi pakaian kepada yang telanjang, mengunjungi mereka yang sakit, menghibur mereka yang tertawan, dsb. Mengasihi sesama bisa diwujudkan dalam banyak perbuatan kecil dan sederhana, yakni uluran tangan terhadap mereka yang membutuhkan bantuan, yang kesulitan, yang sakit dan menderita.
Sejauh mana pengalamanku di dalam mengasihi sesama: apakah masih terbatas dalam perkataan ataukah sudah terwujud di dalam perbuatan? Berkah Dalem.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)