Tidak Kenal

0
286 views
Ilustrasi - Salaman ajak berkenalan. (Ist)

Renungan Harian
Senin, 09 Mei 2022
Bacaan I: Kis. 11: 1-18
Injil: Yoh. 10: 1-10
 
DULU, ketika saya bertugas di sebuah paroki di luar kota Bandung, saya bisa mengenal hampir semua umat. Dari segi jumlah umat memang tidak terlalu banyak dan juga mereka selalu datang ke gereja.

Setelah beberapa tahun bertugas, saya bisa mengenali beliau itu siapa, rumahnya dimana, pekerjaannya apa dan tidak sedikit yang sungguh saya mengenal dengan baik.

Oleh karenanya, kalau ada orang asing -orang yang baru pertama kali datang ke gereja- saya bisa mengenali bahwa orang itu adalah “orang asing”.

Biasanya saya menyapa dengan memperkenalkan diri saya dan mohon maaf bahwa saya belum mengenalnya. Beliau akan mengatakan bahwa dirinya baru pertama kali datang ikut misa di gereja ini.

Di samping itu, karena Perayaan Ekaristi diadakan hanya satu kali sehingga dengan mudah saya tahu bahwa ada umat tertentu yang tidak ikut Perayaan Ekaristi. Sehingga pekan depan, saya bisa menyapanya dan akan mendapatkan jawaban bahwa keluarga itu atau orang itu sedang bepergian atau sakit.

Artinya saya bisa mengenal umat di paroki dengan lebih cepat dan lebih mudah.
 
Sekarang, saat saya bertugas di paroki di kota Bandung, saya kesulitan untuk mengenal umat paroki.

Kesulitan pertama adalah umat yang datang ikut misa sebagian besar bukan umat paroki sehingga kesan yang saya dapat umat yang datang selalu silih berganti.

Kesulitan kedua banyak umat paroki yang hampir tidak pernah ikut perayaan ekaristi maupun kegiatan di paroki, tetapi ikut perayaan ekaristi dan aktif di paroki lain.

Kesulitan ketiga, Perayaan Ekaristi di paroki diadakan sebanyak lima kali dan kami merayakan ekaristi bergantian.
 
Situasi itu membuat saya tidak mudah mengenal umat bahkan banyak umat yang tidak saya kenal dan juga umat tidak mengenal saya.

Sering terjadi umat yang datang ke gereja pada hari biasa bertemu dengan saya lalu bertanya: “Pak, kalau pastornya ada gak? Bisa ditemui gak?”

Bahkan pernah terjadi, saya dimarahi oleh umat yang mau bertemu dengan pastor. Dia bertanya: “Pak, saya mau bertemu dengan pastor.”

“Maaf ibu, ibu mau bertemu dengan pastor siapa? Apakah ibu sudah membuat janji?” tanya  saya.

“Saya mau bertemu dengan pastor paroki dan kamu gak usah tanya-tanya saya sudah buat janji atau belum. Kamu itu pegawai, tugasmu menyampaikan pada pastor bahwa saya sudah datang. Memang kalau saya buat janji dengan pastor harus lapor kamu?” jawab ibu itu dengan marah.

Peristiwa itu terjadi karena dia dan saya tidak saling mengenal. Ibu itu tidak kenal siapa pastor parokinya dan saya juga tidak kenal siapa ibu itu.

Banyak umat yang datang saat membutuhkan tanda tangan pastor paroki, sebelum dan sesudah itu mungkin aktif di tempat lain atau memang tidak pernah ke gereja.
 
Tantangan besar bagi para imam di kota besar di mana paroki seolah-olah tidak lagi dibatasi oleh territorial tertentu. Butuh usaha dan kerja keras agar bisa mengenal umat baik umat paroki maupun umat yang datang dari tempat lain atau yang hanya sekali dua kali datang.

Gambaran gembala yang baik sebagaimana diwartakan dalam Injil Yohanes masih jauh dari jangkauan. Masih membutuhkan cara-cara baru dan kreatifitas agar bisa sungguh mengenal umat di paroki seperti ini.

“Gembala yang baik, memanggil domba-dombanya, masing-masing menurut namanya, dan menuntunnya ke luar.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here