Tidak Tahu Diri

0
758 views
Ilustrasi - Tidak tahu diri dan berterimakasih. (Ist)

Renungan Harian
Kamis, 29 April 2021
PW. St. Katarina dari Siena, Perawan dan Pujangga Gereja
 
Bacaan I: Kis. 13: 13-25
Injil: Yoh. 13: 16-20
 
DULU, sewaktu masih frater, saya bertemu dengan seorang ibu yang aktif dalam berbagai karya sosial. Salah satu karya sosialnya adalah mendampingi para perempuan pekerja seks komersial (PSK).

Ibu dan teman-temannya memberikan berbagai pelatihan keterampilan kepada para PSK dengan harapan bisa sebagai bekal hidup, dan harapan yang lebih besar, para PSK itu bisa keluar dari situasinya saat ini.
 
Ibu itu bercerita bahwa banyak perempuan yang “terpaksa” dan “terjebak” menjadi PSK karena masalah ekonomi. Mereka tidak punya kemampuan untuk menyambung hidup sehingga menjadi PSK.

Oleh karena itu, dengan usaha memberi ketrampilan bisa menjadi bekal para PSK untuk keluar dari situasinya.
 
Ada satu PSK yang amat rajin mengikuti kegiatan itu dan menurut ibu itu amat berbakat dalam menjahit dan membordir. Sehingga ia menjadi lebih cepat maju dibanding dengan teman-temannya.

Ibu itu mempunyai usaha menjahit, maka sering ibu meminta jasanya untuk menjahit dan membordir. Karena pekerjaannya halus dan rajin, ibu itu menawarkan agar dia keluar dari lokalisasi itu.

Perempuan itu mengatakan bahwa dirinya sungguh-sungguh ingin bertobat, dan ingin memulai hidup baru.
 
Melihat kesungguhan niatnya, ibu itu menawarkan untuk ikut bekerja dengan ibu itu dan tinggal di rumahnya.

Perempuan itu menerima tawaran dengan senang hati. Dan kemudian perempuan itu bekerja dengan ibu itu dan tinggal di rumahnya.
 
Perempuan itu bekerja dengan baik, dan bersikap amat baik di rumah ibu itu. Sehingga dengan cepat dapat berbaur dengan pegawai lain dan tetangga-tetangga di tempat ibu itu tinggal.

Bagi ibu itu, perempuan itu sudah dianggap sebagai bagian dari keluarganya.
 
Setelah 6 bulan perempuan itu tinggal di rumah itu, petaka menimpa keluarga ibu itu. Tanpa diketahui dan disadari oleh ibu itu, perempuan itu menjalin hubungan asmara dengan suaminya.

Dan entah bagaimana suaminya pergi dari rumah dengan perempuan itu. Ibu itu amat terpukul dan amat sedih. Orang yang ditolong dan bahkan diangkat menjadi saudara tetapi malah menghancurkan keluarganya.
 
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Yohanes: “Orang yang makan roti-Ku, telah mengangkat tumitnya terhadap Aku.”
 
Bagaimana dengan aku?

Bukankah bila aku mengingkari Tuhan berarti aku mengangkat tumitku terhadap Allah?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here