Transit di Babak “Over Zeket”

0
1,060 views

Time flies. Perjalanan hidupku rasanya berjalan melayang sangat-sangat cepat. Tanpa terasa, saya sudah berumur 50 tahun.

 

 

 

[media-credit id=3 align=”alignleft” width=”300″][/media-credit]Umur yang tak boleh dibilang muda lagi, namun juga belum sampai layak menyebut diri mulai uzur.

 

 

 

16 Juli 2001 lalu, saya mendapat rahmat dari Tuhan genap berumur 50 tahun alias seket—begitu orang Jawa menyebut angka “50”. Banyak ucapan selamat dan harapan mengalir ke akun email dan fb saya. Sehari setelah tanggal 16 Juli 2000 tentu saja saya sudah menyandang umur di atas 50 tahun alias “over zeket”.

Ada sedikit perasaan aneh ketika jarum jam tanggal 16 Juli 2011 lalu melewati batas pukul 24.00, dimana dentang jarum jam memberi tahu sudah berganti hari menjadi tanggal 17 Juli 2011. Nah, saya sudah resmi telah melewati perimeter usia 50 tahun dan kini berhak menyandang predikat “over zeket” itu.

Transit

Saya ingin menyebut rahmat istimewa genap berumur 50 tahun ini sebagai saat transit. Ada mutasi gagasan dari berbagai aspek mulai bergelayut di benak saya, ketika jarum jam menunjukkan tanda “over zeket” tersebut. Pengalaman transit pun segera dimulai.

Ketika umur sudah menginjak angka 50 tahun dan berkemas melakukan transit untuk perjalanan tahapan berikutnya, saya jadi terhenyak diam. Saya merelakan diri harus menunggu dalam keheningan untuk menapaki babak kedua kehidupan saya.

Sepenuhnya saya sadar, paruh kedua hidup saya ini berjalan di atas “kendaraan” berbeda. Seperti berada di atas awan dimana saya “terlempar masuk” dalam kabin pesawat terbang lalu kemudian berhenti sejenak, diam dan hidup dalam suasana “transit”.

Ada rasa lelah dan sekilas muncul godaan pikiran melenceng di benak saya: “Rasahya sudah selesai!”. Namun nukilan pikiran kecil ini langsung lewat begitu saja, karena sudah ada kendaraan lain yang siap mengangkut saya.

Tidak berlangsung lama

Nah, pada paruh kedua babak hidup ini saya menyadari sepenuhnya bahwa ini tidak akan berlangsung sama seperti paruh pertama. Umur saya di paruh kedua ini hampir pasti tidak sepanjang paruh kedua.

Karena itu, saya harus menata hidup dan olah batin: mestinya pada paruh kedua dan berada di “kendaraan lain” ini tidak ada hal lain yang lebih membahagiakan saya kecuali bisa berbuat baik untuk sesama. Pokoknya, saya harus melalukan hal-hal lebih baik lagi dibanding paruh pertama babak kehidupan terdahulu.

Nah, pada ruang transit kehidupan ini, saya ketemu banyak teman lama dan baru. Begitu banyak teman mengucapkan “selamat mengarungi hidup ke penerbangan selanjutnya!”

Bersyukur kepada Tuhan

Ad multos annos alias selamat ulang tahun. Begitu teman-teman alumni Seminari Mertoyudan dengan gayanya masing-masing menyapa saya dalam kegembiraan rohani. Ini jelas sapaan pribadi yang mendalam dan membuat saya semakin diteguhkan untuk harus selalu bersyukur kepada Tuhan atas semua anugerahNya melalui teman-teman dan saudara-saudara.

Kalau sebelum “pengalaman transit” masih sering ada keraguan akan penerbangan selanjutnya, maka sekarang ini saya sudah bisa dibuat pasrah dan sumeleh sekaligus makin tebal kepercayaan saya akan Dia yang selalu menuntun saya pada penerbangan kedua.

Sekali lagi, terima kasih teman-teman. Kalau saat temu bersama ada acara foto bersama, maka kali ini saya maju mengadakan “ucapan bersama”. Ucapan selamat teman-teman yang kemarin saya terima melalui email, sms, atau fb akan saya rangkaikan dalam sebuah alunan doa indah.

Doa indah itu hendaknya menjadi sumber energi untuk melanjutkan penerbangan berikutnya di paruh kedua ini. Pengalaman “transit” di titik “over zeket” tiada lain adalah pengalaman akan iman yang tumbuh berkembang dalam harapan akan kasih Allah sendiri.

Bambang Sapto Nugroho, alumnus Seminari Mertoyudan angkatan tahun 1977 dan sudah dua dekade tinggal menetap di Tokyo, bekerja sebagai tenaga ahli programmer komputer.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here