Tumbal

0
341 views
Ilustrasi - Pendaran nyala lilin.

Renungan Harian
Minggu, 17 Oktober 2021
Hari Minggu Biasa XXIX
Bacaan I: Yes. 53: 10-11
Bacaan II: Ibr. 4: 14-16
Injil: Mrk. 10: 35-36
 
BEBERAPA tahun yang lalu, saat saya masih sebagai imam baru, saya menerima tamu sepasang suami isteri. Sejak awal bertemu, ibu itu sudah berurai airmata. Matanya sudah sembab, nampaknya sudah banyak dia menangis.

Sedang suami meski nampak kusut, tetapi ada ketegaran dalam dirinya. Dari sorot matanya menampakkan kekuatan dirinya.

Saya menduga bahwa keduanya sedang menghadapi masalah berat.
 
“Romo, tolong nasehati isteri saya, agar dia setuju dengan rencana yang kami tempuh untuk kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga kami. Kami telah sepakat memilih jalan ini, tetapi kemudian isteri keberatan dengan syarat yang harus kami jalani. Padahal syarat itu adalah syarat utama untuk kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga kami.
 
Romo, kami selalu hidup dalam kesulitan; kami selalu kekurangan. Keperluan hidup sehari-hari kami selalu kesulitan, untuk makan harian kami serba kekurangan.

Lalu kami mendapat saran dari seorang teman untuk bertemu dengan “orang pintar” yang bisa melihat permasalahan kami dan bisa memberikan jalan keluar.

Teman kami ini dulu juga hidup seperti kami, dan sekarang sudah sukses dan hidupnya bahagia sejahtera.
 
Kami setuju dengan saran teman kami karena sudah melihat hasilnya sehingga kami berdua menemui “orang pintar” tersebut. Setelah bertemu, beliau melihat bahwa keluarga kami ada “kutukan” sehingga harus dibebaskan dari “kutuk” itu.

Kalau “kutuk” itu bisa hilang dari kami, maka keluarga kami dan keturunan kami akan sejahtera.

Beliau sanggup membebaskan “kutuk” itu dari keluarga kami dengan syarat kami rela mengurbankan anak bungsu kami.

Anak bungsu kami ini akan menjadi korban pembebas “kutuk” bagi kami dan keturunan kami selanjutnya.

Meskipun berat, saya setuju yang penting keluarga kami dan anak cucu kami kelak hidup bahagia dan sejahtera, namun isteri saya tidak setuju.

Dia tidak mau kehilangan anak kami; dia memilih tetap hidup seperti ini tetapi tidak kehilangan anak kami.

Itulah romo, persoalan besar kami, maka kami mohon romo bisa menasehati isteri saya. Korban ini sungguh-sungguh demi kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga kami,” bapak itu menjelaskan maksudnya.
 
Saya amat terkejut dan dicekam kengerian yang dalam. Sesuatu yang hanya saya lihat di film atau saya baca dari buku-buku cerita, sekarang saya hadapi.

Saya menjelaskan kepada bapak itu bahwa apa yang dilakukan adalah sesuatu yang salah dan tidak baik. Sesuatu yang baik harus melalui proses yang baik, dengan cara-cara yang baik.

Saya memberi penjelasan cukup panjang untuk menyadarkan bapak itu. Namun bapak itu justru marah, karena saya tidak mendukung dirinya.

Bapak itu kemudian pergi dan mau mencari pastor lain, pastor senior yang bisa mendukung dirinya.

Saya pastor muda dianggap tidak mengerti dan tidak punya pengalaman.
 
Sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Markus, Yesus mengajarkan agar para muridnya mau memberikan dirinya sepenuhnya untuk keselamatan dan kebahagiaan orang lain. Bukan mengurbankan orang lain demi kebahagiaan dirinya.

“Anak Manusia pun datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang.”
 
Bagaimana dengan aku?

Apakah aku sudah memberikan diriku untuk kebahagiaan orang lain?
 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here