SELAIN menyimpan banyak tujuan wisata, Da Lat juga memiliki “cadangan melimpah” untuk panggilan hidup religius (hidup bhakti) seperti menjadi imam (pastur). Hadirnya banyak gereja dan susteran di kota berhawa sejuk yang menjadi idaman kota tujuan wisata di Vietnam (Selatan) ini menandakan, Gereja Katolik tumbuh semangat di Diosis Da Lat ini.
Meski banyak harta milik gerejani terpaksa “pindah kepemilikan” lantaran perang saudara di Vietnam antara Selatan dan Utara dalam Perang Vietnam, namun sejumlah orang muda katolik di Da Lat meyakinkan, di Keuskupan Da Lat ini orang-orang katolik –meski juga tidak banyak dibanding di Indonesia—cukup aktif dan berani menunjukkan keimanannya melalui berbagai kegiatan gerejani. Di antaranya –tentu saja—kebaktian misa setiap minggu dan kunjungan pastoral yang dilakukan seorang romo Redeptoris ke beberapa wilayah yang menjadi tanggung jawabnya.
Hadirnya kompleks megah seminari tinggi semakin membuktikan, hidup menggereja di Diosis Da Lat juga tidak lumpuh.
Tumbuhnya Gereja yang kini menjadi wilayah Diosis/Keuskupan Da Lat dimulai tahun 1917, ketika misionaris Yesuit asal Perancis Romo Nicolas Couvreur SJ mendarat di Da Lat dan kemudian membangun sanatorium—kini berada dalam satu kompleks dengan Katedral Maria Bunda Allah. Setahun kemudian, Uskup Saigon Mgr. Lucien Mossard merestui dimulainya program penyebaran iman di Da Lat.
Baru tanggal 24 November 1960, Tahta Suci melalui Paus Yohannes XXIII resmi merestui Da Lat sebagai diosis baru, terlepas dari Keuskupan Saigon. Vatikan kemudian mendapuk Mgr. Simon Hoa Nguyen Van Hien sebagai uskup pertama di Diosis Da Lat. Kini Uskup Da Lat dijabat Mgr. Nguyen Van Nhon.
Perkembangan iman dan jumlah umat katolik di Diosis Da Lat makin kokoh dengan dibangunnya dua lembaga pendidikan katolik kurun waktu 1955-1973 yakni Institut Kepausan Pius X dan Seminari Minh Hoa.
Namun belakangan, ketika terjadi revolusi besar di Vietnam dan kemudian terjadi “penyatuan” Vietnam Selatan dan Utara menjadi “Republik Sosialis Vietnam”, Institut Kepausan Pius X terpaksa “pindah beralih kepemilikan” dan akhirnya dibongkar dan kini ganti wajah menjadi kompleks taman.
Institut Kepausan Pius X membuka kelas pertama kali tanggal 13 September 1958, setelah sebelumnya Ferdinand Lacretelle –pastur misionaris Yesuit dari Perancis—mendapat mandat dari Kuria SJ di Roma dan Vatikan untuk membangun lembaga pendidikan tinggi ini. Tahun 1961, Nuncio Mgr. Mario Brini berkenan meletakkan batu pertama dan pada tanggal 23 April 1964 Nuncio Mgr. Francesco De Nittis meresmikannya.
Dari lembaga pendidikan tinggi asuhan para Yesuit inilah, sebanyak 14 uskup Vietnam pernah mengenyam bangku kuliah di Institut Kepausan Pius X. Ikut menambah jumlah mereka tentu saja 306 imam dari berbagai tarekat religius, 227 pastur diosesan, dan 79 rohaniwan dari berbagai tarekat religius.
Dari jumlah penduduk Da Lat kurang lebih sebanyak 1,1 juta jiwa menurut sensus awal tahun 2008, jumlah umat katolik di Diosis Dalat tercatat sebanyak 313 ribu jiwa.