Jadi, kalau sekali waktu dolan mengunjungi kawasan wisata yang indah di Sapa ini –terutama pada musim dingin mulai Desember sampai Februari—jangan sekali-kali sampai lupa bawa jaket tebal, pelindung kepala dari dingin, sarung tangan, dan jas hujan.
Nyaris seperti Bogor yang dikenal sebagai Kota Hujan, Sapa pun demikian halnya. Hujan teramat murah di kawasan pegunungan ini. Bahkan kalau tidak hujan pun, kabut yang sedemikian tebalnya akhirnya ‘melahirkan’ genangan air dimana-mana. Sekilas, turis asing akan mengira itu hujan; padahal genangan air itu hasil kondenisasi kabut tebal yang nyaris menjadi pemandangan alam menakjubkan sehari-hari di Sapa.
Eksotisme kabut tebal
Kabut tebal yang menghadang di depan mata membuat jarak pandang menjadi sangat-sangat terbatas. Hari-hari pertama Tahun Baru 2012, Sapa juga tak luput dari ‘hantaman’ kabut tebal.
Sleeping bus Sao Viet yang saya tumpangi dari Hanoi malam sebelumnya akhirnya sampai di Sapa pada pagi-pagi buta. Begitu turun dari bus dengan fasilitas kursi panjang yang bisa membuat kaki selonjor dan tidur dalam posisi landai ini, saya sudah disambut kabut tebal.
Jarak pandang ke depan hanya sekitar 10 meter. Suhu di pagi hari itu berkisar antara 3-5 Celsius. Tentu ini termasuk kategori super dingin untuk orang Indonesia. Dalam sekejap, jaket dan semua perlengkapan anti-dingin segera menempel di tubuh: sarung tangan, pelindung kepala, kacamata, jaket tiga lapis.
Mahalnya sinar Matahari
Hari berikutnya terjadi hujan lebat di Sapa. Udara semakin dingin, namun begitu hujan reda di luaran terjadi pemandangan luar biasa: kabut tebal menghilang. Inilah kesempatan bagus untuk membuat foto-foto pemandangan alam.